Nightfall Chapter 1037

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 1037: Asap Putih

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Bulan bersinar lagi dan angin berhenti. Noda darah yang menakutkan tetap berada di salju yang tidak meleleh. Ruangan itu sunyi sepi sekali lagi di Aula Penghakiman Ilahi kecuali bunyi batu yang jarang jatuh dari dinding.

Imam setengah baya berjalan ke teras diikuti oleh Xiong Chumo dan Zhao Nanhai. Mereka merenung cukup lama dan menatap jurang tak berdasar, tebing curam dan salju menutupi pohon-pohon kuno.

Kemudian mereka pergi tanpa sepatah kata pun, atau saling melirik. Ning Que telah melompat ke jurang, bersama dengan Haotian. Malam ini Ye Hongyu juga melakukannya. Ning Que dan Haotian selamat, tapi dia tidak mau.

Karena kematian adalah satu-satunya kemungkinan, mereka tidak perlu khawatir lebih lanjut.

Dia selesai. Tetapi ada banyak hal yang harus diurus. Dia adalah Imam Besar Penghakiman Ilahi. Kematiannya pasti akan membawa banyak masalah. Taoisme harus banyak menghadapi sekarang. Xiong Chumo harus siap untuk berurusan dengan bawahannya yang marah di Aula Penghakiman Ilahi. Zhao Nanhai harus mendukungnya untuk menjaga stabilitas Gunung Peach. Imam setengah baya perlu mendapatkan kembali iman orang untuk Taoisme.

Yang paling penting, setelah pertarungan mereka malam ini dan kematian Ye Hongyu, Taoisme secara resmi akan mulai memadamkan Aliran Baru, serta untuk meluncurkan perang mereka melawan Tang dan Akademi.

Tiga orang itu pergi. Balai Divine yang hancur mendapatkan kembali kesendiriannya. Tentu saja akan ada orang yang turun ke jurang untuk mengkonfirmasi kematian Ye Hongyu dan menemukan mayatnya. Tetapi pada saat tubuhnya akan dikirim ke Aula Penghakiman Ilahi, Aula Ilahi yang mengerikan tidak akan pernah bisa menyambut tuannya yang bersemangat lagi.

…

…

Malam itu sangat dalam. Dan bulan bersembunyi di balik awan tebal. Sungai-sungai kusut mengalir melintasi ladang. Kegelapan menang dan menyelimuti jembatan batu dan bunga-bunga liar tahan dingin.

Musim dingin yang sangat dingin. Ladang di luar kota Chaoyang sangat beku. Di tengah malam yang gelap dan sunyi, seseorang jatuh dari tembok kota dan menggedor tanah. Tubuh memecahkan tanah yang beku dan tulang-tulangnya patah. Tetapi orang itu tidak mengeluarkan suara apapun meskipun sakit.

Wang Jinglue mengerutkan alisnya lebih jauh. Bahkan kegelapan tidak bisa menyembunyikan pucatnya. Dia berkeringat deras. Dia menyeka darah di sudut bibirnya dan merangkak dengan susah payah menjadi semak. Setelah memastikan dia aman dari pengejaran, dia menghela napas lega.

Saat itu tubuh lain berdebar di tanah. Dia mengintip melalui semak-semak dan melihat seorang pria terbaring mati di tanah, berlumuran darah.

Langkah kaki yang terburu-buru terdengar di atas tembok kota. Lusinan obor menyala seketika dan mengusir kegelapan, seterang hari.

Pria itu berbaring tak bergerak di tanah dan wajahnya diterangi oleh obor. Wajahnya berlumuran darah tetapi dia masih bisa melihatnya dengan jelas. Wang Jinglue menjadi kaku. Tangannya gemetar sambil memegang cabang-cabang dan wajahnya menjadi pucat karena dia mengenal pria itu. Lebih tepatnya, dia mengenalnya dengan sangat baik.

Dalam beberapa tahun terakhir, Wang Jinglue telah mengumpulkan orang-orang muda di Kota Yangzhou yang peduli dengan kampung halaman mereka, Tang. Dia telah bertemu dengan banyak orang, salah satunya terbaring mati di sana.

Itu menjadi kacau di atas tembok kota Yangzhou. Orang-orang berteriak dan bertarung dengan senjata mereka berbenturan. Wang Jinglue mengangkat kepalanya dalam kesulitan. Dia tahu bahwa orang-orang muda yang setia kepada Tang sedang diburu di sana oleh para pembudidaya yang kuat dari Balai Divine. Dia mencengkeram tinjunya dengan lebih kuat. Tetapi tidak bisa berbuat apa-apa membuatnya putus asa.

Orang lain jatuh tersungkur di tanah beku. Lumpur dan darah terciprat. Lebih banyak mayat mengikuti. Lebih banyak orang muda terbunuh.

Tidak ada yang lain selain keputusasaan dan kesedihan di wajahnya. Dia tidak bisa membantu tetapi menyesal. Dia menyesal bahwa dia gagal menyadari Ruang Ilahi memiliki rencananya di tangan mereka. Dan dia lebih menyesal karena tidak bisa memprediksi serangan tiba-tiba mereka.

Dia menyesal bahwa anak-anak muda ini harus mati.

Orang-orang yang mati malam ini adalah semua pengikutnya dari klan. Mereka adalah pemuda dari Prefektur Qinghe. Dalam kata-kata Ning Que, mereka adalah harapan nyata. Namun, terlepas dari integritas mereka, mereka terbunuh malam ini.

Mata Wang Jinglue menjadi merah. Dia menggigit keras dan menusuk bibirnya. Darah mengalir deras. Dia menatap pasukan kavaleri Divine Halls di atas jalan kota Yangzhou, dan tokoh-tokoh itu gemetar kesakitan di bawah obor. Dia merasa seperti anjing gelandangan yang tidak berani menggonggong.

Dia berbalik dan merangkak seperti anjing menuju jantung kegelapan. Dia berdarah saat dia merangkak. Tapi dia harus keluar dari Prefektur Qinghe dan melaporkannya ke tentara Tang di seberang Ngarai Verdant. Dia harus memberi tahu Ning Que bahwa rencana Akademi telah gagal, dan memberi tahu Chang’an bahwa perang telah diluncurkan.

Ning Que tidak mengharapkannya. Dia tidak menduga Balai Divine akan meluncurkan serangan mendadak dalam kondisi seperti itu. Rencana mereka, dan orang-orang muda yang mereka kumpulkan di Prefektur Qinghe hilang.

Namun, saya akan kembali. Pada hari saya kembali, tumit besi kami akan menghancurkan ladang beku. Obor akan menyala di seluruh manor di sepanjang Sungai Fuchun. Jiwa-jiwa heroik dari orang-orang muda yang dikorbankan itu akan dirayakan dengan upacara peringatan yang luar biasa. Wang Jinglue merangkak menuju kegelapan, meninggalkan obor di Kota Yangzhou.

Salju yang tak terduga jatuh ke kematian anak muda. Itu juga menimpa dirinya, anjing gelandangan.

…

…

Jalan paling lurus di Kota Yangzhou diterangi hari oleh obor.

Sebuah sedan suci bergerak perlahan sementara selusin pelayan melemparkan kelopak ke langit. Kelopak bunga bercampur dengan salju yang jatuh dan jatuh ke tanah, murni, dan sakral.

Salju menari-nari ditiup angin dan mengangkat kain kasa yang tergantung di sedan. Hengmu Liren yang tidak bersalah sedang duduk di dalam.

Di sepanjang jalan, puluhan ribu orang dari Kota Chaoyang berlutut. Para pemimpin klan di Prefektur Qinghe juga berlutut. Tidak ada yang berani menatap wajahnya.

Malam ini di Kota Chaoyang, perburuan dan pembunuhan dilakukan di mana-mana. Darah mengalir ke celah-celah di batu dan Sungai Fuchun. Itu adalah malam paling berdarah sejak pemberontakan bertahun-tahun yang lalu.

Banyak anak muda yang setia pada Chang’an terbunuh malam ini. Itu belum ditemukan pasti akan menjadi lebih tenang setelah menyaksikan adegan berdarah.

Hengmu Liren hanya melakukan satu serangan malam ini dan menewaskan lebih dari sepuluh tokoh kuat dari Institut Tianshu Tang. Tangannya berlumuran darah. Dan dia bertekad untuk menumpahkan darah di mana-mana di Prefektur Qinghe. Namun, dia masih tampak tenang dan polos. Dia bukan Imam Besar Agung dari West-Hill, tetapi dia tidak kurang otoritas dan hormat.

Dia adalah hadiah dari Haotian ke dunia manusia. Sebagai perwakilan dari Haotian, ia melakukan perjalanan di sedan suci melalui kelopak menari dan kepingan salju, memanjakan diri dengan kagum dan cinta biasa. Dia sangat menikmatinya.

Perang dengan Tang akhirnya diluncurkan. Mungkinkah orang yang disebut Ning Que masih bisa tetap tenang di Chang’an?

Ning Que, kapan kamu datang? Kapan kamu datang ke saya? Datang untuk berkelahi dengan saya, dan dibunuh oleh saya.

Dalam cahaya obor salju bersinar seperti bubuk putih atau bunga willow terbang di musim semi.

Hengmu Liren melihat melalui badai yang meraung, melintasi Verdant Canyon dan menuju Chang’an. Dia tersenyum sementara dia berpikir begitu.

…

…

Dataran Tengah tertutup salju. Dari Gunung Peach ke Kota Chaoyang, salju menumpuk lebih tipis atau lebih tebal. Nanti akan ada salju di Song, salju yang akan membuat sejarah. Tapi sebelum itu, badai yang meraung berhari-hari di padang rumput tiba-tiba berhenti. Awan hilang. Dan bulan yang cerah bersinar.

Di utara Kota Wei, ribuan yurt dibongkar dan ternak digiring. Prajurit Pengadilan Kerajaan Suku Emas sedang menyelesaikan pelana mereka, dan puluhan ribu kavaleri elit akan berangkat. Itu sangat besar tapi sunyi, membuat pemandangan mengesankan kecuali untuk tetangga yang gelisah secara acak.

Menjadi kekuatan paling kuat di utara, Pengadilan Tinggi Suku Emas telah memenangkan serangkaian pertempuran dengan Tang selama beberapa tahun terakhir. Mereka sudah cukup bangga dan puas. Tapi kali ini berbeda.

Malam ini, Pengadilan Kerajaan Suku Emas akan bermigrasi ke selatan. Bermigrasi berarti menginvasi. Itu juga berarti peluncuran pertempuran yang menentukan. Mereka akan berperang vital melawan Kekaisaran Tang yang telah memerintah dunia selama seribu tahun. Itu bahkan membuat prajurit paling sombong di Pengadilan Kerajaan Suku Emas merasa gugup.

Pasukan pertama yang meninggalkan Wei ke selatan adalah kelompok kereta yang sangat biasa. Ada selusin gerbong dengan sedikit orang dan persediaan. Mereka tampak cukup santai. Tetapi untuk Pengadilan Suku Emas, itu adalah pasukan yang paling penting.

Tiga belas imam besar dari padang rumput duduk di dalam gerbong mereka, dengan kalung kerangka tergantung di dada mereka. Kerangka itu tampak seperti batu giok putih murni yang bersinar di bawah sinar bulan.

Master nasional mengenakan rosario kayu sederhana, sesederhana pakaian dan penampilannya. Dia tersenyum pada bulan yang cerah di luar. Tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan.

Untuk dunia kultivasi di Dataran Tengah, dia adalah seorang barbar. Meskipun Pengadilan Kerajaan Suku Emas telah dikonversi ke Taoisme Haotian, ia dan para imam itu masih orang luar dari dunia kultivasi tradisional. Tetapi ini tidak akan pernah bisa memengaruhi kekuatan atau sentimennya. Dia merindukan bulan yang cerah dan mengalami kehidupan orang-orang di selatan. Dia ingin mengunjungi Chang’an dan Akademi. Dan tentu saja dia lebih suka tidak pergi begitu dia ada di sana.

A Da muda itu juga memandangi bulan. Langit tampak sangat bersih setelah berhari-hari badai. Malam di padang rumput sangat sunyi. Dan bulan tampak lebih cerah dan lebih besar dari sebelumnya. Berbeda dari master nasional, A Da tidak banyak berpikir. Dia menemukan cahaya bulan sedikit menyilaukan karena itu dia menyipit dan tidak bisa menyembunyikan ketidaksabaran di wajahnya yang polos.

Seluruh Pengadilan Kerajaan Suku Emas akan berangkat ke selatan bersama dengan puluhan ribu kavaleri. Chanyu tegas dan cepat. Tapi A Da menginginkannya lebih cepat. Dia ingin membunuh jenderal Tang Hua Ying, untuk menghancurkan kavaleri terakhir Tang, dan untuk mengklaim otoritasnya pada setiap bagian dari padang rumput dari Dataran Xiangwan ke Prefektur Hebei.

Selama proses itu, dia akan menunggu panah besi bersama dengan orang-orang di gerbong. Dia mengharapkan Yu Lian dan panah itu. Dan dia ingin membunuh orang itu.

Mengapa? Karena dia ingin melakukannya. Dia ingin membalas dendam pada Ning Que dan mengalahkan Akademi legendaris. Dia pikir wasiatnya adalah kehendak Tengri.

…

…

Belum turun salju di ibukota Song.

Sudah ada jalan buntu lama di alun-alun. Ribuan pengikut Arus Baru menatap dengan cemas pada jumlah yang sama dari para imam dan kavaleri ilahi. Mereka semua kelelahan.

Sebuah obor menyala di panggung tinggi dan meringankan sudut tempat Ye Su duduk. Dia merenung diam-diam atas komentar yang diletakkan di atas meja. Chen Pipi duduk di tumitnya diam-diam di sebelahnya.

Tang Xiaotang dan selusin murid dari Sword Garret berdiri diam di depan panggung tinggi. Mereka tidak tahu berapa lama mereka bisa terus berjuang. Mereka juga tidak bisa pergi. Karena itu mereka hanya bisa menunggu.

Xiaoyu dari Laut Selatan tidak bahagia karena meskipun dia mewakili Taoisme, dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu ketika suara bel naik di kuil pada saat yang sangat penting.

Menunggu? Untuk apa? Apakah Haotian akan menunjukkan belas kasihan kepada para pengkhianat ini? Atau apakah Ning Que dapat meyakinkan Dekan Biara untuk melepaskan Ye Su dan pengikut Arus Baru?

Tidak ada yang tahu apa yang mereka tunggu. Perintah untuk membunuh atau menyambut perdamaian? Orang-orang yang tahu tentang pembicaraan damai semua merasa bahwa mereka telah menunggu terlalu lama. Hanya Long Qing yang tahu apa yang ditunggu-tunggu oleh West-Hill. Mereka tidak menunggu Dean Biara diyakinkan atau tidak diyakinkan oleh Ning Que, atau hasil dari pembicaraan damai, atau bahkan perintah dari Haotian. Mereka menunggu kematian seseorang. Atau, berita kematian. Berita kematian Ye Hongyu, atau kematiannya, adalah debut perang.

Taoisme tidak akan pernah bisa membawa Ye Su selama Imam Agung Penghakiman muda itu masih hidup.

Long Qing mengetahuinya tetapi tidak peduli. Karena dia tahu pasti akan datang. Baik malam ini atau besok pagi, berita kematiannya akan datang.

Dia masih memotong dan menumpuk kayu bakar seperti yang dia lakukan pada hari itu. Dia mengumpulkan tandan dan menumpuknya di tengah halaman, begitu hati-hati seolah-olah dia sedang mengerjakan sebuah karya seni.

Di sisi lain tembok, puluhan ribu orang bertarung dengan sengit. Sementara di sisi ini dia membuat tumpukan kayu bakar. Karena dia tidak terburu-buru, dia membuat setumpuk besar kayu bakar. Dia bahkan punya waktu untuk mengambil dan menempatkan kayu bakar tertipis, paling kering dan terbaik di atas, sambil meninggalkan tandan basah di bagian bawah. Tumpukan besar kayu bakar menutupi beberapa meter persegi seolah-olah itu adalah makam raja. Atau bisa juga berupa makam bagi orang bijak. Di atas tumpukan kayu bakar, ada dua pasak yang didirikan seperti seseorang, atau salib. Di pasak ada beberapa tali. Tali dan pasak dimaksudkan untuk mengikat, sedangkan kayu bakar untuk membakar.

Waktu berlalu dengan lambat. Kegelapan berangsur-angsur menghilang dan langit berubah cerah. Di sisi lain tembok, para pengikut Aliran Baru menyanyi bersama-sama seolah-olah itu bisa menghilangkan frustrasi mereka dan juga rasa takut.

Long Qing mendengarkan nyanyian bersatu di luar dan mengikuti mereka dengan nada berirama, seolah-olah dia sedang bernyanyi. Dia tidak pernah berhenti mengambil kayu bakar, dengan serius dan tenang.

Topeng perak tergantung di pinggangnya. Dia tidak memakainya hari ini. Bekas luka di wajahnya tidak memudar tetapi tidak lagi tampak menakutkan karena alasan tertentu. Pupil abu-abunya tampak lebih menawan di wajahnya yang tampan.

Mendengarkan nyanyian berulang di luar, Long Qing terus menambahkan kayu bakar tipis ke tumpukan di bawah sinar matahari yang lebih cerah. Tiba-tiba dia berhenti.

“Kita, diri kita sendiri, adalah jalan, kebenaran dan nasib.” Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke dinding ke arah timur, ke suatu tempat matahari terbit atau beberapa bangunan. Dia terus mengatakan kata-kata itu sambil merenungkan.

Itu adalah ibukota Song. Meskipun tidak setenar Linkang, belum lagi Chang’an, kota yang sangat berarti bagi Taosim.

Ada kuil Taoisme paling kuno di bumi. Banyak Pendeta Ilahi Agung dari Balai Ilahi West-Hill lahir di sini. Orang-orang dari Biara Zhishou berhubungan dekat di sini.

Dekan Biara, Tuan Chen juga berasal dari sini.

Lagu itu adalah salah satu asal usul Taoisme, dan wilayah yang paling konservatif. Itu juga mengapa Ye Su memilih untuk mengajar New Stream dan membangun markasnya di sini. Dia ingin mencari cahaya dari yang paling gelap.

Sementara dia merenung di sana terdengar bunyi bel dari kejauhan. Itu dari kuil Tao di Song. Long Qing serius. Ketika dia melihat asap putih muncul dari kuil, dia membenarkannya. Lonceng khusyuk berbunyi dan asap putih membumbung, keduanya mengkonfirmasi satu hal.

Seorang Pendeta Ilahi yang Hebat telah meninggalkan Ruang Ilahi di West-Hill dan kembali ke Kerajaan Ilahi Haotian. Ye Hongyu sudah mati. Imam Agung Penghakiman Ilahi yang termuda sepanjang sejarah Taoisme telah meninggal dunia.

Long Qing berdiri di dekat dinding dan menyaksikan asap putih menghilang ke langit. Dia ingat wanita yang sudah meninggal itu dengan sentimen yang rumit dan tetap diam.

Dia dan dirinya sama-sama dari Revelation Institute. Mereka berdua bertugas di Departemen Kehakiman dan dia hanya memeringkatnya. Dia adalah putra suci West-Hill sementara dia adalah Tao Fanatic yang tiada taranya. Dia selalu lebih rendah darinya.

Ketika dia memilih untuk menukar Taoisme dengan kekuasaan dan menjadi hantu yang berkeliaran, dia sudah duduk di Kursi Langit Hitam Surgawi, kursi yang selalu dinanti-nantikannya.

Dia selalu menjadi pecundang di depan Ye Hongyu, sama seperti dia di depan Ning Que.

Di hari-harinya yang paling mulia ia masih merasa rendah diri dengan Ye Hongyu di alam bawah sadarnya, atau bahkan takut padanya. Karena itu ketika mereka melakukan perjalanan melalui dunia ilusi di Back Hill of Academy ia menikam Lu Chenjia di depannya. Dia melihatnya dan Ye Su sebagai hambatan terbesar dalam kultivasinya.

Hari ini dia akhirnya selesai. Tapi Long Qing merasa kesal daripada gembira. Mungkin itu karena dia belum selesai olehnya.

Tidak mungkin dia bisa mengimbangi iba. Sayang sekali.

Tapi untungnya Ye Su masih hidup. Dia masih punya kesempatan untuk membakarnya.

…

…

Suara lonceng khidmat datang ke alun-alun dan ke telinga ribuan pengikut Arus Baru, serta para imam ilahi dan diaken. Itu menghilangkan frustrasi dan kecemasan mereka, dan menarik perhatian mereka ke bait suci.

Dari sana sebentar asap muncul, sangat murni.

Itu sangat mematikan. Menjadi saleh atau taat kepada Haotian, mereka semua tahu apa artinya. Semua orang dari pengikut Arus Baru ke diakon aula, bahkan pasukan kavaleri Song dibungkam oleh asap putih. Mereka tertegun.

Jika berada dalam situasi yang berbeda, orang akan berlutut pada asap dan erangan putih itu. Tapi bukan asap putih yang berarti sesuatu yang lain, sinyal untuk peluncuran perang.

Xiaoyu mengangkat pedangnya yang Tao dan menunjuk ke arah orang-orang di atas panggung.

Di belakangnya, puluhan pembudidaya Tao yang kuat bersama dengan lebih banyak imam ilahi dan diakon berkerumun ke alun-alun sementara semakin banyak kavaleri Song mengalir dari jalan-jalan di sekitarnya.

Bilah pedang yang bergoyang menuju pengikut New Stream yang tak berdaya. Mereka menekan lebih dekat dan mencoba mundur. Ancaman kematian menarik mereka kembali ke kenyataan dari keterkejutan oleh asap putih.

Ye Su duduk di belakang meja dengan tangan kanannya diletakkan di buku. Dia berbalik ke samping dan menatap asap putih yang tersisa dalam keheningan panjang. Baik musuh yang mendekat maupun orang-orang yang mati di sekitarnya tidak bisa menarik perhatiannya.

Kakaknya meninggal, karena dia.

Dia telah keras atau bahkan kejam padanya selama lebih dari sepuluh tahun karena Chen Pipi dan apa yang terjadi bertahun-tahun yang lalu. Tapi dia memperlakukannya sama sejak mereka masih kecil. Dia adalah yang paling baik padanya di dunia ini. Orang itu, sudah pergi. Ye Su terdiam.

“Kamu harus pergi.” Dia berbicara lagi setelah jeda yang lama, “Jika tuan menginginkan saya mati, saya akan menjadi. Ini akan baik-baik saja selama kamu selamat. ”

Memang, hidup lebih baik daripada mati.

Dia merasa kesal melihat asap putih.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–