Nightfall Chapter 594

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 594: Merobek Lewat Array!

Penerjemah: Transn Editor: Transn

Enam belas tahun yang lalu, di istana Pejabat Penasihat di Chang’an, selir tercinta melahirkan bayi perempuan yang disamak. Nyonya istana menentukan bahwa anak itu berasal dari iblis. Tidak jauh di gudang kayu, Ning Que mengambil golok dan mulai membunuh.

Di Wilderness utara yang jauh, sebuah parit hitam muncul. Pemuda Taoisme Haotian Ye Su, pemuda Tang dari Doktrin Setan, serta biksu muda – Qi Nian – semua menyaksikan semut memindahkan rumah mereka di bawah pohon di luar garis hitam. Mereka menyaksikan dengan waspada, untuk waktu yang lama, tidak berani bergerak maju. Dan, di sisi lain dari garis hitam itu, seorang sarjana sedang membaca di tepi kolam. Dia akan beristirahat ketika dia lelah, dan, selama istirahat, dia akan melepaskan gayung kayu yang digantung di pinggangnya untuk mendapatkan air minum. Tubuhnya kotor, tetapi dia damai dan bahagia.

Enam belas tahun kemudian, Ning Que tidak lagi menggunakan helikopter untuk membunuh orang – dia sudah terbiasa menggunakan busur besi dan panahnya. Sangsang masih berwarna cokelat, tetapi wajahnya menjadi sangat pucat. Dia lemah berbaring di pelukan Ning Que dan menyaksikan Payung Hitam Besar semakin tipis di bawah Cahaya Buddha, menunggu saat-saat terakhir yang akan datang.

Para pemuda sekali telah tumbuh menjadi eksistensi paling kuat di dunia kultivasi. Ye Su tumbuh kurang sombong dan acuh tak acuh. Tang sepertinya tidak berubah. Qi Nian mengubah sebagian besar dari mereka semua. Dia tidak berbicara selama bertahun-tahun. Seolah-olah dia benar-benar menjadi bisu. Dan cendekiawan itu berdiri di bawah tangga di luar Kuil Lanke, jubahnya berkibar. Gayung kayu diikatkan di pinggangnya, bergoyang. Debu sepertinya melayang menjauh darinya, dan ekspresinya tenang.

Mereka pernah bersama karena kedatangan Anak Yama. Dan, enam belas tahun kemudian, orang-orang yang berkumpul, tanpa sadar, sekali lagi berkumpul karena Putri Yama bangkit. Berlalunya waktu dan perubahan di dunia sering disesalkan.

Nyanyian teratur bergema di seluruh halaman Kuil Lanke. Para biksu yang mengenakan pakaian kuning di peron batu berlumuran darah, tetapi masih tampak baik hati. Suara mereka sudah lama sejak parau, dan terdengar lebih seperti menangis, namun, masih – sangat khusyuk.

Susunan taktis Light of Buddha berhasil secara ajaib menahan serangan hebat dari Kakak Sulung Akademi. Susunan taktis tumbuh lebih stabil setelah Ye Su mengangkat tangan kanannya dan memasukkan aura Taoisme Haotian ke dalamnya.

Qi Nian melihat ke bawah ke arah gerbang kuil di kaki gunung dengan tatapan tegas dan tegas. Ekspresinya semakin tenang, karena dia tahu rencananya akan berhasil. Dunia akhirnya bisa menyingkirkan prospek kehancuran yang mengerikan.

Meskipun dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di luar Kuil Lanke, Ning Que tahu bahwa Kakak Sulung telah mencoba yang terbaik. Namun, ketika dia menyaksikan semakin banyak Cahaya Buddha mengalir melalui Payung Hitam Besar yang menipis dan memandangi Sangsang dalam pelukannya, yang tampak semakin dekat dengan kematian, dia tidak bisa menahan perasaan cemas dan bahkan putus asa.

Jika Kakak Sulung tidak bisa menerobos barisan taktis Light of Buddha Lanke Temple sebelum Payung Hitam Besar dihancurkan, maka Sangsang akan dibersihkan oleh cahaya dan berubah menjadi asap.

Ning Que tidak pernah merasakan keputusasaan. Jika dia satu-satunya yang menghadapi bahaya, maka dia akan berkata pada dirinya sendiri, ‘Apa gunanya merasa putus asa jika kamu akan mati?’ Namun, jika Sangsang yang berada dalam bahaya kematian, dia tidak bisa menghentikan dirinya dari perasaan putus asa. Karena jika Sangsang akan mati – dan dia harus hidup – itu akan menjadi penderitaan yang sesungguhnya.

Kemudian, suara tua yang lelah, terdengar di telinganya sekali lagi. Dia telah mendengar suara ini sebelumnya di kuil sebelum Tuan Boshu membunyikan bel Yue laan.

“Jika Mr. First tidak dapat menembus array dan Big Black Umbrella tidak bisa bertahan, bawa Sangsang dan bergegas ke arahku. Jika Tuan Pertama menerobos barisan, tidak peduli seberapa besar Qi Nian dan Ye Su takut pada Akademi, mereka masih akan memilih untuk membunuhmu dan Sangsang. Itu sebabnya kamu harus bergegas ke arahku ketika saatnya tiba. ”

Tuan Qishan dibantu oleh Guan Hai. Dia bersandar di tangga batu yang hancur. Kepalanya diturunkan dan dia terengah-engah. Tidak ada yang memperhatikan bibirnya bergerak.

Ning Que menebak bahwa itu adalah metode rahasia tuan, yang hanya memungkinkannya untuk mendengar. Dia agak tersentuh tetapi tidak berbalik untuk melihat. Dia hanya melirik dari sudut matanya untuk melihat tangan Guru yang layu mendarat di papan catur.

Itu adalah papan catur yang ditinggalkan oleh Buddha.

Suara Tuan Qishan terdengar lagi.

“Temukan cara untuk mengurangi Cahaya Buddha yang datang dari puncak Gunung Ubin, maka, aku akan mengaktifkan papan catur dan membiarkan kalian berdua bersembunyi di dalam. Selama Anda dapat berhasil masuk, bahkan biara dekan atau Kepala Khotbah Biksu dapat menghancurkan papan catur yang ditinggalkan oleh Buddha. Ketika Tuan Pertama memasuki kuil, saya akan meminta Guan Hai memberikannya kepadanya dan membawa papan itu kembali ke Akademi. Saya percaya bahwa Kepala Sekolah akan dapat menemukan cara untuk membebaskan Anda. ”

Kuil Lanke menghadapi lawan terkuat dalam sejarahnya – Tuan Pertama dari Akademi. Keadaan kultivasinya bahkan lebih tinggi daripada Lotus. Sementara Ning Que adalah musafir Akademi, telah naik melalui negara-negara sangat cepat dan bahkan telah melukai Qi Nain – ia tidak sekuat World Wayfarers yang benar-benar kuat ini. Sementara itu, Sangsang masih tidak sadarkan diri. Dia telah ditundukkan oleh Cahaya Buddha dan saat ini berada pada posisi terlemahnya. Itulah sebabnya para biksu di kuil, Qi Nian dan semua orang telah menempatkan energi mereka di gerbang kuil dan tidak melihat perubahan ekspresinya.

Ning Que sangat gugup sehingga dia tidak memperhatikan detail dalam kata-kata Guru. Tuannya berkata bahwa dia akan meminta Guan Hai memberikan papan catur kepada Kakak Sulung dan mengandalkan Kepala Sekolah untuk menyelesaikannya.

“Ning Que, saya hanya berharap bahwa apa pun yang Anda temui di masa depan, Anda tidak akan menjadi Lotus kedua. Anda bisa menjadi Tuan Ke atau siapa pun, tetapi jangan menjadi seperti Kakak Lotus Muda, karena itu terlalu menyakitkan. ”

Suara sedih, penyesalan Master Qishan bergema di benak Ning Que.

Setelah beberapa saat hening, Ning Que menundukkan kepalanya sedikit.

Mendadak,

tiga aula – depan, tengah dan belakang – Lanke Temple bergetar hebat. Beberapa pohon prem tiba-tiba hancur dan dinding yang tak terhitung jumlahnya menjadi berkeping-keping. Tujuh belas lonceng kuno berhenti dan susunan taktis Cahaya Buddha rusak!

Seseorang telah menerobos pintu kuil. Di mana pun orang itu lewat, para biksu dilemparkan ke udara. Beberapa pembudidaya muntah darah dan terbang setidaknya seratus kaki ke udara. Beberapa patung Buddha terlempar ke udara juga.

Baik mereka yang di depan maupun di belakang kuil tidak bisa melihat apa yang terjadi di bawah gunung. Mereka hanya melihat asap mengepul mendekat. Segala yang bisa dijangkau oleh asap itu terlempar ke udara.

Jejak kaget melintas di mata Qi Nian.

Ekspresi Ye Su luar biasa suram.

Tang, yang tetap diam selama ini, tiba-tiba mendongak. Matanya menyala dengan semangat juang.

Array taktis Light of Buddha tidak dapat dilanggar bahkan oleh Tn. First of the Academy. Jadi siapa itu?

Sebelumnya, pada waktu dan lokasi yang tidak ditentukan di Kerajaan Qi.

Ini adalah tempat pemandangan paling terkenal di daerah itu, tetapi bagian jalur gunung ini sangat terpencil dan orang-orang jarang datang ke sini. Suara-suara yang dibuat oleh kuda-kuda putih luar biasa saat berjalan sangat jelas.

Saudara Kedua Jun Mo duduk di atas kuda putih, tenang dan anggun. Namun, dia tampak agak kaku, karena dia menjaga tubuh bagian atasnya tetap lurus tidak peduli bagaimana kuda itu bergoyang.

Pelayan kecil itu menunggang kuda putih di belakang. Dia tampak sangat menggemaskan menunggang kuda tinggi. Dia mendongak ke depan dan dengan penuh rasa ingin tahu bertanya dengan suara kekanak-kanakan, “Tuan muda, mengapa kita tiba-tiba turun dari gunung?”

Brother Kedua berkata, “Guru memberi tahu saya beberapa hari yang lalu bahwa Brother Senior ingin membohongi Brother dan Sangsang yang termuda, dan meminta mereka mencari perawatan di Kuil Lanke. Tetapi saya berpikir bahwa Saudara Senior dan Qi Shan keduanya terlalu jujur dan tidak tahu bagaimana cara berbohong. Jadi saya khawatir Adik Bungsu mungkin melihat mereka dan melarikan diri dengan Sangsang. Itulah sebabnya saya harus berjaga-jaga di kaki gunung dan bersiap untuk menangkap mereka. ”

Pelayan kecil itu berpikir sendiri bahwa sementara Tuan Pertama dan Tuan Qishan terlalu jujur dan tidak tahu bagaimana berbohong, tuan mudanya tidak lebih baik. Apa haknya untuk mengatakan hal itu kepada dua orang lainnya?

“Lalu berapa lama kita harus tinggal di sini?”

Saudara Kedua berkata, “Jika biksu tua Qi Shan tidak banyak bicara atau sesumbar orang botak lainnya, maka kita harus tinggal di sana selama tiga bulan. Sangsang harus disembuhkan saat itu. ”

Setelah jeda sesaat, dia melanjutkan, “Jika mereka benar-benar akan memasuki papan catur, Saudara Bungsu pasti akan mengikutinya. Kemudian, kita harus menunggu selama dua tahun atau membawa papan catur kembali ke Akademi. Namun, bahkan jika biksu tua Qishan lebih baik daripada para botak lainnya, kurasa dia pasti masih serakah. Aku takut dia tidak akan membiarkan kita mengambil papan catur itu. ”

Pelayan kecil itu bertanya dengan bingung, “Kalau begitu, apakah kita benar-benar harus menjaga di sini selama dua tahun?”

Saudara Kedua berkata dengan tegas, “Jia Lun, membaca sepuluh ribu buku jauh lebih baik daripada bepergian sepuluh ribu mil. Gunung ini adalah gunung tetangga dari Tile Mountain. Meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Gunung Genteng, pemandangan di sini bagus. Mengagumi pemandangan ini dan membersihkan hati Anda saat Anda bepergian dengan saya selama dua tahun ini akan membantu dalam kultivasi Anda. Anda bahkan mungkin bisa melakukan perjalanan seribu mil. ”

Pelayan kecil itu menghela nafas tanpa daya dan berpikir bahwa tidak apa-apa jika mereka harus menempuh jarak sepuluh ribu mil. Tetapi mengelilingi gunung yang sama setiap hari dan melihat pemandangan yang sama tak tertahankan bagi siapa pun selain tuan mudanya.

Lalu, tiba-tiba ada embusan angin.

Saudara Kedua mendongak dengan alisnya sedikit berkerut. Dia tiba-tiba merasakan sesuatu dan memucat sebelum dengan marah berteriak, “Sialan!”

Dia melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan itu.

Kotak berisi pedangnya terbang ke arahnya dari buaian pelayan kecil.

Saudara Kedua menginjak punggung kuda dengan ringan, lengan bajunya yang lebar berkibar, dan mendarat di hutan di dekat jalur gunung.

Hamba kecil itu berteriak dengan mendesak, “Tuan, itu bukan jalan utama ke Kuil Lanke!”

“Jalan paling lurus adalah yang terdekat, dan jalan terdekat adalah jalan utama …”

Suara Saudara Kedua bisa didengar dari hutan karena semakin redup dan redup.

Ketika kata-kata ‘jalan utama’ mencapai pelayan kecil itu, Saudara Kedua sudah tidak bisa ditemukan.

Kakak Sulung memandangi Kuil Lanke di depannya.

Laserasi yang tak terhitung jumlahnya sudah terlihat melalui jubah katunnya. Kapas yang dipotong itu diwarnai dengan darah.

Dia, dalam waktu singkat, bertabrakan dengan susunan taktis Cahaya Buddha di Kuil Lanke ribuan kali. Susunan taktis berkedip, tetapi dia juga sangat terluka.

Dia masih belum berhasil memasuki Kuil Lanke.

Kakak Sulung mengikuti Cahaya Buddha dengan matanya dan memandangi patung batu Buddha yang duduk di puncak Gunung Genteng. Dia membuat keputusan.

Tepat pada saat itu, awan asap hijau menghambur ke atas, menendang badai kerikil.

Itu merupakan perjalanan panjang yang melelahkan.

Jun Mo telah tiba di Kuil Lanke.

Dia tertutup debu dan bahkan lebih berdebu dari Kakak Sulung. Namun, mahkotanya yang tinggi masih lurus dan tidak bergerak sedikit pun.

Kedua saudara itu saling melirik dan tidak berbicara.

Jun Mo batuk ringan.

Pohon-pohon musim gugur di luar Kuil Lanke bergetar, dedaunan hijau mereka jatuh.

Di Gunung Tile – dedaunan merah jatuh.

Jun Mo menggunakan jarinya sebagai pedang dan menusuknya ke dalam Cahaya Buddha.

Dia berteriak dengan marah.

Rambut hitamnya, di bawah mahkotanya yang tinggi, diterbangkan, menari dengan liar.

Jari-jarinya turun ke kubah Cahaya Buddha dengan susah payah, tetapi tanpa henti. Dia merobek lubang kecil melalui itu.

Jubah katun Kakak Sulung tiba-tiba bergetar, meninggalkan bayangan di langit.

Kakak Sulung menghilang dari tangga depan Kuil Lanke.

Secepat kilat, dia telah memasuki kuil dan tiba di tujuh belas aula kuil.

Dia tampaknya telah muncul di semua tujuh belas aula secara bersamaan.

Di bawah atap, di dalam gedung, sebelum koridor, di dekat pohon prem …

Kakak Sulung memecahkan tujuh belas lonceng kuno.

Array taktis Light of Buddha telah rusak!

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–