Nightfall Chapter 568

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 568: Hitam Putih Di Antara Papan Catur

Penerjemah: Editor Transn: Transn

Tidak ada Mimpi Nanke di dunia ini, tetapi hanya satu abad di Lanke.

Sangsang mengingat legenda itu, dan mengerti bahwa dia memiliki perjumpaan yang mirip dengan penebang kayu. Namun, sementara penebang kayu telah menghabiskan satu abad dalam kenyataan, dia tampaknya telah meninggalkan kenyataan dan datang ke sini.

Dia tidak tahu apakah dunia ini nyata, atau mimpi, atau semacam halusinasi yang diciptakan oleh orang yang kuat. Tetapi karena dia tahu yang sebenarnya, itu sudah cukup baginya untuk menyimpulkan lebih banyak informasi.

Sama seperti apa yang dikatakan Ning Que, dia adalah gadis yang cerdas yang terbiasa berdiri di belakang Ning Que dan terlalu puas untuk menggunakan otaknya. Dia memiliki Ning Que untuk mempertimbangkan segalanya atas namanya. Dia malas di sini sampai dia memastikan bahwa Ning Que tidak akan datang untuknya, atau mungkin, bisa dikatakan bahwa Ning Que tidak dapat menemukannya. Saat itulah dia mulai benar-benar berpikir untuk dirinya sendiri.

Kesimpulannya adalah bahwa dia masih dalam permainan Go. Namun, lawannya bukan Tuan Qishan, melainkan aturan dunia. Yang perlu dia lakukan adalah mengalahkan aturan-aturan ini.

Aturan menjadi dasar dunia ini. Dunia hanya ada, dan orang bisa hidup, karena aturan ini. Mengalahkan aturan sambil mengikutinya tampaknya mustahil.

Namun, Sangsang percaya bahwa dia bukan milik dunia ini. Bahkan jika dia tidak bisa mengalahkan aturan, dia masih bisa menemukan kesamaan antara dunianya dan yang ini. Begitulah, aturan yang saling bertentangan satu sama lain di dua dunia. Kemudian, dia akan menggunakan kontradiksi ini untuk menyelesaikan aturan dunia ini, atau menemukan cara untuk kembali ke dunia sendiri.

Banyak orang di kota itu telah mati, dan petasan untuk berkabung telah dinyalakan beberapa kali. Dia masih hidup, dan dia bahkan belum tumbuh. Jelas bahwa waktu berlalu lebih cepat di sini. Itu kebalikan dari legenda Kuil Lanke. Pada saat yang sama, itu membuktikan bahwa tubuhnya masih bergerak sesuai dengan aturan waktu di dunia di luar papan catur.

Aturan biologis dunia dalam papan catur dan aturan waktu pada kenyataannya ditegakkan pada dirinya pada saat yang sama. Dia menghubungkan dua dunia bersama, dan dia adalah kontradiksi.

Jika dia mati di dunia ini, maka dia akan dapat membebaskan dirinya dari apa pun yang mengikatnya pada peraturan di sini. Dia akan dapat kembali ke dunia di luar papan catur, setidaknya menurut aturan waktu dalam kenyataan. Kemudian, dia akan bangun.

Karena itu, dia berjalan ke tepi tebing dan melompat.

Dia mendarat dengan berat di kaki tebing. Tulangnya benar-benar hancur dan dia sangat kesakitan. Dunia menjadi gelap …

..Tapi dia hanya muncul kembali di tebing, berdiri di bawah pohon seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Sangsang bingung tentang ini; dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Jika permainan catur ini terjadi seperti yang dia simpulkan, maka pilihannya seharusnya benar. Tetapi mengapa dia tidak bisa mati? Kenapa dia tidak bisa menghilang dari dunia ini?

Dia berdiri linglung di bawah pohon untuk sementara waktu. Kemudian, ia melepas ikat pinggangnya dan mengikatnya ke pohon.

Lehernya sakit.

Sesaat kemudian, dia berdiri di bawah pohon dan melihat ikat pinggangnya yang muncul kembali di pinggangnya. Dia berpikir bahwa dia harus memilih metode lain.

Ada sebuah danau tidak jauh dari pohon itu.

Air itu bisa menenggelamkan seseorang.

Tapi itu tidak bisa menenggelamkannya.

…

…

Dalam beberapa hari berikutnya, Sangsang mencoba berbagai metode bunuh diri tanpa hasil. Dia terus berdiri di gunung, dan selain kenangan dan rasa sakit yang menakutkan, tidak ada tanda-tanda lain bahwa dia telah mati.

Di mana masalahnya? Kematian selalu merupakan jalan tunggal dan selalu merupakan aturan terbesar yang melampaui waktu. Karena dia tidak bisa melanggar aturan waktu, bagaimana dia bisa melanggar aturan terbesar?

Dia berpikir sejenak. Dia telah melupakan sesuatu.

Jika aturan kematian tertinggi dilanggar, itu berarti bahwa semua aturan dunia akan dilonggarkan, dan kemudian mereka akan bergerak menuju ambang kehancuran. Perlahan-lahan, cahaya akan mulai dingin dan malam yang gelap akan memanas. Dua sarang semut yang berjuang untuk madu akan mencapainya di depan musuh mereka jika mereka merangkak di sekitar batu dengan diam-diam.

Waktu mulai melambat. Kecepatan penuaan orang-orang di kota melambat. Dia belum pernah mendengar petasan berkabung selama beberapa tahun, tetapi tidak ada yang senang dengan hal ini. Bahkan, mereka menjadi takut, dan petasan pesta juga berkurang sampai tidak ada sama sekali. Roda air di sungai sudah lama berhenti berputar, dan ladang menjadi tandus.

Seluruh dunia berada dalam kekacauan dan bergerak menuju akhir zaman.

Inilah sebabnya apakah ini realitas atau dunia dalam papan catur, selain keabadian itu sendiri, tidak ada konsep abadi atau keberadaan yang dibiarkan ada. Karena ini akan menyebabkan dunia berakhir.

Aturan dunia akhirnya memperhatikan Sangsang, yang masih berdiri di gunung.

Dunia bergetar dalam kerusuhan. Ladang berbalik dan berguling, laut bergelembung dan gunung-gunung besar tumbang.

Tebing di bawah Sangsang bergetar hebat dan hancur, membuatnya meluncur ke udara.

Beberapa aturan dunia tampaknya hancur secara fisik. Mereka terbang ke langit dalam semburan cahaya.

Bola-bola cahaya ini berwarna putih dan tanpa kehangatan. Mereka tampak seperti bidak catur putih dingin.

Sangsang diskors di udara, dan dia mengintip bidak catur yang cerah dengan bingung.

Dia seperti bidak catur hitam kesepian yang berhadapan dengan armada kulit putih.

Dia akan ditelan cahaya.

…

…

Twilight mendekati Tile Mountain.

Cahaya merah yang hangat menerangi wajah patung batu Buddha, membuatnya tampak sangat khidmat.

Buddha menyaksikan semua penderitaan di dunia, dan tampaknya juga kesakitan sendiri.

Dia ingin mengerutkan kening.

Namun, alisnya adalah garis-garis yang diukir ke batu oleh pengrajin. Mereka sekeras baja.

Dengan demikian, celah tipis muncul di antara alisnya.

…

…

Di bawah naungan patung Buddha di dalam gua berdiri Ning Que.

Sangsang, yang duduk di samping papan catur tiba-tiba mengerutkan kening seolah-olah dia kesakitan.

Ning Que menjadi khawatir, dan tangan kanannya sedikit bergetar.

Beberapa saat kemudian, rasa sakit di wajah Sangsang menghilang dan dia menjadi tenang sekali lagi.

Ning Que menghela nafas lega.

Kemudian, dia mengerutkan kening lagi.

Hanya untuk tenang, sekali lagi.

Ini terjadi berulang kali.

Tiba-tiba, wajah Sangsang menjadi sangat pucat, dan alisnya mengerut dengan kencang. Sosok rampingnya mulai bergetar hebat seolah-olah dia sedang kesakitan. Siapa pun akan dapat merasakan tingkat kengerian yang ia rasakan dalam mimpinya.

Ning Que telah sangat tegang di seluruh dan telah lama mencapai batas atas kesabarannya. Ketika dia melihat keadaan Sangsang, dia bahkan tidak berpikir sebelum mengeluarkan podao di belakang punggungnya dan membantingnya dengan kejam di papan catur.

Guru Qishan mengatakan bahwa Buddha telah meninggalkan papan catur ini, yang berarti itu pasti sangat berharga.

Akan tetapi, pada saat seperti ini, tidak masalah bahwa Buddha telah meninggalkannya. Bahkan jika Buddha sendiri telah muncul, Ning Que masih akan membanting pedangnya ke arahnya. Jika Buddha menghalanginya, dia akan membunuh Buddha. Dia serius.

Tentu saja, Ning Que tahu bahwa papan catur yang ditinggalkan Buddha tidak bisa dihancurkan begitu saja. Sementara dia khawatir sebelumnya, dia sudah membuat persiapan. Bersama dengan Haotian Divine Light dan gaya Pedang Dahe yang digunakan Liu Bai, ia mengumpulkan semua Roh Hebat di tubuhnya dan menyalurkannya melalui podao ke papan tulis.

Ini adalah stroke terkuat yang bisa dia gunakan.

Debu dan asap mengepul, dan cahaya tersebar.

Podao pulih oleh papan catur.

Papan caturnya baik-baik saja.

Sangsang tidak bangun.

Ning Que benar-benar jatuh tertidur sementara masih memegang pisau.

Tuan Qishan tampak semakin kuyu. Dia menghela nafas dan berkata, “Betapa bodohnya sepasang orang yang mabuk cinta.”

…

…

Dunia sebelum berakhir dalam kekacauan. Mereka yang telah berhasil bertahan hidup akhirnya merasakan teror kematian. Mereka mengendarai gerbong mereka, atau mencuri satu dari yang lain, dan mulai melarikan diri.

Mereka tidak tahu ke mana mereka harus pergi untuk menghindari banjir yang turun dari atas, dan dari puncak yang muncul dari danau. Mereka tidak tahu harus pergi ke mana dari melarikan diri dari malam yang terbakar dan hari-hari yang dingin. Mereka hanya melarikan diri secara membabi buta dan dalam kekacauan.

Di persimpangan tertentu, mereka yang melarikan diri terpaksa berhenti.

Ada kereta kuda hitam di persimpangan. Itu telah menjatuhkan beberapa gerbong lain, menambah kekacauan di persimpangan. Itu diblokir sehingga tidak ada yang bisa bergerak.

Kereta kuda hitam memblokir perempatan sehingga tidak ada yang bisa melarikan diri ke selatan. Dan mereka yang ingin melarikan diri ke barat juga tidak bisa melakukannya. Laki-laki yang ingin mengambil keuntungan dari situasi ini tidak dapat menjangkau gadis-gadis berpakaian minim di seberang jalan. Seorang pria muda merangkak keluar dari tumpukan mayat. Dia melihat cinta pertamanya, tetapi tidak bisa memeluknya.

Orang-orang berteriak marah dan mereka memarahi mereka. Beberapa mengambil lumpur dan melemparkannya ke kereta hitam. Namun, pemuda di kereta tampaknya tidak memperhatikan mereka. Dia membiarkan dirinya dilempari lumpur, dan terus menatap langit dengan linglung.

Ada banyak bola cahaya putih di langit. Dia tidak tahu apa yang mereka wakili, tetapi dia bisa merasakan kemampuan mengerikan di dalamnya dan bisa menebak apa yang bisa mereka lakukan.

Pria muda di kereta kuda hitam adalah Ning Que.

Dia tidak tahu bagaimana dia tiba di dunia ini, dan dia tidak tahu bagaimana dia bisa membawa Kuda Hitam Besar dan keretanya. Namun, dia merasa sangat beruntung bisa datang ke dunia ini untuk menemukan Sangsang.

Itu adalah hal yang sangat sulit untuk menemukan seseorang di dunia kacau yang akan segera berakhir. Ning Que sudah mencari Sangsang untuk waktu yang sangat lama tetapi tidak berhasil, sampai dia mengangkat kepalanya dan melihat langit hari ini.

Dia berteriak pada Kuda Hitam Besar.

The Big Black Horse meringkik dan mengangkat kukunya. Dia menarik kereta baja di belakangnya, meratakan kereta kuda dan orang-orang di depannya. Jalan penuh darah dan darah kental terbuka di hadapannya di tengah kerumunan yang berusaha melarikan diri.

Kereta kuda hitam berlari ke arah bola cahaya.

Beberapa hari kemudian, kereta tiba di tempat di bawah Sangsang.

Ning Que menatap Sangsang.

Sinar cahaya yang tak terhitung menerangi dirinya.

Sinar cahaya tanpa panas. Namun, mereka sangat padat sehingga gesekan antara sinar tidak bisa dihindari.

Kecepatan cahaya sangat cepat, dan gesekan di antara mereka menakutkan dan mampu menghasilkan tingkat panas yang tinggi.

Tubuh Sangsang sudah mulai terbakar dan sangat cerah.

Ning Que berteriak, “Sangsang!”

Sangsang sepertinya tidak mendengarnya. Dia tidak melihat ke arah tanah.

Ning Que berteriak sekali lagi, “Sangsang!”

Sangsang mendengarnya kali ini. Dia melihat ke bawah dan menangis, “Saya tidak tahu apa yang terjadi.”

Ning Que berkata, “Jangan takut. Datanglah padaku.”

Sangsang menggelengkan kepalanya. Dia melihat cahaya di sekitarnya dan berkata, “Kamu akan mati.”

Ning Que berkata, “Aku sudah mengatakan sebelumnya, bahwa jika kamu mati, aku akan mati juga. Jadi kenapa kita tidak mati bersama saja. ”

Sangsang tahu bahwa ini benar, jadi dia melompat turun.

Cahaya putih murni mengikutinya dan turun ke tanah.

Ning Que mengeluarkan payung hitam besar dan memberikannya kepada Sangsang.

Sangsang membuka payung hitam besar seolah-olah dia memegang sepotong langit malam.

Malam itu menyelimuti Ning Que, dia, dan kereta kuda hitam.

Aturan dunia tidak bisa menemukannya lagi.

Mereka menghilang dari dunia ini.

…

…

Ning Que dan Sangsang bangun pada saat bersamaan.

Mereka menemukan bahwa mereka masih di Gunung Tile.

Di luar gua, dekat papan catur.

Ada dua buah catur di papan catur.

Yang satu hitam dan yang lain putih.

…

–

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–