Nightfall Chapter 597

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 597: Pedang Besi dan Pedang Kayu

Penerjemah: Editor Transn: Transn

Ketika Jun Mo berjalan ke bagian belakang kuil Lanke, para biksu berkuning kuning di jalan batu berkumpul di sekelilingnya ketika mereka mengucapkan mantra Buddha. Mereka melemparkan alu logam dan mangkuk tembaga di tangan mereka ke arahnya. Beberapa pembudidaya yang lebih kuat mengeluarkan pedang terbang mereka.

Respons yang cepat belum tentu bagus pada saat-saat seperti ini.

Jun Mo melambaikan lengan bajunya, dan aura Surga dan Bumi di halaman berubah kacau. Beberapa alu dan mangkuk tembaga terbang kembali ke tempat asalnya; para biarawan terkena Barang Natal mereka sendiri dan mulai berdarah. Banyak dari mereka tampak seperti akan mati.

Kemudian, dia melihat mereka yang memiliki kondisi kultivasi tinggi dan bereaksi dengan cepat. Para pembudidaya merasakan tekanan memasuki tubuh mereka dan puluhan pedang terbang jatuh dalam hujan musim gugur. Beberapa pembudidaya bahkan mati, karena persepsi mereka hancur.

Raungan sengsara berdering di atas dasar batu yang diletakkan, dengan anggota-anggota tubuh yang patah beterbangan di sekitar dan darah mengalir seperti sungai. Bahkan jika hujan musim gugur mulai turun, itu tidak akan bisa membasuh darah sekaligus. Bau darah yang kuat merobek aura damai di kuil kuno.

Ye Su menatap pedang kayu dalam diam. Air hujan mendarat di permukaan pedangnya, menghanyutkan dua garis putih yang ditinggalkan oleh Dua-Horizontal Talisman Ning Que. Kemudian, dia menatap pria yang mengenakan mahkota tinggi.

Jun Mo melihat bahwa kereta kuda hitam telah menghilang dari tangga batu di depan kuil. Dia melihat papan catur di depan Tuan Qi Shan dengan tenang. Dia merasakan sinar cahaya dan menoleh untuk melihatnya, bertemu dengan tatapan Ye Su.

Kedua pria itu tidak berbicara, dan mereka berdua terlihat acuh tak acuh.

Ada suara geser, dan pedang kayu Ye Su telah dihapus dari sarungnya. Itu melintasi hujan dan menembus ke arah Jun Mo.

Saat itulah, ketika Jun Mo akhirnya menghunus pedangnya.

Jun Mo tidak menarik pedangnya saat dia merobek-robek, dari memecah susunan taktis besar Cahaya Buddha hingga memasuki kuil, di mana segala sesuatu yang berdiri di depannya terlempar ke udara. Dia tidak menggunakan pedangnya karena dia belum pernah bertemu orang yang pantas mendapatkannya. Ye Su adalah World Wayfarer Haotian Taoism. Dia adalah seorang jenius kultivasi yang telah menembus Alam Kehidupan dan Kematian lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Dia layak pedang Jun Mo.

Jun Mo mengenakan mahkotanya yang tinggi. Jubahnya hilang, jadi orang tidak bisa menebak di mana dia menyimpan sarungnya.

Tetapi ketika pedangnya muncul, semua orang di kuil bisa melihatnya.

Karena pedangnya berbeda dari yang dimiliki oleh semua Pedang Master di dunia. Pedangnya lebar. Itu sangat luas sehingga melampaui imajinasi. Sama sekali tidak terlihat seperti pedang, melainkan sepotong logam persegi.

Lembaran logam persegi itu sangat menarik; sulit untuk tidak melihatnya.

Pedang Jun Mo dimaksudkan untuk dilihat oleh semua orang.

Tuan Kedua dari Akademi akhirnya bertemu dengan pedang Wayfarer Dunia Sekte Taoisme di hujan musim gugur di Kuil Lanke.

Pedang Ye Su tidak bercela dan sunyi. Itu tanpa emosi dan kebijaksanaan; ketika ia melewati hujan musim gugur, hujan itu tampaknya telah menjadi hujan, dan bisa melembabkan hal-hal dalam keheningan. Padahal itu tidak memiliki belas kasihan seperti yang dimiliki hujan seumur hidup.

Pedang Jun Mo besar dan melaju menembus hujan, menggambar kotak. Ketika mencapai ujung garis, itu akan melanggar aturan ilmu pedang dan berbalik ke belakang sambil tetap berada di garis lurus.

Pedang Ye Su adalah angin dingin sekecil apa pun dan gerimis musim gugur, yang mampu meluncur ke setiap celah di dunia.

Pedang besi Jun Mo lurus dan kotak, menghalangi semua hujan dan angin.

Dalam waktu yang sangat singkat, pedang kayu dan besi bentrok beberapa kali dalam hujan. Namun, rasanya juga seolah-olah mereka belum pernah bertabrakan sekali pun. Hujan musim gugur terpaksa dialihkan dan jatuh di sekitar dua kekuatan yang kuat.

Tiba-tiba, ekspresi Jun Mo mendingin. Dia berbalik dan berlari ke kuil Budha tanpa ragu-ragu.

Pedang kayu Ye Su melambai dalam hujan musim gugur dan hanya berjarak tiga puluh kaki dari punggungnya.

Jun Mo menatap Qi Nian yang ada di dalam kuil. Wajahnya pucat, dan dia melambaikan lengan bajunya di belakangnya.

Pedang besi besar yang luas itu terbang ke arah dinding barat dengan dengungan. Itu tidak menggambar kotak lagi, tetapi garis lurus sederhana sebagai gantinya. Karena itu, ia tampak lebih kokoh dan kuat.

Ye Su menyaksikan Jun Mo yang sedang berjalan-jalan di kuil. Kemudian, dia berbalik dengan acuh tak acuh, tidak melihat Jun Mo lagi, tetapi pada dinding halaman milik kuil belakang. Dia melihat atap kuil di kaki bukit dengan kilat di matanya.

Jun Mo berjalan menuju reruntuhan Kuil Buddha. Ye Su memandang tembok tembok halaman. Mereka berdua adalah orang-orang kuat di generasi yang lebih muda, dan keduanya bangga. Jika mereka ingin saling memandang, mereka akan menatap lurus ke mata; jika tidak, mereka akan berbalik.

Cahaya muncul melalui awan hujan di atas Kuil Lanke. Petir jatuh dan guntur meraung. Pedang kayu yang melintasi hujan musim gugur tampaknya telah disambar petir, dan bersinar dengan kilau. Itu berlanjut menuju Jun Mo dengan kekuatan petir!

Pedang besi dan pedang kayu akhirnya berselisih, yang bisa dilihat dengan mata telanjang.

Hujan musim gugur menyebar, dan guntur meraung!

Pedang Ye Su telah memahami logika dunia dan hampir melangkah ke Negara Tianqi.

Jun Mo masih tidak berbalik dan terus berlari menuju Kuil Budha.

Dia tidak memiliki aturan sendiri, juga tidak memiliki kemampuan meminjam kekuatan dari Haotian seperti pembudidaya. Tapi dia dan pedang besinya memiliki keyakinan yang tak terhancurkan akan aturan. Dalam arti tertentu, aturan itu bahkan telah menjadi aturannya sendiri, yaitu aturan.

Perlindungan pedang besinya adalah perintah mutlak.

Bibir Qi Nian sedikit pucat dan basah kuyup oleh hujan. Namun, mereka masih tampak kering. Ketika mereka bergerak sedikit, mereka seperti daun putih layu, gemetar ringan di tengah hujan.

Mereka yang mengelilingi tangga batu di depan kuil terkejut. Ekspresi mereka diubah karena mereka tahu bahwa mereka akan melihat Meditasi Senyap legendaris dihancurkan.

Wayfarer Dunia Sekte Buddhisme, Qi Nian telah berkultivasi dalam Silent Meditation selama 16 tahun dan tidak pernah berhenti. Dia bahkan tidak berhenti di hutan bersalju di dekat danau Chang’an ketika berhadapan dengan pemimpin Doktrin Setan yang rahasia, Kultivasi Jangkrik Dua Puluh Tiga Tahun.

Dengan demikian terbukti apa yang melanggar 16 tahun Meditasi Senyapnya.

Bibir Qi Nian terbelah oleh sebagian kecil, dan orang bisa samar-samar melihat robekan lidahnya. Ekspresinya tenang dan dia mengucapkan satu kata. Itu kacau karena dia sudah lama tidak berbicara.

“Penyakit.”

Dia mengatakannya dengan santai, dan orang tidak dapat merasakan bahwa itu adalah kata pertama dari seseorang yang tidak berbicara selama 16 tahun. Itu sangat berbeda dari apa yang mereka harapkan.

Itu diam di belakang kuil Lanke.

Patung batu Buddha di puncak gunung Tile sepertinya telah mendengar apa yang dikatakannya. Wajah pahatan batu tiba-tiba menjadi hidup, dan tampak sangat simpatik.

Telapak tangan kanan patung batu yang menghadap kaki gunung berlubang, disebabkan oleh Primordial Arrow Ning Que. Tidak ada perubahan pada lubang; alih-alih, Cahaya Buddha yang meluncur keluar dari telapak tangan tampak meruncing.

Cahaya Buddha muncul di Qi Nian.

Tatapannya mendarat di papan catur.

Dasar kuil kuno mulai bergetar hebat. Para bhikkhu dan penggarap yang telah jatuh ke kolam berdarah dilemparkan ke udara. Keretakan muncul di dinding aula tengah dan depan kuil.

Di suatu tempat di luar kuil di samping pohon prem, ada bel yang bergoyang. Tiba-tiba berhenti, melayang di udara. Beberapa retakan padat muncul di permukaan bel, dan tiba-tiba, pecah seperti bunga!

Bel retak seperti ubin!

Pohon prem itu jatuh ke salju!

Dalam hujan musim gugur, rambut hitam Kakak Kedua menari-nari di belakangnya dan ikat pinggangnya terbang liar, seolah-olah itu sangat marah.

Kemudian, dia melakukan sesuatu yang tidak bisa dibayangkan oleh siapa pun. Itu adalah sesuatu yang bahkan Ye Su, yang sama-sama bangga, tidak bisa bayangkan.

Dia mengulurkan tangan dan mengingat pedang besinya yang luas, mengabaikan Pedang Tao di belakangnya yang membawa kekuatan angin dan guntur. Dia melemparkan pedang besi ke arah Qi Nian, mengaum marah di belakangnya.

Tindakan Jun Mo seperti meninggalkan punggungnya pada Ye Su.

Dia adalah Tuan Kedua dari Akademi yang bangga dan perkasa. Tapi dia telah mengembalikan Ye Su yang telah mengambil langkah menuju Negara Tianqi. Ini tidak berbeda dengan melakukan bunuh diri!

Ye Su memandang dinding halaman kuil, saat mereka basah kuyup oleh hujan. Dia merasakan perubahan yang terjadi di belakangnya, dan dia membeku. Dia berpikir dengan kaget, “Keinginan orang ini begitu kuat!”

Jun Mo telah mengingat pedangnya, yang mengundang Ye Su untuk membunuhnya. Dia bertaruh pada Ye Su tidak berani membunuhnya.

Ye Su menghela nafas dan menarik pedangnya.

Jun Mo telah menang, atau mungkin, bisa dikatakan bahwa dia telah memenangkan taruhan.

Namun, selain Saudara Kedua dari Akademi, siapa lagi yang berani bertaruh pada hal-hal seperti ini?

Atau mungkin, Jun Mo telah meramalkan bahwa Ye Su pasti akan mengingat pedangnya. Jadi, apakah ini masih taruhan?

Pedang besi lurus lebar meninggalkan tangan Jun Mo, bergesekan dengan udara dengan kecepatan tinggi, membawa sinar cahaya. Langkah-langkah batu menjadi terdistorsi dan retak di bawah kekuatan bilah; tidak ada yang bisa menghentikannya.

Lemparan pedang ini sedikit mirip dengan pedang Liu Bai yang datang dari langit.

Pedang besi tiba tepat saat tatapan Qi Nian hendak mencapai papan catur.

Pedang besi memotong tatapannya dan mendarat di papan catur.

Setelah 16 tahun, kata “penyakit”, yang diucapkan Qi Nian, masih melambai dalam hujan musim gugur dengan tidak mencolok.

Hujan musim gugur hening, tetapi runtuh kuil itu tidak.

Kuil Budha runtuh di bawah beberapa raungan keras, berubah menjadi tumpukan puing.

Awan asap dan debu naik ke udara dan ditumpas oleh hujan.

Jun Mo berjalan ke reruntuhan bekas Kuil Buddha. Wajahnya pucat, dan jubahnya sedikit kotor. Alisnya yang biasanya dipesan, yang memiliki helaian rambut yang persis sama di keduanya, sedikit berantakan. (Diperbarui oleh NovelFull.Com)

Dia tidak melihat papan catur.

Setelah hening sejenak, dia mengambil beberapa pedang besi yang telah rusak karena batu bata dan kerikil yang menimpa mereka. Dia meluruskan pedang besi dengan tangan kosong. Meskipun mereka tidak lurus, mereka cukup lurus untuk memotong seseorang.

Lalu, dia menatap Qi Nian.

Presiden Yard Commandment dari Kuil Xuankong terengah-engah, dan mendapatkan kembali sedikit kekuatan kultivasinya. Tangan kirinya bergetar dan dia mengambil Yue laan Bell yang ditinggalkan Buddha, yang diletakkan di kolam berdarah di depannya. Kemudian, dia melemparkannya ke arah tangga.

Jun Mo bahkan tidak meliriknya. Dia mengulurkan tangan kirinya dan menangkap bel perunggu saat itu terbang di udara.

Yue laan Bell memegang semangat Buddha. Itu merasakan rasa tidak hormat di tangan yang menangkapnya, dan mulai bergetar dengan marah.

Tangan kiri Jun Mo sangat stabil. Sendi jari-jarinya panjang dan Cahaya Buddha dipancarkan oleh bel perunggu bersinar melalui celah-celah.

Sendi jarinya menjadi agak putih, dan dia menekan ke bawah.

Ada suara retak, dan Yue laan Bell berubah menjadi sepotong logam yang tidak berguna di telapak tangannya.

Ning Que tidak bisa menyentuh Yue laan Bell karena Buddha telah memutuskan bahwa dia jahat. Kakak Kedua dapat menyentuh Yue laan Bell karena, sementara aura yang ditinggalkan oleh Buddha dapat merasakan rasa tidak hormatnya, itu tidak dapat menentukan bahwa dia jahat.

Jun Mo yakin karena dia berada di jalan yang benar. Dia tidak akan tergoda oleh apa pun dari dunia sekuler. Lebih jauh, dia membenci Buddha sepanjang hidupnya, dan dia berpikir bahwa jika dia jahat, lalu seperti apa Buddha itu?

Menjadi pemegang lonceng, Master Boshu patah hati oleh penghancuran objek suci dari Sekte Buddhisme. Hati Buddha-nya juga sangat terpengaruh, jadi wajahnya menjadi sangat pucat ketika dia berteriak marah, “Jun Mo, beraninya kau!”

Jun Mo melirik presiden Commandment Yard dari Kuil Xuankong. Dia mengencangkan tangan kanannya yang mencengkeram pedang besi.

Ada suara sayatan; sisa lengan kiri Tuan Boshu terputus dan jatuh dalam hujan musim gugur.

…

…

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–