Nightfall Chapter 487

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 487: Mereka Hidup Satu Sama Lain dan Sangsang Sang ke Danau

Penerjemah: Transn Editor: Transn

Tangan kanan Sangsang merasakan angin dingin di malam hari.

Sinar cahaya muncul di ujung jari telunjuknya. Berangsur-angsur menjadi lebih cerah dan berubah menjadi api redup, yang warnanya putih murni. Tidak ada jejak kotoran dalam nyala api dan itu terlihat suci.

Kemudian nyala api suci yang sama juga muncul di ujung empat jari lainnya dan menyinari tangan kecilnya yang gelap menjadi warna yang sangat putih.

Api suci adalah Cahaya Ilahi Haotian.

Cahaya Ilahi Haotian di antara jari-jarinya menyala ketika angin mulai bertiup.

Lebih banyak nyala api murni keluar dari jahitan baju barunya, wajahnya yang gelap dan ujung rambutnya yang kekuningan. Cahaya segera menyelimuti tubuh kurusnya. Payung hitam besar yang dipegang di tangannya tampaknya telah merasakan sesuatu, jadi perlahan-lahan menutup sendiri meskipun tidak ada angin sama sekali dan bersandar pada kakinya.

Tebing di sebelah Danau Yanming sangat cerah.

Sangsang sangat cerah.

Sinar tak terbatas dari Cahaya Ilahi Haotian mengalir keluar dari tubuhnya yang kurus. Itu menerangi tebing bersalju di depannya dan danau berantakan di bawah tebing. Itu bersinar di dinding yang hancur di seberang danau dan jembatan yang tersembunyi di semak-semak di pantai barat. Itu juga bersinar pada biksu di Hutan Musim Dingin di pantai timur dan menerangi seluruh Kota Chang’an.

Cahaya murni dan panas melesat dari danau ke langit dan menyebar ke setiap sudut di Kota Chang’an. Seolah ada fajar yang megah datang, malam yang tenang menjadi seterang siang hari.

Itu di tebing di sebelah Danau Yanming.

Tampaknya Cahaya Ilahi Haotian sama sekali tidak panas, karena rambut Sangsang maupun pakaiannya tidak terbakar. Tetapi sulit untuk percaya itu, karena kobaran api begitu tegang dan panas.

Noda darah di pakaiannya dibersihkan oleh api, begitu pula kotoran dan salju di sepatunya. Mereka begitu bersih sehingga mereka bahkan terlihat transparan.

Mereka setransparan dirinya.

Pada hari normal di tahun keempat belas era Tianqi, seorang lelaki tua yang melarikan diri dari Istana Ilahi-Bukit Barat, tiba di Kota Chang’an. Dia membeli semangkuk mie panas dan asam, tetapi setengahnya ditumpahkan padanya dan mengotori pakaiannya. Dia bertemu dengan seorang gadis yang gelap dan kurus di Toko Sikat Tua di Lin 47th Street dan sejak itu, dia tidak pernah ingin meninggalkannya lagi.

Pria tua itu memandangnya dan mengikutinya. Dia mengatakan kepadanya bahwa itu adalah waktu yang tepat dan mengajarkan padanya semua yang telah dia pelajari dalam hidupnya. Dan dia pernah berseru bahwa dia belum pernah bertemu sesuatu yang lebih bersih dan lebih transparan darinya.

Karena itu, Sangsang transparan.

Oleh karena itu Cahaya Ilahi Haotian yang menyebar dari tubuhnya tidak akan memantul atau menghilang. Itu sama suci dan bersihnya dengan Cahaya Ilahi yang asli.

Ada orang lain yang bekerja keras dan mempelajari Keterampilan Ilahi Haotian seperti Ye Hongyu, yang unggul dalam hal itu. Tapi tidak ada yang bisa menyebarkan Cahaya Ilahi Haotian yang lebih murni dari pada Sangsang.

Karena dia adalah penerus cahaya.

Dia adalah putri cahaya.

Buluh di pantai barat tampak seperti batu giok putih di bawah cahaya murni.

Ye Hongyu berpegangan erat-erat. Dia terkejut oleh kecemerlangan yang menyilaukan di danau dan menjadi terdiam. Dia tahu Sangsang belajar Keterampilan Ilahi dan dia bahkan mendiskusikannya dengannya. Tetapi dia tidak pernah menyadari bahwa kemampuannya dalam Keterampilan Ilahi harus begitu kuat.

Saat itu tengah malam, yang membuatnya tidak mungkin untuk mendapatkan cahaya dari Haotian. Jadi dia tidak mengerti bagaimana dia bisa menyebarkan begitu banyak cahaya. Bahkan jika Sangsang adalah satu-satunya penerus Dewa Cahaya dan Istana West-Hill benar-benar ingin dia kembali ke Gunung Peach, Ye Hongyu masih tidak mengerti bagaimana dia melakukannya.

Tidak ada yang bisa memahami cahaya di danau. Ye Su, yang berdiri di tembok kota, juga tidak bisa memahaminya, tetapi tidak seperti saudara perempuannya, dia bahkan tidak mencoba untuk melakukannya.

Melihat cahaya di langit dan merasakan aura di danau, penerus Biara Zhishou ini penuh kejutan dan kekaguman. Dia bergumam, “Betapa murni cahayanya.”

Kakak Sulung berdiri di sampingnya dan melihat ke arah Danau Yanming. Dia tidak terkesan oleh cahaya dan dia juga tidak tersenyum. Dia terlihat agak serius dan sepertinya dia khawatir tentang sesuatu.

Di bawah jembatan bersalju di luar kamp militer, tentara dari Pengawal Kerajaan Yulin dan pembudidaya dari Administrasi Pusat Kekaisaran memandangi arah Danau Yanming dengan kaget. Cahaya mengkilap mengungkapkan ekspresi mereka.

Xu Shi menatap perlahan ke arah sinar indah di awan hitam. Wajahnya yang keriput penuh kebingungan.

Saudara Kedua sedang duduk di jembatan. Dia menundukkan kepalanya pada siang hari dan hampir sepanjang malam. Tapi sekarang dia juga menatap cahaya di danau dan senyum tulus melintas di wajahnya.

Dia memandang Xu Shi dan berkata, “Ini adalah keajaiban.”

Meskipun itu tidak diciptakan oleh Akademi, itu masih keajaiban. Ketika Saudara Kedua naik ke puncak Gunung Wuming setelah kematian Tuan Yan Se dan Imam Besar Ilahi Cahaya, dia melihat pelayan wanita kecil itu menyendok abu ke dalam guci dengan tangannya. Dan terlepas dari kasihan, dia juga merasa bahwa suatu hari dia akan menciptakan keajaiban.

Dia bahkan berdebat dengan Kakak Sulung, yang paling dia hormati, karena perasaannya.

Setelah melihat bahwa mukjizat itu benar-benar terjadi, dia mulai tersenyum.

Di Hutan Musim Dingin di pantai barat, Qi Nian ditutupi oleh ribuan kepingan salju, yang setipis sayap jangkrik. Dia tampak seperti patung yang terbuat dari es dan tidak peduli seberapa kuat pertarungan di danau itu, dia, World Wayfarer of Buddhism Sekte masih diam. Dia bertarung melawan orang di belakang suara jangkrik dan menunggu hasil pertarungan dengan damai.

Tapi dia tiba-tiba membuka matanya ketika Cahaya Ilahi Haotian muncul di tebing, membuat kepingan salju jatuh dari kelopak matanya. Matanya yang lembut dan penuh tekad penuh dengan ekspresi yang rumit.

Ekspresi itu adalah kebaikan, kedamaian dan keraguan. Namun pada akhirnya, mereka terpesona.

Suara lemah tonggeret yang menghantui hutan juga berubah. Irama itu terdengar sangat dingin dan bahkan penuh dengan rasa jijik, tetapi nadanya memuaskan.

Itu di bawah paviliun keluar dari istana bersalju di Istana Kekaisaran.

Li Qingshan, Pemimpin Bangsa Tang, tiba-tiba berhenti membelai jenggotnya dan bahkan menarik beberapa helai janggutnya karena kaget. Dia tampak sangat terkejut ketika cahaya menerangi langit yang gelap.

Master Huang Yang, yang berdiri di sebelah bel salju, memandang ke arah danau dan sedikit membuka mulutnya. Seruannya dilantunkan sebagai kata Buddha dan telapak tangannya menepuk permukaan bel secara tidak sadar.

Salju tipis di permukaannya pecah dan jatuh ke tanah.

Suara nyaring dan merdu yang dibuat oleh lonceng melayang ke kejauhan di malam yang meringankan.

Dunia di mata Sangsang berwarna putih.

Itu putih murni dan tanpa cela.

Itu adalah warna cahaya.

Tapi matanya tidak berlama-lama di dunia cahaya murni, mereka menonton sosok di danau dan merasakan pesan yang dikirim Kekuatan Jiwa seseorang.

Psyche Power-nya memanggil sesuatu dengan putus asa. Sangat serakah, begitu lapar dan bahkan panik. Itu seperti iblis yang ingin memakan darah dan dagingnya.

Sangsang merasakannya, tetapi dia tidak ngeri. Dalam nyala Haotian Divine Light, dia membuka dunia mentalnya dengan damai dan menunjukkannya kepada Ning Que.

Beberapa pemikiran sudah menjadi instingnya. Semua yang dia miliki, pikirannya, dagingnya, Cahaya Ilahi dan hidupnya semua milik Ning Que. Dia bisa membagikannya atau bahkan mengorbankannya tanpa ragu-ragu. Jika demikian, lalu mengapa dia bahkan perlu panik?

Dia adalah kehidupan Ning Que dan kehidupan Ning Que adalah miliknya. Tidak peduli berapa banyak yang dia inginkan, dia akan selalu memberikannya kepadanya, bahkan jika dia menginginkan semua itu dan bahkan jika dia menginginkan hidupnya.

Jika hubungan antara seorang kultivator dan hidupnya seperti teman karib, maka Ning Que dan Sangsang adalah teman terbaik di dunia. Mereka tidak menikmati musik bersama, tetapi mereka berbagi kehidupan sehari-hari. Mereka berbagi kebahagiaan dan kesedihan, mereka berbagi pandangan dan pikiran dan mereka berbagi hidup dan mati. Mereka tidak pernah perlu mencoba untuk saling memahami, karena mereka secara alami dapat.

Jika seorang kultivator dan hidupnya dekat, maka Ning Que dan Sangsang adalah orang terdekat di dunia. Mereka telah hidup bersama sejak mereka masih muda. Mereka telah tidur di ranjang yang sama selama bertahun-tahun. Jika dia mengangkat alis, dia akan tahu bahwa dia bangga dengan kaligrafinya yang indah yang ditulis oleh cabang; jika dia tersenyum konyol, dia akan tahu dia telah melukai jarinya ketika mencuci.

Jika benar-benar ada Jalan Surga dan Takdir, maka fakta bahwa mereka bertemu lima belas tahun yang lalu di daerah Heibei dalam kelaparan adalah apa yang telah ditetapkan Takdir. Mereka mulai berbagi kehidupan mereka satu sama lain sejak saat itu dan akan melakukannya selamanya, ini adalah takdir mereka.

Sudah lama diatur.

Tampaknya semuanya bisa terhubung entah bagaimana.

Dan Sangsang, yang menggunakan hidupnya sebagai bahan bakar untuk menyebarkan Cahaya Ilahi, sedang melewati cahaya melalui jalan yang tidak terlihat kepadanya.

Aura itu tiba-tiba dibersihkan.

Sangsang tampak sangat pucat dalam cahaya. Alisnya mengerutkan kening dan dia tampak menanggung rasa sakit yang hebat. Tapi dia masih tersenyum.

Cahaya Ilahi yang membakar dirinya tiba-tiba berubah menjadi seikat cahaya dan menembak jatuh tebing, menghubungkan Gunung Yanming dan Danau Yanming.

Cahaya Ilahi Haotian yang tak berujung dikirim ke tubuh Ning Que melalui jembatan cahaya dan angin dingin. Itu membuat podao-nya mengkilap.

Cahaya Ilahi Haotian di wajahnya membuat murid-murid Xia Hou mengencang dan terbakar. Pada saat berikutnya, mereka hangus dan dia tampak terkejut dan takut.

Dia bisa merasakan bahwa itu bukan Cahaya Ilahi Haotian yang disamarkan oleh Roh Besar, itu adalah Cahaya Ilahi Haotian sejati, kekuatan yang paling dia takuti. Meskipun dia telah mengkhianati Doktrin Iblis dan bergabung dengan sekte Taoisme, ketakutan itu masih terkubur dalam-dalam di hatinya.

Ribuan sinar memanjang dari bilah podao dan membungkus Xia Hou di dalamnya. Sinar itu seharusnya suci dan baik, tetapi ternyata tidak. Mereka kedinginan dan membakar tubuh dan pikirannya tanpa ampun.

Api ringan ini milik Ning Que, jadi dia tidak terpengaruh olehnya. Bilahnya, bersama dengan nyala api yang menyilaukan, meretas ke depan dengan kecepatan cepat.

Dia menggunakan keterampilan pedang yang paling dikenalnya. Itu juga keterampilan yang paling mudah. Tanpa gaya mewah, itu hanya peretasan. Tapi itu peretasan paling kuat yang bisa dia lakukan. Di Danau Shubi, ia menggunakannya untuk memotong kepala Geng Kuda yang tak terhitung jumlahnya dan di gerbang samping Akademi, ia menghancurkan Liu Yiqing hanya dengan satu tebasan.

Tombak baja panjang di tangan Xia Hou tidak bisa menahan Roh Hebat di atasnya dan pembakaran Cahaya Ilahi Haotian lagi. Itu patah menjadi dua bagian.

Bilahnya tidak berhenti.

Xia Hou meraung. Tangannya bergerak maju dan menangkap podao Ning Que.

Kekuatan mengerikan telapak tangannya ditekan ke pedang dan ke Ning Que, yang membuatnya menundukkan kepalanya dan menekan bibirnya bersamaan. Tapi seolah-olah tidak merasakan sakit, Ning Que terus meretas podao-nya.

Cahaya Ilahi Haotian pada bilah Ning Que membakar tinju Xia Hou. Itu bergerak perlahan dan terus turun dan semakin dekat dan lebih dekat ke wajahnya yang pucat dan kurus.

Xia Hou meraung lagi ketika dia merasakan ancaman kematian. Dia tidak berusaha untuk mengangkat kakinya yang terluka ke atas dan menendang ke arah pinggang Ning Que.

Bahkan jika dia bisa melukai Ning Que, masih tidak mungkin untuk menghentikan pedangnya dan Cahaya Ilahi di atasnya. Tapi dia tetap melakukannya, karena dia ingin Ning Que mati bersamanya.

Tetapi dia juga tidak bisa mewujudkannya.

Ketika kakinya hendak menyentuh pinggang Ning Que, aura bergerak di sepanjang kakinya dan memasuki tubuhnya. Itu masuk ke indra persepsinya dan menciptakan bau darah di mulut dan hidungnya.

Xia Hou sangat akrab dengan aura itu, karena dia sudah merasakannya sebelumnya.

Tetapi itu juga sangat aneh baginya, karena dia tidak merasakannya selama bertahun-tahun.

Aura berdarah itu begitu dingin dan begitu jauh darinya. Rasanya seperti aura berdiri di langit dan menatapnya.

Lalu Xia Hou mendengar suara jangkrik.

Dia telah mendengarnya di siang hari di Istana, tetapi dia pikir itu hanya halusinasi.

Dia juga mendengarnya di sore hari ketika dia berjalan melewati Danau Yanming, dan dia tidak bisa memastikan apakah itu nyata.

Dan sekarang dia telah mendengarnya lagi ketika dia akan mati, dan kali ini dia yakin itu nyata.

Ning Que ditendang ke udara dan dia mendarat dengan berat di salju. Dia berusaha sangat keras untuk bangkit dan meretas Xia Hou lagi. Tetapi sekeras apa pun dia berusaha, itu sia-sia. Dia harus duduk di salju dan terengah-engah.

Pada saat ini, luka muncul di tubuh Xia Hou. Itu dimulai di dahinya dan menyebar ke bawah ke hidung, bibir, dada, dan perutnya.

Darah mengalir keluar dari luka. Dia telah kehilangan terlalu banyak darah dalam pertarungan sengit malam ini dan itulah mengapa darah di tubuhnya hanya bisa mengalir daripada mengalir. Dia tampak agak sedih sekarang.

Xia Hou tidak berbaring. Dia melihat luka yang dalam di dadanya. Itu bukan sesuatu yang serius baginya jika ia berada di puncak. Tapi itu bukan sesuatu yang bisa dia tahan sekarang.

Cahaya Ilahi Haotian di sekitarnya tidak mati karena suatu alasan. Sebagai gantinya, ia terus terbakar seolah-olah danau dingin adalah bahan bakar untuknya dan esnya adalah batu bara. Seluruh danau terbakar dan menyebarkan cahaya yang menyilaukan. Segalanya tampak agak jelas.

Di bawah cahaya, Xiahou melihat luka di dadanya. Dia tahu dia akan segera mati dan mengendurkan tangannya. Tombak panjangnya yang sudah terbelah menjadi dua bagian jatuh ke salju dan terpercik ke salju.

Suara bel di Istana Kekaisaran menyebar ke danau.

Xia Hou mendongak ketika mendengar suara itu. Mungkin dia hanya memikirkan saudara perempuannya.

Bel berbunyi lagi.

Suara mendengung dimulai dari tubuhnya dan kemudian pasir yang tak terhitung jumlahnya keluar. Seolah-olah dia telah menyimpan pasir selama beberapa dekade.

Suara bel merdu terus berdering di kota.

Berdebar! Berdebar!

Tubuhnya membuat beberapa suara teredam. Beberapa bagian tenggelam, sementara bagian lainnya menonjol keluar. Tulangnya patah dan kulitnya memar, sepertinya dia dipukuli oleh tangan seseorang.

Itu Tang.

Selama beberapa pembunuhan di Wilderness, Tang mempertaruhkan nyawanya dan menahan rasa sakit yang luar biasa dari luka-lukanya untuk menerobos corselet Xia Hou dan meninggalkan beberapa kepalan tangan padanya.

Dalam beberapa hari terakhir, dengan bantuan kekuatannya yang dalam dan kondisinya yang menakutkan, Xia Hou telah menahan cedera yang disebabkan oleh tanda-tanda itu. Tapi sekarang Cahaya Ilahi Haotian telah melelehkan penghalang antara meridian di tubuhnya dan membuatnya tidak mungkin baginya untuk menahannya lagi. Dan tanda itu meledak.

Luka-luka itu tertahan oleh keterampilan rahasia Doktrin Iblis juga meledak, meninggalkan ribuan luka baru di kulitnya. Itu terlihat sangat menakutkan.

Sangat kejam baginya bahwa ia harus mengalami semua luka dan rasa sakit yang dideritanya sebelumnya.

Semua organnya benar-benar rusak dan menjadi tumbuk.

Darah di otot seseorang tidak sebanyak di organnya. Jadi ketika organ-organnya pecah, Xia Hou mulai batuk darah. Darah hitam dan tebal mengalir sepanjang kerongkongannya ke mulutnya dan keluar dari bibirnya.

Xia Hou berdiri di salju, terbatuk-batuk sambil tertawa.

Ning Que sedang duduk di salju. Dia juga mulai tertawa setelah lama terdiam.

Tawa mereka benar-benar berbeda.

Sangsang sedang duduk di salju di tebing. Dia tampak sangat pucat. Dia melihat danau dan tahu bahwa Ning Que tidak mau tertawa sama sekali, dia hanya ingin menangis.

Dia merasa sedih ketika memikirkan perasaannya dan mulai meneteskan air mata.

Air mata dingin mengalir di pipinya yang gelap, tetapi itu tidak menutupi senyumnya.

Tapi itu hal yang menyenangkan, jadi dia mulai bernyanyi dengan lembut.

“Kami datang dari gunung untuk membunuhmu.”

“Kami datang dari sungai untuk membunuhmu.”

“Kami datang dari padang rumput untuk membunuhmu.”

“Kami datang dari desa terpencil di Yan untuk membunuhmu.”

“Kami datang dari Rumah Jenderal yang sepi di Chang’an untuk membunuhmu.”

Lirik lagu itu sama dengan puisi kecil tentang balas dendam yang dia tulis untuk Ning Que.

Dan melodinya adalah cradlesong yang digunakan Ning Que untuk bernyanyi ketika mereka masih anak-anak.

Suara Sangsang lembut dan seperti bayi. Itu tidak terlalu bagus.

Tapi lagu yang dia nyanyikan sangat menyentuh. Itu bergema di seberang danau untuk waktu yang lama.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–