Nightfall Chapter 203

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 203: Memotong Salju (Bagian 2)

Penerjemah: TransN Editor: TransN

Bhikkhu itu tidak sabar untuk menghancurkan tongkatnya menjadi Kucing Gadis dan mengubahnya menjadi bubur dan masih ingin berteriak bahwa Buddha itu baik hati. Itulah sebabnya Ning Que mengatakan bahwa dia tampaknya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kebajikan saat dia memegang podao di leher biksu itu.

Kulit di leher biksu itu bergetar di bawah bilahnya. Dia melihat pakaian Ning Que karena terkejut dan berkata dengan suara serak, “Kau Tang?”

Ning Que mengangguk.

Biksu itu memaksa dirinya untuk tenang. Dia melihat ke sisi lain dari pedang itu dan berkata, “Apa yang telah kamu lakukan disebut serangan diam-diam.”

Ning Que tidak menatapnya, tetapi pada kepingan salju yang mendarat di bilah dan berkata, “Jika Anda berkata begitu.”

Bhikkhu itu tidak mengharapkan jawaban ini dan tertegun kehabisan kata-kata. Wajahnya yang gelap di bawah topi bambu menegang karena marah. Dia berkata, “Apakah Anda tidak masuk akal?”

Ning Que tersenyum padanya. “Kamu juga tidak masuk akal.”

Biksu itu terdiam.

Ning Que menatapnya dan bertanya, “Bagaimana kita akan mengakhiri ini?”

Mata bhikkhu itu sedikit cerah. Dia berkata, “Saya tidak puas. Ayo kita coba lagi. ”

Gadis Kucing yang mendengarkan percakapan dari samping berkata dengan sinis, “Apakah kamu tidak merasa malu? Anda adalah orang yang melakukan serangan diam-diam, tetapi mengatakan bahwa kami merangkak pada Anda. Mengapa kami harus bertarung lagi? ”

Ning Que sepertinya tidak mendengarnya. Dia memindahkan podao dari tenggorokan biarawan itu. Dia bergerak mundur agak jauh dari biarawan itu.

Bhikkhu itu menatapnya diam-diam sebelum melepaskan topi bambu dengan tangan kanannya, memperlihatkan kepala botak yang ditutupi kain hijau serta mata yang waspada. Dia tidak tahu siapa pemuda yang tiba-tiba muncul itu dan tidak bisa merasakan keadaannya. Hanya ada dua kemungkinan. Anak muda Tang itu memiliki keadaan yang jauh lebih tinggi darinya, atau bahwa dia bukan seorang kultivator.

Apakah dia memasuki Negara Seethrough pada usia yang begitu muda? Biksu itu merasa bahwa kemungkinan ini terlalu kecil. Selanjutnya, penembakan yang mengesankan dan keterampilan pedang Ning Que tampaknya tidak seperti seorang kultivator. Karena itu, dia cukup yakin bahwa dia adalah orang biasa. Jika begitu, bagaimana dia bisa mengalahkan seorang kultivator seperti dirinya lagi?

Biksu dari Kerajaan Yuelun memandang Ning Que dan menarik napas dalam-dalam. Kakinya yang gelap jatuh ke tanah dan melelehkan salju di sekitarnya. Tasbih yang menempel di pohon oleh panah tunggal bergetar hebat sebelum menarik kalah. Itu terbang lurus ke arah biarawan yang menangkapnya dengan tangan kanannya.

“Lanjutkan.”

Biksu itu berkata kepada Ning Que dengan tatapan berat yang berubah ganas dalam sepersekian detik. Tasbih hitamnya berputar di udara. Staf logamnya mengikuti dari belakang, menabrak Ning Que dengan retakan.

Daun kering, salju, dan lumpur beterbangan saat mereka berhamburan dalam pertempuran. Qi Heavena dan Bumi berdering seolah-olah akan meledak.

Ning Que berpegangan pada gagang podao dengan kedua tangan. Gagang itu dibungkus dengan tali rami yang digunakan untuk menyerap keringat. Ketika jari-jarinya menyerempet tali yang sudah dikenalnya, dia menatap tongkat yang melaju dan tasbih yang mengambang tanpa tersentak.

Tepat ketika tasbih naik ke ketinggian tertinggi dan hampir menghilang dari pandangan, ia sedikit menekuk lututnya dan melompat seperti rubah salju setelah mangsanya.

Jarak antara keduanya semakin dekat. Dia membalik dan podao menjentikkan ke atas, memukul tasbih yang hendak membungkus pisau.

Ini diikuti oleh pekikan tajam kedua benda yang saling bergesekan. Pisau tajam itu berhasil menghentikan tasbih berputar. Ning Que membalikkan pergelangan tangannya, dan menjentikkan tasbih pergi dengan podao-nya.

Tasbih melonjak ke udara dan menghilang di salju. Wajah gelap biksu itu berubah pucat ketika dia menyadari bahwa dia tidak dapat menemukan manik-manik kelahirannya dengan indera persepsi. Dia menderita cedera yang tidak terlihat.

Pukulan pertama Ning Que berhasil dan dia tidak akan berhenti di situ. Dia melangkah maju saat podao jatuh di belakangnya secara alami. Dia memutar dan memegang gagangnya erat-erat dengan kedua tangan, menurunkan podao dengan sekuat tenaga.

Bilah itu merobek udara dan kepingan salju yang jatuh.

Dan mengenai tongkat logam yang akan mengenai wajahnya.

Terdengar tabrakan keras seperti guntur.

Air mata yang lembut.

Potongan yang lebih dalam muncul pada jubah yang compang-camping. Darah segar mekar di kapas.

Dia menendang biarawan itu di lututnya dengan kaki kanannya dan memutar pergelangan tangannya. Podao yang ramping terbalik di udara dan menghantam tenggorokan biksu itu dengan paksa, memaksa kembali jeritan kesakitan yang akan segera dilepaskan.

Biksu itu mendarat dengan satu lutut saat darah mengalir dari sudut mulutnya dan luka dalam di dadanya. Dia tampak sangat menakutkan dan menyedihkan. Pada kenyataannya, Ning Que telah mengendalikan dirinya dan bhikkhu itu tidak dalam bahaya kematian. Namun, dia memucat lebih jauh setelah merasakan tusukan dingin di belakang lehernya.

Kejutan, ketakutan, dan kebingungan melintas di matanya. Dia tidak mengerti. Melepaskan apa yang baru saja terjadi, bagaimana orang yang tampaknya normal berhasil menyingkirkan tasbihnya dan memaksakan dirinya ke dalam keadaan yang tanpa harapan?

Dalam hitungan detik, sudah jelas siapa pemenangnya. Murid-murid muda dari Taman Tinta Hitam Kerajaan Yuelun harus menutup mulut mereka ketika mereka melihat pada biarawan yang berlutut dengan menyedihkan di dalam darah yang basah oleh salju. Mereka tidak mengasihani bhikkhu itu, tetapi terkejut bahwa podao ramping yang tampak biasa berhasil mengenai tasbih, merobek jubah bhikkhu, staf logam dan salju dalam sepersekian detik. Itu bahkan berhasil mendarat di tenggorokan biarawan itu. Tidak ada kemungkinan bhikkhu itu mengambil langkah kedua.

Yang bahkan lebih mengejutkan mereka, dan adalah sesuatu yang mereka tidak pahami seperti biksu itu, adalah bagaimana bilah Tang Tang berhasil mengambil tasbih.

Ini tidak ada hubungannya dengan keterampilan pedangnya. Manik-manik Natal pembudidaya Sekte Buddhisme seperti pedang terbang dari Master Pedang. Mereka sangat cepat dan mata telanjang tidak akan pernah bisa memilih lintasan itu. Jika seseorang tidak bisa melihat mereka, mereka tidak akan bisa memprediksi ke mana itu akan terbang. Bahkan keterampilan pedang terbaik di dunia tidak akan bisa mengambilnya dan mengirimnya terbang. Namun, pemuda Tang ini hanya berhasil melakukannya.

Masuk akal jika panah terbang berhasil mengenai tasbih dari luar hutan saat Gadis Kucing masih bertarung dengan biksu itu. Tasbih terjerat dengan Pedang Sungai. Namun, bagaimana mereka menjelaskan ini?

Ning Que memegang gagangnya dengan satu tangan dan menatap biksu Yuelun yang berlutut di bawah pedangnya. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kaulah yang bersikeras pada pertandingan kedua. Anda tidak bisa menyalahkan saya. Kita semua adalah orang yang berjalan di jalur Tao. Haruskah kita bertarung dengan orang terakhir yang berdiri? ”

Ini adalah pernyataan yang tepat yang dikatakan biksu Yuelun kepada Zhuo Zhihua sebelumnya ketika dia melukainya. Gadis-gadis muda dari Kerajaan Sungai Besar ditenangkan ketika mereka mendengar dia mengulangi kata-kata itu kepada biksu itu.

Bhikkhu itu menatap Ning Que dan berkata dengan suara serak, “Saya mengakui kekalahan. Boleh aku tahu siapa namamu, hebat. ”

Ning Que menatapnya dengan puas. Mata bhikkhu itu hanya memegang ketakutan dan kebingungan tetapi tidak membenci. Namun, dia tidak puas dengan pertanyaan itu, yang sepertinya berasal dari novel Wuxia. Dia sedikit mengernyit dan berkata, “Mengapa kamu ingin tahu namaku? Apakah Anda akan mencari masalah dengan saya di masa depan? ”

“Saya tidak berani.” Biksu itu batuk dua kali dan menyeka darah dari bibirnya dengan lengan bajunya. “Aku ingin bertanya kepada orang tua ku ketika aku kembali. Saya tidak bisa mengatakan bahwa saya dikalahkan oleh Tang tanpa nama. ”

Ning Que diam. Dia mempertimbangkan apakah dia harus melaporkan nama sektenya.

Biksu Yuelun menunggu dalam diam. Gadis-gadis Kerajaan Sungai Besar juga menunggu dengan rasa ingin tahu. Bahkan gadis di balik tirai kain kuning menghentikan tangannya dan meletakkan kuasnya di atas batu tinta.

Ning Que berkata, “Jika para tetua Kuil Menara Putih bertanya, katakan bahwa Anda dikalahkan oleh Zhong Da Jun dari Akademi.”

Tubuh kaku biksu itu gemetar ketika dia mendengar bahwa Ning Que berasal dari Akademi. Suaranya bergetar ketika dia berkata, “Jadi kamu dari Akademi. Bhikkhu rendahan ini terlalu berani. ”

“Anda meminta sekte saya, dan saya yakin bahwa Kuil Menara Putih Yuelun dan bahkan Balai Divine akan menggunakannya untuk saya di masa depan.”

Ning Que memandangi kain hijau yang menutupi kepala botak biksu itu dan berkata, “Sayang sekali. Saya seorang siswa Akademi. Aku yakin semua orang akan setuju bahwa belum ada yang bisa melawan Akademi. ”

Gemetaran biksu itu semakin kuat. Dia berkata, “Bhikkhu rendahan ini tidak berani memiliki pemikiran seperti itu.”

“Tidak masalah apakah kamu memilikinya atau tidak. Akademi selalu menjadi tempat yang menghargai aturan dan bersikap masuk akal. Pelajaran pertama yang kami pelajari adalah tentang etiket. Itulah mengapa saya tidak bisa tidak melakukan apa pun yang bertentangan dengan peraturan dan tidak masuk akal. ”

“Untuk seorang bhikkhu yang hampir tidak masuk ke Negara Tanpa Ragu, beraninya kamu menjadi begitu kejam. Jadi bagaimana jika itu adalah Addict Bunga. Bisakah Anda semua mengambil alih wilayah seseorang begitu saja? Quni Madi … Itu namanya, sekarang? Dia juga harus mengikuti aturan. ”

Ning Que memikirkan profesor etiket, Cao Zhifeng dan Saudara Kedua saat dia memberi kuliah pada biksu itu.

Profesor itu pernah mengatakan bahwa aturan Akademi sangat sederhana. Siapa pun yang memiliki tinju terkuat membuat aturan. Adalah etiket untuk mengikuti aturan. Persyaratan Saudara Kedua untuknya dalam perjalanan ke Hutan Belantara ini sederhana. Dia tidak akan mempermalukan Akademi bagaimanapun situasinya. Dengan kata lain, dia hanya diizinkan untuk menggertak orang lain dan tidak diintimidasi.

Dia sebenarnya mengatakan ini kepada gadis-gadis dari Kerajaan Sungai Besar. Dia hanya mengulanginya. Namun, ketika seseorang memiliki pedang di lehernya, ucapan itu terdengar sangat berbeda. Bhikkhu dari Kerajaan Yuelunk itu tidak berani meragukan kata-katanya dan hanya mendengarkan, takut bahwa siswa Akademi berdarah panas akan memotong lehernya jika dia kehilangan cengkeraman pedangnya.

“Scram. Jangan kembali lagi. ”

Ning Que mengangkat podao dan berkata kepada biarawan itu.

Namun, dia bergumam di dalam hati kepada seniornya di pegunungan Chang’an dan angsa putih yang bangga. “Junior kamu tidak mempermalukan Akademi. Dia sudah mulai menggertak orang lain sekarang. ”

…

…

“Terima kasih, Kakak Senior, karena telah membantu kami.”

“Sama-sama.”

Ning Que tidak melakukan perjalanan dunia Jianghu secara terbuka. Dia menghentikan Zhuo Zhihua dari membungkuk untuk menghemat waktu dan berkata langsung, “Nama Akademi tidak akan menghentikan mereka lama. Bahkan jika Kuil Menara Putih akan berhati-hati untuk tidak memusuhi kami, mereka masih bisa memberimu masalah. Tolong hati-hati.”

Gadis Kucing mengerutkan kening dan berkata dengan agak sedih, “Kakak senior, mengapa kamu memberi orang itu kesempatan kedua untuk membalas pukulan. Bagaimana jika Anda tidak bisa mengenai tasbih? ”

Zhuo Zhihua bertanya-tanya mengapa saudara perempuan juniornya masih menyalahkan saudara senior yang telah membantu mereka dengan niat baik. Dia khawatir ini akan mengganggu Ning Que, dan tersenyum meminta maaf, “Biksu itu harus menjadi murid generasi kedua Kerajaan Yuelun. Tidak disangka dia kalah melawan kakak senior. Kamu pasti krim tanaman di Akademi. ”

Ning Que tersenyum berubah agak kaku. Dia berpikir dalam hati, bahwa dia mungkin akan menyesal di masa depan yang membuat nama untuk Zhong Da Jun di dunia hanya karena dia terbiasa menyembunyikan identitasnya.

…

…

Dia menuntun kudanya menjauh dari sumber air panas dan di sepanjang danau. Salju semakin menebal. Ning Que menyaksikan adegan itu dengan tenang dan memikirkan pertempuran hari ini.

Menjadi seorang pria yang sopan, menunjukkan sportif dan kehormatan selalu seperti gas yang dikeluarkan oleh manusia. Itu tidak ada artinya. Dia telah memberi sang bhikkhu kesempatan kedua bukan karena dia ingin bhikkhu itu menerima kekalahan, tetapi dia membutuhkan seorang lawan untuk mencoba pedangnya untuk menguji gaya pertempuran barunya.

Eksperimen tidak dapat dilakukan di dalam kamp militer Tang di antara saudara-saudaranya sendiri karena dia tidak tahan untuk menjatuhkan pisau pada mereka. Itu tidak akan bekerja pada kultivator kuat sejati seperti Pangeran Long Qing karena dia mungkin bertarung dengan kekuatan penuhnya. Bhikkhu dari Kuil Menara Putih di Negara Tanpa Ragu yang dia temui hari ini adalah lawan terbaik untuk mencoba keterampilan barunya. Dia sangat cocok untuk percobaan itu sehingga Ning Que hampir bergetar kegirangan ketika dia memegang gagang pedang.

Dia mengeksekusi dua pedang dalam pertempuran dan mencatat bahwa kecepatan dan ketepatannya telah meningkat pesat sejak Kota Wei. Tapi itu bukan poin utama. Itu karena dia tidak menggunakan keterampilan kultivasi sama sekali. Dia tidak membutuhkannya untuk seseorang seperti biksu Kuil Menara Putih. Ini adalah dasar dari eksperimennya.

Malam hujan di Spring Breeze Pavillion, Chao Xiaoshu telah membunuh banyak pejuang kuat dari dunia bawah. Master Pedang dari Doktrin Iblis telah menggunakan bayangan pedangnya untuk bergerak dan membunuh serta melukai beberapa pengawal elit Tang. Dibandingkan dengan prajurit perang rata-rata, pembudidaya lebih kuat dan lebih sulit dikalahkan.

Menurut pendapat Ning Que, alasan paling penting untuk itu adalah bahwa pembudidaya mampu mengendalikan Qi Langit dan Bumi dengan kekuatan jiwa. Pedang terbang natal atau senjata lainnya jauh lebih cepat daripada senjata biasa di dunia dan praktis mustahil untuk ditangkap.

Namun, ini bukan masalah baginya karena dia sudah memasuki dunia kultivasi. Dia hanya memiliki sepuluh titik akupuntur yang jelas dan hampir tidak memiliki potensi untuk itu, dan tidak dapat melakukan banyak kendali atas Qi Langit dan Bumi. Jika dia bertarung dengan musuh dengan pedang terbangnya, dia tidak akan pernah bisa menang hanya berdasarkan kecepatan dan kekuatan. Namun, terlepas dari semua itu, persepsinya sangat bagus dan dia bisa merasakan perubahan sedikit pun pada Qi Langit dan Bumi.

Tidak setiap kultivator dapat merasakan sedikit perubahan pada Qi Langit dan Bumi. Ning Que berusaha merasakannya. Selama orang bisa melakukannya, mereka akan bisa tahu kapan lawan mereka akan menunjukkan tangan mereka dan bagaimana barang natal mereka bekerja.

Dia telah berhasil hari ini. Inilah sebabnya dia bisa merasakan lintasan tasbih biksu dengan jelas dan bergerak lambat meskipun faktanya itu tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Mampu memastikan lintasan item kelahiran lawan seseorang hanyalah langkah pertama. Menggunakan gaya pertempuran ini, Ning Que harus mempersingkat jarak antara dirinya dan pembudidaya untuk terlibat dalam pertempuran jarak dekat.

Itu seperti apa yang dia katakan kepada Situ Yilan tempo hari. Baginya, sebagian besar pembudidaya di dunia terjebak dalam dunia meditasi dan pedang terbang mereka. Mereka praktis bisa menjadi penyihir, tetapi mereka tidak tahu bagaimana menjadi algojo.

Selain pejuang yang kuat di negara bagian Puncak Seni Bela Diri dan Doktrin Iblis, semua pembudidaya memiliki masalah fatal. Fisik mereka jauh lebih lemah dibandingkan dengan kemampuan mereka. Jika mereka tidak memiliki pelayan pendamping yang kuat, kematian akan menjadi satu-satunya jalan keluar jika mereka bertemu permainan pedangnya yang dia asah selama bertahun-tahun.

Ning Que memikirkan gaya pertempuran ini karena potensi kultivasinya. Sebelum ia menjadi master jimat ilahi dan menyalin banyak jimat infinitif, ia harus memikirkan metode lain untuk mengalahkan mereka yang memiliki kondisi kultivasi yang sama atau bahkan lebih tinggi. Ini ada hubungannya dengan apa yang dikatakan Master Yan Se kepadanya sebelum dia meninggalkan Chang’an.

Master Yan Se telah menatapnya dengan tenang dan berkata, “Bahkan jika Anda bisa membunuh semua musuh dalam jarak satu mil dengan pedang terbang Anda, itu tidak akan menjadi apa-apa jika mereka dapat melindungi diri mereka sendiri dalam satu kaki.” Bahkan seseorang seperti Liu Bai tidak bisa berbuat apa-apa jika Saudara Kedua Anda cukup dekat. Itulah mengapa penting untuk memikirkan jarak satu kaki dalam diri Anda.

Pedang dapat menempuh jarak bermil-mil, tetapi itu tidak sepenting kaki dalam diri Anda.

Ning Que memegang kendali kuda dan keduanya menatap salju di tepi danau.

Dia menatap bermil-mil di depannya, menarik pedangnya, dan membelah serpihan salju yang melayang di depannya.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–