Nightfall Chapter 1108

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 1108: Bulan Cerah Di Langit (I)

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Hujan di kota sudah lama berhenti. Namun, langit di atas kota masih mendung.

Panah Baja menembus tepat ke tanah. Tidak ada yang tahu berapa lama sampai akhirnya berhenti. Meskipun gempa yang meluas ke tanah sangat minim, lapangan di luar kota mulai bergetar dengan kuat. Pohon muda yang layu bergetar sementara air tumpah dari sungai. Gempa telah menyebar ke kota, menyebabkan rumah-rumah yang sudah usang runtuh.

Saat berikutnya, gempa tampaknya telah memengaruhi langit malam, membuat kegelisahan dan awan tebal. Sama seperti air mendidih, air itu mendidih secara terus-menerus tanpa ada tanda-tanda penyebaran, menyerupai wajah manusia yang menderita.

Seiring dengan gempa bumi, tubuh Drunkard membusuk dengan cepat. Atau lebih tepatnya, tubuhnya dikremasi karena berubah menjadi abu seperti pasir. Kemudian, itu tertiup angin dan menghilang ke langit malam.

Melihat adegan ini, Ning Que mengingat fenomena alam yang terjadi bertahun-tahun yang lalu ketika ia membuka Volume Cerah The Tomes of Arcane di gurun. Saat itulah dia menyadari apa arti pembunuhan si pemabuk itu bagi dunia.

Namun, dia bingung dan gagal menemukan alasan mengapa tubuh Drunkard berubah menjadi abu seperti pasir. Sangsang adalah satu-satunya orang yang tahu apa yang sedang terjadi. Sejak dahulu kala, si Pemabuk sudah mengalahkan manusia normal. Dengan kata lain, dia bukan lagi manusia.

Pemabuk itu tidak pernah menjadi seorang kultivator biasa, ia adalah seorang Kultivator Agung. Bahkan, Kepala Sekolah Akademi, Buddha, Ke Haoran, Dekan Biara, atau gelar lain apa pun dengan peringkat yang sama, bahkan Grand Cultivator tidak cukup untuk menggambarkannya.

Dia datang dari tempat yang jauh di samping Jagal. Mereka tiba di dunia ini sebelum Buddha melakukannya. Mulai dari Kepala Sekolah Akademi dan Dekan Biara dari ribuan tahun yang lalu hingga Ke Haoran dari puluhan tahun yang lalu, mereka semua adalah juniornya. Dia dan si Jagal adalah yang sebenarnya, mereka bahkan harus disebut sebagai legenda. Dia telah hidup selama bertahun-tahun yang tak terhitung jumlahnya dan tampaknya akan berlangsung selamanya.

Tapi malam ini, dia meninggal.

Pria itu, yang dianggap abadi, sudah mati, menyiratkan bahwa tidak ada yang pasti antara hidup dan mati. Ning Que tidak menghabiskan waktu dan energi ekstra untuk memikirkan insiden ini. Dia berjalan menuju Chao Xiaoshu secara langsung, lalu mengarahkan pandangannya pada Sangsang.

Pedang yang dipinjam oleh Liu Bai telah menembus tubuh Chao Xiaoshu. Ini adalah jebakan yang dibuat oleh Akademi bertahun-tahun yang lalu. Sudah diketahui bahwa Chao Xiaoshu pasti akan mati begitu jebakan itu dipicu. Namun, karena tidak ada yang pasti antara hidup dan mati, tidak pasti bahwa Chao Xiaoshu akan mati. Ning Que berpikir, aku akan benar-benar percaya bahkan jika itu ditakdirkan juga.

Pada saat ini, dia sama sekali tidak percaya pada nasib karena Sangsang berdiri tepat di sebelahnya.

“Bisakah dia disembuhkan?” Ning Que bertanya pada Sangsang. Dengan pandangan sekilas, dia bisa menyembuhkan Kepala Sekolah Akademi, yang terluka oleh Ning Que, dan Ning Que, yang terluka parah oleh Sangsang. Demikian pula, dia menyembuhkan Xiong Chumo yang lumpuh karena tangannya patah. Terlepas dari tingkat keparahan luka-luka itu, dia mampu memulihkan mereka sepenuhnya hanya dengan melihat. Meskipun dia tahu bahwa Sangsang, dengan kemampuannya saat ini, tidak ada yang dekat dengan Haotian, dia masih memiliki harapan yang tinggi terhadapnya.

“Ini akan sulit untuk diobati bahkan dengan kemampuanku sebelumnya.” Sangsang berjalan menuju tangga batu yang retak untuk melihat Chao Xiaoshu yang berlumuran darah. Dia berkata tanpa ekspresi, “Terus terang, serangan Liu Bai dengan pedang yang tajam terlalu merusak. Chao Xiaoshu terluka parah. ”

Ning Que tetap diam. Dia memegang tangan Chao Xiaoshu saat matanya berkabut karena kesedihan. Dengan wajah pucat, Chao Xiaoshu menatapnya saat dia berusaha untuk tersenyum0. Dia tidak punya niat untuk meninggalkan kata-kata terakhirnya sebelum dia meninggal. Selama The Tang dan Akademi dapat mengklaim kemenangan tertinggi, dia percaya bahwa segala sesuatu dan semua orang yang dia khawatirkan akan diurus demi kepentingan terbaik. Karena itu, mengapa dia tidak yakin?

Pada saat ini, Sangsang berbicara. “Tapi sekarang aku tahu bagaimana menyembuhkannya.”

Ning Que bingung dengan pernyataannya.

Sangsang dengan lembut membelai luka mengerikan di dada Chao Xiaoshu. Cahaya terang samar-samar bersinar dari luka. Kantung benang dan jarum muncul entah dari mana dari tangan kanannya. Dia berkata dengan tenang, “Saya lebih berpengalaman untuk mengobati cedera jenis ini sekarang.”

Dia benar. Di kuil Tao yang terletak di ibu kota Kerajaan Song, perutnya juga dibelah oleh pedang. Dia kemudian berhasil menyembuhkan dirinya sendiri. Dia memang sangat berpengalaman di bidang ini.

…

Que Ning menatap benang dan jarum yang zig-zag di dada Chao Xiaoshu. Tiba-tiba, dia teringat saat Sangsang meninggalkan Kota Wei bertahun-tahun yang lalu dan khawatir bahwa perampoknya tidak akan setara dengan para wanita di Kota Chang’an. Sedikit dia tidak tahu bahwa Sangsang juga mengalami kenangan yang sama kemarin di kuil Tao.

Chao Xiaoshu masih terlihat pucat, tetapi napasnya menjadi lebih tenang sebelum akhirnya tertidur. Que Ning akhirnya merasa nyaman. Tidak dapat menahan siksaan fisik dan mental yang ekstrem seperti itu lagi, ia duduk di tanah yang basah.

Baru sekarang dia memperhatikan bahwa kuda hitam besar itu membawa dua keranjang bambu di kedua sisi pelana. Secara bersamaan, ia menyadari bahwa meskipun pinggang Sangsang tidak setebal ketika ia bertemu dengannya di Snow Domain meskipun wajahnya masih gemuk.

Kuda hitam besar berjalan ke arahnya dan mengangkat kuku depannya untuk memberinya pandangan yang lebih jelas.

Dia memandangi dua bayi yang tidur nyenyak di keranjang. Setelah beberapa saat, Ning Que kembali tenang. Entah bagaimana, dadanya dipenuhi kehangatan dan dia merasa agak riang.

Pemabuk itu sudah mati. Namun, Saudara Kedua Chao masih hidup. Sangsang melahirkan kedua anaknya. Tidak ada reinkarnasi yang ditakdirkan antara hidup dan mati. Rupanya, hidup dipenuhi dengan saat-saat teror dan kebahagiaan.

…

Setelah Ning Que memastikan bahwa Chao Xiaoshu aman, Ning Que, tanpa basa-basi lagi, meninggalkan kota di punggung kuda hitam besar bersama Sangsang. Seperti kilatan cahaya, mereka melarikan diri ke Kota Tuyang di barat. Kota Tuyang adalah pangkalan militer pasukan perbatasan timur laut Great Tang. Ada Array Transmisi di sana dan menyediakan jalur yang lebih cepat ke Chang’an.

Di tengah malam, ketika langit paling gelap, sebuah rumah tidak mencolok, yang terletak di belakang rumah Jenderal, memancarkan sinar cahaya yang jelas. Nafas Surga dan Bumi terganggu. Tak lama, itu kembali ke ketenangannya lagi.

Saat berikutnya, lingkaran cahaya jernih terpancar dari salah satu bangunan kecil yang biasa-biasa saja di dalam istana Chang’an juga. Nafas Surga dan Bumi bergerak bebas seperti awan dan ukiran hewan yang waspada di atap istana memandang ke arah itu.

Para penjaga istana kekaisaran dan para pejabat Institut Tianshu bergegas ke gedung begitu mereka khawatir. Mereka yakin bahwa Array Transmisi diaktifkan. Namun, tidak ada yang ditemukan dan mereka bingung. Setelah beberapa saat, Li Yu mengantar kaisar muda, yang baru saja bangun, ke gedung itu. Ketika mereka melihat panah yang patah, mereka secara samar-samar dapat menyimpulkan apa yang telah terjadi. Ketegangan terus-menerus yang mereka hasilkan dari pertempuran itu langsung terbebaskan.

Ning Que kembali.

…

Tengah malam biasanya adalah saat terindah di House of Red Sleeves. Karena perang yang sedang berlangsung, para wanita dari rombongan lagu-dan-dansa telah mengikuti Kelompok Apresiasi Militer ke medan perang untuk menghibur para prajurit. Selain itu, di bawah pengawasan ketat Shangguan Yangyu, baik pejabat kaya maupun pengusaha tidak berani mengunjungi Rumah Lengan Merah. Karena itu, tempat itu menjadi sangat sunyi.

Munculnya seekor kuda hitam besar yang luar biasa tampan dan seekor anjing hijau yang lesu di luar House of Red Sleeves membangkitkan rasa ingin tahu publik. House of Red Sleeves menjadi tuan rumah bagi pelanggan malam ini? Dua pelanggan memang mengunjungi House of Red Sleeves hari ini. Tapi, rupanya, mereka tidak ada di sini untuk tujuan rekreasi.

Di kamar di lantai paling atas, Nyonya Jian dan Xiaocao masing-masing menggendong bayi dengan emosi yang kompleks. Itu pemandangan langka melihat orang tua yang meninggalkan bayi mereka yang baru lahir.

Ning Que dan Sangsang berdiri di depan rumah di samping Danau Yanming, tepatnya tepi danau. Berdiri di depan osier botak, mereka menatap danau yang tertutup salju tanpa kata.

Sudah lama sejak mereka terakhir di sini. Mereka kembali ke tempat yang biasa mereka sebut rumah, tidak bermaksud untuk mengenang masa lalu, tetapi untuk merenungkan sesuatu yang lebih penting.

Ning Que memegang Core Vajra dari Array of the Array yang menakjubkan di tangannya. Menyerupai seorang wanita tua, Sangsang berdiri di sampingnya dengan tangan di punggungnya seolah-olah dia sudah sangat akrab dengan dunia manusia setelah bertahun-tahun.

“Tetap saja … aku tidak bisa menulisnya,” katanya.

Sangsang berbalik untuk meliriknya. Dia tidak bisa menyimpulkan jika dia benar-benar tidak bisa menulisnya, atau hanya menolak untuk menulisnya. Terlepas dari telepati mereka, dia gagal mencari tahu pikirannya.

Ini terlalu rumit.

“Tiba-tiba, saya agak merindukan Long Qing,” Ning Que berbicara lagi.

Hingga taraf tertentu, Long Qing adalah pemeran utama pria kedua dalam versi cerita Ning Que. Tapi, berbeda dari cerita-cerita lain, dia tidak terikat secara emosional dengan Long Qing. Secara alami, dia tidak akan berbagi simpati dengan Long Qing. Dia hanya mengingat kembali realisasi dirinya, yaitu segala sesuatu yang relevan dengan kata agung, sebelum Long Qing meninggal di tepi Sungai Mad.

Tindakan membuang Chao Xiaoshu yang terluka parah ke keponakannya yang tidak bisa diandalkan dan meninggalkan bayi-bayinya di rumah bordil itu tidak berarti bahwa Ning Que tidak bertanggung jawab. Dia terburu-buru untuk kembali ke Chang’an hanya untuk menulis kata itu.

Tapi, kata itu terlalu agung. Begitu megah sehingga bahkan dengan bantuan Array yang menakjubkan oleh Allah, masih akan sangat sulit untuk menulis. Kata itu menyebar begitu jauh hingga Wilderness Barat, pantai laut tenggara, atau bahkan Laut Salju di Kutub Utara, yang terletak lebih jauh, tidak dapat mencapainya.

Seseorang dapat menjangkau sejauh apa pun pikirannya. Tapi, tidak ada yang pernah mempertimbangkan fakta bahwa pikiran itu sangat abstrak. Ini akan menjadi pekerjaan yang sulit untuk membuat pikiran bepergian jauh.

Ning Que mengingat mimpi yang dia miliki bertahun-tahun yang lalu, mimpi yang dia miliki ketika dia berada di Negara Kesadaran Awal. Dia melihat lautan dalam mimpinya. Sangsang berada di pelukannya ketika dia bermimpi.

Dia mungkin bisa mengirim Psyche Power-nya ke setiap sudut dunia jika Sangsang ada di sana untuk membantu. Namun, bagaimana ia harus meminta bantuan Sangsang?

Sangsang berbalik. Bangku yang terbuat dari osiers muncul entah dari mana. dia menatapnya sementara dia bertanya, “Apakah kamu pikir anak-anak kita akan suka ini?”

Ning Que berkata, “Saya sangat menyukainya. Saya yakin mereka juga akan menyukainya. ”

Sangsang menatapnya dalam diam sebelum dia berkata dengan tiba-tiba, “Apa yang kamu katakan di pondok kayu kecil itu?”

Setelah jeda singkat, Ning Que menjawab, “Saya mengatakan bahwa … tidak wajib untuk melakukannya.”

Sangsang berkata, “Namun, Anda ingin menulis kata.”

Ning Que menjawab, “Ya.”

Sangsang menatap langit malam.

Chang’an bersih dari salju dan hujan malam ini. Ada bulan yang cerah di langit.

“Aku akan menulis kata … bahkan jika aku harus mengorbankan hidupku untuk itu.”

“Aku tidak pernah setuju dengan ini.”

Sangsang melanjutkan, “Saat ini, saya tidak tahu bagaimana membantu Anda meskipun saya mau membantu.”

Ning Que berbicara, “Saya mengerti.”

“Dan? ”

“Itu saja.”

Ning Que menatapnya dan berkata, “Tidak ada yang berhak menuntut pengorbanan Anda bahkan jika itu untuk umat manusia. Selain itu, saya adalah orang yang paling tidak memenuhi syarat untuk meminta bantuan Anda. Karena itu, tidak ada lagi yang bisa saya katakan. ”

Tatapan Sangsang mendarat di tangannya. Dia memperhatikan bahwa dia memegang Inti Vajra dari Array begitu erat, sampai-sampai buku-buku jarinya memucat.

Dari sudut pandang Ning Que, Chang’an adalah tempat yang aman. Dekan Biara tidak akan bisa mengambil tindakan apa pun meskipun dia tiba di Chang’an. Namun, pertempuran belum berakhir. Kemenangan terakhir, yang akan mendarat di Biara Dean, Kakak Sulung, atau West-Hill, sangat penting.

Dia tampak tenang. Tetapi, pada kenyataannya, dia diliputi kegelisahan.

…

Awan di atas kota berputar dengan gelisah, menyerupai wajah manusia yang sedih. Wajah itu menatap bumi, mempelajari setiap sudut dunia manusia. Jadi, setiap orang yang bisa melihatnya, melihatnya.

Dengan ribuan kaki di antara mereka, Biara Dean dan Kakak Sulung berdiri di tebing di luar kota Helan. Kemeja hijau mereka usang dan gaun katun mereka bernoda darah. Dua hari dan satu malam sudah cukup untuk banyak hal terjadi.

Tidak ada saksi atau penjaga catatan untuk pertempuran di tebing. Kalau tidak, itu pasti akan peringkat sebagai salah satu dari lima pertempuran dalam sejarah dalam hal level dan intensitas.

Biara Dean memandangi awan di selatan itu. Setelah keheningan yang berkepanjangan, ia berbicara, “Pemabuk itu benar-benar mati.”

Insiden itu dianggap mustahil bahkan untuk Biara Dekan. Dia juga agak terkejut dengan kematian si pemabuk.

Tanpa berkata apa-apa, Kakak Sulung mengikuti pandangan Biara Dean.

Dekan Biara menoleh kepada Kakak Sulung dan berkata, “Mereka telah kembali ke Chang’an. Anda tidak perlu menghentikan saya lagi. ”

Kakak Sulung mengangkat tongkat kayu dengan tenang dan meletakkannya di depan alisnya. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun tetapi niatnya jelas disampaikan.

Ning Que dan Sangsang telah kembali di Chang’an setelah mereka berhasil mengatasi semua rintangan. Karena Biara Dekan tidak dapat memasuki Chang’an, itu hanya masuk akal baginya untuk berhenti mempertaruhkan nyawanya untuk menghalangi Biara Dekan.

Biara Dean bertanya, “Apa yang kamu lakukan?”

Saudara Sulung menjawab, “Guru telah membaca Tujuh Tom of Arcane.”

Biara Dean terdiam sesaat dan berkata, “Tampaknya, kamu tahu rencanaku.”

Kakak Sulung menjawab, “Lebih penting lagi, saya tahu bagaimana Anda ingin menjalankannya.”

Arti kalimat itu tidak sejelas tongkat kayu di depan alisnya. Namun, jika seseorang mempelajari kata-katanya secara terperinci, seseorang dapat mengetahui pesan tersembunyi namun penting dalam jawabannya.

Chang’an mungkin bisa membantu dalam kemenangan Ning Que melawan Biara Dekan, tetapi itu tidak bisa menghentikan Biara Biara dari menyambar karakter ilahi Sangsang. Kepala Sekolah Akademi telah mempelajari Tujuh Jilid Buku Langit dan memahami bahwa ada alasan di balik setiap rahasia Taoisme.

Biara Dean berdiam dalam pikirannya sebelum menghilang.

Kemudian diikuti oleh hilangnya Kakak Sulung.

Tebing yang menyaksikan pertempuran antara dua manusia terkuat yang hidup tetap diam.

…

Jika seseorang terus menerus menuju utara, seseorang akhirnya akan tiba di dasar Gunung Salju tidak peduli dari sisi mana dunia ini pergi. Gunung Salju adalah gunung tertinggi di dunia. Beberapa tahun yang lalu, gunung itu terbelah menjadi dua oleh meteorit yang jatuh yang melaju dengan kecepatan rendah. Meskipun bagian atas telah jatuh ke lautan gelap di belakang Snow Mountain, tetapi itu tetap sebagai gunung tertinggi di dunia.

Tidak diragukan lagi, Gunung Salju adalah yang tertinggi di antara semuanya. Demikian pula, Dean Biara dan Kakak Sulung tidak diragukan lagi yang terkuat di antara semua. Oleh karena itu, itu adalah pilihan yang paling cocok untuk memilih tempat ini sebagai cincin pertempuran terakhir mereka.

Bintang-bintang dari langit berkilauan di pedang Abbey Dean ketika dia berjalan menuju Kakak Sulung. Bintang-bintang di langit malam itu indah dan mempesona, begitu pula pedangnya. Tidak ada yang tahu dari mana pedang itu dibuat.

Kakak tertua juga tidak bisa mengidentifikasi bahan pedang. Karena itu, tanpa melihat pedang, dia hanya menyerang ke depan dengan tongkat kayunya. Dengan disiram, tongkat kayu itu tiba di depan Biara Dean.

Dengan blok dari Natural Stream Magical Finger, bintang-bintang di langit bergeser bersama dengan pedang dan menghentikan serangan ganas. Satu bintang terpisah dari langit malam dan jatuh di tangan Kakak Sulung yang memegang tongkat kayu. Segera, darah segar keluar dari tangannya.

Tongkat itu diblokir, tetapi masih bergerak maju.

Dengung bergema pelan.

Tongkat rambut hitam di antara rambut Biara Dean rusak kemudian.

Rambutnya jatuh ke pundaknya dan berkibar di sepanjang angin musim dingin.

Dia memandang Kakak Sulung sambil memuji, “Li Manman, tidak ada yang akan mengatakan bahwa kau lambat lagi.”

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–