Nightfall Chapter 291

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading

Bab 291: Membuat Asap dengan Ranting Pinus dan Mencuci Guci Baru

Penerjemah: TransN Editor: TransN

Ketika lelaki tua itu kembali ke Toko Sikat Tua di Lin 47th Street, Sangsang masih berjongkok di samping kompor, mengerutkan kening pada kayu bakar yang terbakar. Dia dengan penuh perhatian memikirkan Keterampilan Ilahi yang telah dia pelajari.

“Mari makan.” Pria tua itu berkata.

Sebelumnya Sangsang linglung dan tidak menyadari bahwa lelaki tua itu pergi untuk sementara waktu di tengah. Jadi dia berdiri kaget dengan kata-katanya, dan melihat tepi pakaiannya basah dari air salju, dia samar-samar mengerti sesuatu. Lalu bibirnya sedikit menyala untuk menunjukkan senyum.

Lelaki tua itu menanggapi dengan senyum juga dan duduk di samping meja.

Sangsang tidak bertanya apa yang harus ia lakukan, tetapi melayani semangkuk nasi. Dan kemudian dia menghangatkan si tukang roti kuning, mencubit dengan sumpit yang paling gemuk ke tumpukan nasi di mangkuknya, dan menambahkan sendok sup mengepul lezat di atasnya.

“Apa yang Bibi Wu buat pada siang hari?”

“Selada dengan bawang putih tumbuk.”

Sangsang bertanya, “Apakah rasanya enak?”

Orang tua itu menjawab, “Cukup bagus … tapi saya tidak mengerti, mengapa dia tidak menaruh ikan asin di piring.”

Sangsang mengangkat kepalanya dan bertanya dengan bingung, “Kenapa ikan asin?”

Orang tua itu juga merasa bingung. Dia memandang wajah kecil Sangsang dan berkata, “Tapi terakhir kali, kamu memasukkannya ke dalam selada.”

Sangsang menunduk dan berkata, “Ketika tuan muda memasak selada di masa kecil kita, dia tidak punya bawang putih tumbuk untuk dimasukkan ke dalam piring.”

Pria tua itu menegang dan menghela nafas, “Eh, saya ingat, ketika saya masih muda di kuil Tao, kami jarang makan sayuran hijau goreng. Saya tidak tahu mengapa saya mencari kesenangan seperti itu di usia tua ini. ”

“Tuan muda berkata, ‘mudah untuk beralih dari menjadi hemat menjadi mewah, tetapi tidak semudah yang sebaliknya’. Itu sama untuk semua orang, jadi tuan, jangan terlalu mencela diri sendiri. ”

Sangsang menghiburnya.

…

…

Pada dini hari berikutnya, lelaki tua itu bangkit, dengan hati-hati merapikan selimut dan mengembalikannya ke sudut di belakang rak. Dan kemudian dia membuka pintu Old Brush Pen Shopand dan memandangi cahaya pagi yang jauh, menyipitkan matanya.

Kalimat itu “mudah untuk beralih dari menjadi hemat menjadi mewah, tetapi tidak begitu mudah sebaliknya.” Sangsang dikutip dari Ning Que dan itu agak menyentuhnya. Dia mendapati dirinya terlalu asyik dalam kenyamanan Old Brush Pen Shop dan benar-benar lupa mencari bayangan Nightfall.

Sarapan juga sup mie panas dan asam. Setelah makan, lelaki tua itu bersiap untuk mencuci piring, ketika Sangsang memberinya tip untuk meletakkannya dan beristirahat. Lelaki tua itu tersenyum, mengatakan akan pergi jalan-jalan dan mungkin tidak akan kembali untuk makan siang.

“Itu bagus. Tidak layak berada di dalam ruangan sepanjang hari. ”

Memikirkannya, Sangsang mengeluarkan tael perak dari ikat pinggangnya dan menyerahkannya kepadanya, berkata, “Jika kamu lelah, cari toko teh dan istirahatlah. Jangan mempermasalahkan pengeluaran uang. Jangan terlalu jauh. Jika Anda tersesat, jangan merasa malu untuk meminta arahan dari orang lain. Orang-orang di Kota Chang’an semua berhati hangat. Anda juga dapat mencari kasino apa saja dan memberi tahu mereka bahwa Anda mengenal Tuan Qi, dan kemudian Anda akan membawa Anda kembali. ”

Khawatir bahwa dia tidak akan berhenti berceloteh, pria tua itu mengambil tael perak, dengan hati-hati meletakkannya di lengannya dan berulang kali menjawab “ya” sebelum dia pergi.

Setelah meninggalkan Lin 47th Street, dia langsung ke utara. Dia melewati istana kerajaan melalui Kota Timur dan keluar dari Kota Chang’an melalui Gerbang Xuanwu. Akhirnya, ia mencapai sebuah bukit kecil yang tertutup salju di utara kota. Mendaki tinggi dan memandang jauh, secara alami dia bisa melihat hal-hal di kejauhan. Dia melihat ke utara tanpa suara, di mana bintang-bintang redup, seolah-olah mereka akan berintegrasi ke dalam kecemerlangan Haotian.

…

…

Cabang-cabang persik di taman belakang Kuil Gerbang Selatan tertutup salju tipis.

Li Qingshan, sang Guru Bangsa, dengan santai bersandar di ambang jendela dan memandang salju di pohon prune dan kuncup kecil yang mungkin tidak akan pernah mekar. Tiba-tiba dia terbatuk-batuk dengan ganas, dan batuknya bergema di istana-kuil yang tenang di kuil Tao. Kedengarannya sangat menyakitkan.

Mengangkat sapu tangan yang menutupi mulutnya, ia menemukan ada bintik-bintik darah di atasnya, yang seperti bunga plum mekar penuh. Dia memelototi pohon prune di luar dan memarahi, “Anda harus mekar di musim dingin tetapi tidak, tetapi Anda membiarkan tuan Tao Anda mekar dulu.”

Para biarawati dan bocah lelaki Tao dari Kuil Gerbang Selatan diam-diam menunggu di luar istana, wajah mereka dipenuhi kecemasan, namun tidak ada yang berani masuk ke dalam.

He Mingchi pergi membawa semangkuk obat dan menghela nafas pada seorang Suster Senior untuk mengambil payung kertas kuning di bawah lengannya. Dia melangkah ke lantai kayu Paulownia yang gelap dan mulus dan berjalan ke Li Qingshan, berkata dengan sedih, “Tuan, jangan bekerja dengan hexagram lagi.”

Li Qingshan mengambil obat itu dan perlahan meminumnya, lalu dia melipat saputangan dan menyeka sup obat yang tersisa di janggutnya. Melihat murid favoritnya, dia berkata tanpa emosi, “Tadi malam Wei Guangming muncul. Benar saja dia masih di Kota Chang’an. Dia termasuk di antara tiga bengkel, tetapi saya merasa dia bermaksud untuk pergi. Jadi ada sesuatu yang mendesak untuk diatasi. ”

He Mingchi mengambil mangkuk itu dan berkata, “Kementerian Militer dan Administrasi Pusat Kekaisaran telah bersiap-siap. Karena takut mengagetkan pria itu, mereka belum mencarinya di jalan-jalan di sebelah utara Scent Workshop. Sekarang hanya Paman yang menuju ke arah itu. ”

Menyadari bahwa Kakak Senior sedang mencari seorang pria yang kuat dan menakutkan di Kota Timur sendirian, Li Qingshan mengangguk setelah cukup lama diam. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi tetapi menandatangani untuk orang-orang di luar istana untuk menyebar dan para murid untuk pergi.

…

…

Sebuah kereta kuda hitam menuju jalan-jalan Kota Timur di Chang’an. Jika tidak diperiksa dengan seksama dan disentuh dengan tangan, akan sulit untuk mengatakan bahwa kereta itu ditempa dengan baja, yang diukir dengan garis yang rumit dan halus. Roda khusus mendarat di jalur batu yang keras, membuat suara bergulir yang tidak jelas.

Master Yan Se di gerbong kuda bersandar di kursi lembut yang lembut. Mata segitiga-nya dengan rakus mencari Imam Besar Ilahi Cahaya melalui tirai. Di mana orang menemukan wajah serius, tua, cabul itu?

Jika kita bertemu, maka kita bisa bertarung. Jika saya benar-benar tidak bisa mengalahkannya sampai mati, maka saya akan mati dengan damai. Bukan masalah besar untuk menendang ember sekarang, bagaimanapun, kita semua akan mati suatu hari. Apalagi saya sudah punya penerus.

Cornice Spring Breeze Pavilion yang baru dibangun setahun yang lalu meluap, yang tiba-tiba mengingatkan Guru Yan Se tentang Chao Xiaoshu, dan kemudian murid yang belum pernah didengar. Murid itu adalah siswa lantai 2 Akademi, tentu saja tuannya tidak repot-repot mengkhawatirkan keselamatannya. Dia hanya berpikir bahwa itu sangat disayangkan bahwa dia mungkin tidak memiliki kesempatan untuk melihatnya lagi.

Tepat pada saat itu, dia teringat pada hari ketika Ning Que meninggalkan Chang’an, dia dengan sungguh-sungguh memintanya untuk menjaga pelayan perempuan kecil bernama Sangsang. Namun hari-hari ini dia terlalu sibuk untuk mengunjunginya— Tao tua itu melambaikan kepalanya, berpikir pada dirinya sendiri, “Sekarang aku harus mencari pria itu di Kota Timur, maka setelah itu aku akan pergi dan melihatnya.”

…

…

Hari ini, pengunjung pertama di Toko Pena Kuas Tua bukan Tuan Yan Se, bukan pula lelaki tua itu yang memandang ke utara di luar Kota Chang’an, tetapi seorang pemuda yang gemuk. Lemak itu melompat dari kereta kuda, dan meskipun dia tidak mengguncang tanah batu tulis Lin 47th Street sekuat gempa bumi, pipinya yang montok bergetar cukup lama.

Lemak muda itu mendorong membuka pintu Toko Brush Brush yang tertutup rapat dan langsung duduk di kursi berlengan bundar dari Ning Que. Kemudian dia merasa bahwa pahanya menggigit dan sakit, jadi dia menggumamkan sesuatu dalam kemarahan dan kemudian berteriak, “Sajikan teh.”

Sebenarnya dia tidak menganggap dirinya orang luar sama sekali.

Sangsang bersiap membuat daging asap dengan ranting pinus, hidangan yang baru saja ia pelajari dari Bibi Wu. Dia bermaksud memberi Ning Que kejutan dengan membuat sejumlah besar Jin (1 jin = 0,5 kg) darinya. Tiba-tiba dia mendengar teriakan itu dan terkejut, karena dia tidak membuka pintu akhir-akhir ini. Sambil membersihkan tangannya dengan handuk, dia pergi ke depan toko, segera menutup pintu.

Melihat bahwa pelayan wanita gelap kelam yang datang pertama pergi untuk menutup pintu, alih-alih melayaninya, lemak muda itu sedikit membeku dan berkata dengan alis mengerutkan kening, “Kamu menutup pintu di siang hari, bagaimana kamu mendapatkan uang?”

Sangsang menjelaskan, “Jika saya membiarkan pintu terbuka, ambang pintu akan dipatahkan oleh mereka yang berebut bagian.”

Lemak muda itu menegang dan kemudian diam-diam setuju di dalam hatinya. Bagaimana dia bisa lupa bahwa Ning Que sekarang cukup terkenal di Kota Chang’an! Dia memandang pelayan wanita kecil itu dan bertanya, “Saya Chen Pipi, apakah Ning Que pernah menyebut saya?”

Sangsang tidak menunjukkan kejutan pada nama itu, dan dia hanya sedikit membungkuk dan berkata, “Sangsang menyapa Anda, tuan Chen.”

Chen Pipi menggosok rahang chubbynya yang indah dan memandang ke atas dan ke bawah pada gadis pendek kurus itu. Tiba-tiba dia menggelengkan kepalanya, berkata, “Itu benar bagi Ning Que untuk memintaku untuk menjagamu. Meskipun seorang jenius seperti saya terlahir berbeda dan sama sekali berbeda dari orang-orang vulgar di dunia sekuler, Anda akan menemukan masalah cepat atau lambat jika Anda selalu menerima begitu saja. ”

Sangsang berkata, “Aku tahu kamu adalah Chen Pipi.”

Dia telah ke Akademi beberapa kali, tetapi tidak pernah bertemu Chen Pipi. Chen Pipi percaya bahwa pasti tidak ada masalah dengan ingatannya yang tak tertandingi, jadi dia bertanya dengan bingung, “Mengapa kamu begitu yakin bahwa aku jenius itu?”

Sangsang menatapnya dan dengan tulus menjelaskan, “Tuan muda sering menyebut Anda. Dia berkata, Anda gemuk tetapi tidak jelek, atau tidak senonoh, kita bahkan bisa mengatakan, Anda tampan, yang sangat jarang. Jadi saya tahu itu kamu. ”

Tangan kanan Chen Pipi yang menggosok rahangnya sedikit membeku, dan dia berpikir, “Tidak diketahui bagaimana Ning Que memfitnah saya dalam kehidupan sehari-hari.” Tetapi pada saat yang sama, dia merasa agak senang dengan komentar tersebut meskipun disebutkan “gemuk”, jadi untuk sesaat dia sebenarnya tidak tahu harus berkata apa.

“Mari kita ganti topik.”

Chen Pipi batuk dan pura-pura serius dan dewasa. Dia memandang Sangsang dan berkata, “Atas permintaan Ning Que, saya datang untuk menemui Anda hari ini. Bagaimanapun, sebagai kakak seniornya, saya memiliki tanggung jawab untuk melakukannya. ”

Dia mengharapkan Sangsang akan dipindahkan, tetapi jelas dia tidak. Dia hanya mengucapkan terima kasih tanpa emosi dan kemudian pergi untuk menuangkan secangkir teh melati padanya.

Chen Pipi memandangi sosoknya dan berkata, “Adik Laki-laki Muda mengatakan dia akan mengundang saya untuk makan di sini. Dia bilang kau koki yang terampil. ”

Melihat wajah gemuknya, Sangsang mengerutkan kening dan diam-diam berpikir, “Tidak heran kau begitu gemuk.” Tapi dia tidak punya niat untuk memintanya tinggal. Dia hanya meletakkan teh di sampingnya dan dengan lembut berkata, “Setelah tuan muda kembali, aku akan memasak untukmu.”

Arti kalimat itu cukup jelas. “Sekarang Ning Que mengundang Anda, kami harus menunggu dia untuk memberi tahu saya secara pribadi. Sangat tidak mungkin bagi Anda untuk menerobos masuk dan meminta makanan dengan cara ini. Bagaimana saya harus memperlakukan Anda? Saya harus menyajikan satu lagi sumpit dan lebih banyak hidangan. Mengingat sosok montok Anda, saya harus menambahkan setidaknya dua piring, yang harus mengandung daging. Ini akan menghabiskan banyak uang bagi saya! ”

Chen Pipi terluka oleh kata-katanya. Melihat sampah melati di mangkuk, dia tidak bisa menahan kram di wajahnya. Dia tidak bisa melakukan apa pun kecuali mengatakan yang sebenarnya, “Ning Que mengatakan seseorang yang lebih pintar dari saya bersembunyi di toko ini. Setelah merenungkannya saya pikir itu tidak mungkin, jadi saya datang untuk memverifikasinya. ”

Sangsang melihat sekeliling toko, dan menemukan tidak ada orang lain di sana.

Menutupi dahinya, Chen Pipi berkata dengan putus asa, “Orang pintar itu adalah kamu.”

Sangsang menegang, berpikir pada dirinya sendiri, “Ning Que selalu mengatakan aku bodoh, dan bagaimana dia bisa berpikir aku pintar?”

Meskipun dia merasa senang dipuji oleh tuan muda sebagai orang paling cerdas, dia masih merasa bingung. Sambil mengerutkan kening, dia merenungkannya untuk beberapa waktu dan tiba-tiba teringat sesuatu, dengan malu-malu berkata, “Aku tidak pintar. Saya hanya memiliki ingatan yang baik. ”

Chen Pipi memberinya senyum menghina dan berkata, “Bahkan dalam hal memori, saya tidak percaya ada seseorang yang lebih kuat dari saya.”

Sangsang menundukkan kepalanya untuk melihat topi kecil dan indah yang terbentang dari rok katunnya, tanpa niat untuk berdebat dengannya.

“Ning Que lebih rendah dalam kultivasi, dan juga memiliki wawasan yang buruk. Bakat saya telah dikonfirmasi oleh Taoisme Haotian dan secara umum diakui oleh punggung gunung Akademi. Namun ia berani mengatakan bahwa Anda lebih pintar dari saya! Apa yang salah dengannya!”

Chen Pipi menjadi semakin marah pada reaksinya, dan dengan marah berkata, “Mengapa kamu melihat topi jari kamu? Apakah saya tipe orang yang akan membuat segalanya menjadi sulit bagi Anda? (Membiarkan seseorang memakai topi jari berarti membuat segalanya sulit bagi seseorang) ”

Sangsang tahu bahwa tuan Chen ini memiliki hubungan dekat dengan tuan muda, tetapi meskipun dia pendiam dan agak membosankan, dia masih tidak bisa menahan perasaan marah ketika mendengar tuan mudanya dihina. Alih-alih melihat sepatu bersulam, dia menatap mata Chen Pipi dan berkata dengan sungguh-sungguh, “Ingatanku yang kuat juga secara umum diakui di Kota Wei.”

Itu adalah kebenaran. Saat itu di Kota Wei, dia selalu notaris yang paling populer, karena dia memiliki ingatan terbaik dan tidak pernah berbohong. Tapi untuk Kota Wei dan Biara Zhishou … benar-benar ada jarak yang sangat jauh antara level. Namun Sangsang masih sungguh-sungguh seperti sebelumnya, tidak menunjukkan rasa malu, dia langsung mengatakan kepada Chen Pipi bahwa ingatannya secara umum diakui oleh orang-orang di Kota Wei, itu sangat bagus.

Jika dua orang mengatakan mereka secara umum diakui masing-masing, maka secara umum, mereka tidak akan pernah saling mengakui. Mungkin itu sebabnya orang berkata, mereka yang belajar seni bela diri akan selalu mengejar No.1. Terutama saat menghadapi seorang gadis dengan temperamen seperti itu. Jika Chen Pipi ingin membuktikan bahwa dia memiliki ingatan yang lebih baik daripada Sangsang, dia harus menunjukkan kemampuannya yang sebenarnya alih-alih hanya mengandalkan kata-katanya.

“Ayo kita berkompetisi.” Kata Chen Pipi.

Sangsang tidak tertarik bersaing dengan orang lain dalam hal kecerdasan atau ingatan. Apa yang dia pedulikan adalah daging yang diawetkan masih merokok oleh ranting pinus, jadi bagaimana dia bisa setuju dengannya? Dia berjalan ke halaman belakang dan mengambil tongkat untuk mengaduk ranting pinus untuk membuat api lebih besar. Dia kemudian mengambil guci baru dari dapur dan dengan hati-hati membersihkannya.

Suatu hari dia membuat sup ayam yang sangat menyenangkan lelaki tua itu, bahkan janggutnya direndam dengan sup ketika dia meminumnya. Dia berpikir bahwa tuan muda juga suka sup ayam rebus, dan takut guci tua tidak akan cukup besar untuk membuat sup, jadi dia pergi ke sebuah toko kecil di Anping Workshop untuk membeli yang baru. Dia bersiap membuat dua guci sup ayam di masa depan, mungkin itu sudah cukup.

Melihat sosok wanita pelayan kecil yang sibuk dan kurus itu, Chen Pipi tanpa malu-malu bertahan, “Pokoknya, Anda harus mengalahkan saya dalam beberapa aspek, kalau tidak saya tidak akan pergi. Apakah Anda punya buku di sini? Mari kita bersaing membaca buku, dan yang kalah harus memperlakukan yang lain. Jika Anda pikir itu tidak menarik … Mari kita gunakan tael perak untuk bertaruh! ”

Mendengar kata “tael perak”, Sangsang tiba-tiba berhenti mencuci guci dan melihat kembali ke arah Chen Pipi.

Kemudian dia berdiri dan secara acak menyeka tangan kemerahannya ke celemeknya dan berbalik kembali ke kamar. Setelah beberapa saat dia keluar dengan wajah memerah, malu dan dengan menyesal berkata, “Saya tidak mengerti buku-buku jimat dari tuan muda, tetapi saya tidak memiliki kesempatan untuk membaca buku-buku lain.”

…

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–