Nightfall Chapter 610

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 610: Itu Membosankan di Alam Gurun

Penerjemah: Transn Editor: Transn

Saat membersihkan, Ning Que melihat papan catur. Dia melemparkannya ke sudut dan kemudian meraih Payung Hitam Besar. Dia tidak bisa membantu tetapi menggelengkan kepalanya.

Dibandingkan dengan penampilannya dalam dekade terakhir, Payung Hitam Besar telah mengalami perubahan besar. Kemilau kelabu berminyak di permukaan payung telah sepenuhnya menghilang, memperlihatkan kain hitam murni. Ada beberapa air mata di tepinya dan itu tampak agak menyedihkan.

Big Black Umbrella telah kuat dan tak terkalahkan – mampu menahan semua serangan di dunia. Namun, sudah menjadi seperti sekarang. Jadi orang bisa membayangkan betapa kuat Cahaya Buddha di Kuil Lanke.

Ning Que terus membersihkan. Dia mengkategorikan panah besi, jimat dan panah penggantinya, menempatkannya di tempat yang mudah dijangkau. Kemudian, dia mengangkat dasar kereta, dan mengatur barang-barang kering dan batu-batu yang membantu mendorong jimat kereta kuda. Dia juga menghitung buah kuning yang dimakan Kuda Hitam Besar serta beberapa barang lain-lain.

Menurut jumlah yang mereka miliki sekarang, mereka akan dapat kembali ke Akademi dari Wilderness. Bahkan jika mereka tidak memiliki cukup barang kering, dia tidak khawatir bahwa mereka tidak akan dapat menemukan makanan di Wilderness. Mencari air juga bukan hal yang sulit. Jika dia benar-benar tidak dapat menemukannya, dia bisa mengeluarkan sedikit Psyche Power-nya untuk menulis beberapa jimat air.

Kertas jimat di baskom tembaga sudah menghilang, berubah menjadi api kuning hangat.

Ini adalah jimat api yang telah ditulis Ning Que sejak lama. Mereka tampak mengesankan, tetapi biasa dalam hal suhu dan jumlah waktu yang akan mereka habiskan. Air dalam panci di baskom tembaga baru saja direbus. Nasi berubah menjadi air, tetapi jumlah airnya kurang. Tidak jelas berapa lama waktu yang dibutuhkan nasi untuk dimasak.

Ning Que mengambil sedikit ginseng dan turun dari kereta kuda. Dia memanggil Kuda Hitam Besar, yang menjaga beberapa ratus kaki jauhnya. Dia menepuk leher kuda dan memikirkan bagaimana mereka menjalani hidup dan mati bersama di Kuil Lanke. Dia merasa sedikit emosional dan berkata, “Mulai hari ini, jika saya punya daging untuk dimakan, Anda akan memiliki sup untuk diminum.”

Dengan itu, dia memasukkan ginseng ke mulut Kuda Hitam Besar dan menepuk kepalanya.

Kuda Hitam Besar mengunyah sedikit dan menelan ginseng. Itu tampak menyedihkan di Ning Que sambil masih mengunyah.

Jelas apa yang diinginkan Kuda Hitam Besar. Pemiliknya tidak tahu malu, hanya mau memberinya sup ketika dia punya daging untuk dimakan. Tetapi dia hanya memberi si kuda sepotong tipis ginseng, bagaimana mungkin itu mengisi? Kuda itu ketakutan setengah mati oleh kawah aneh dan kuil yang menakutkan, dan itu telah menarik kereta kuda mereka bermil-mil – bagaimana mungkin Ning Que membuatnya kelaparan?

Ning Que merasa sedikit malu dan berkata, “Aku pasti akan membawakanmu daging besok. Makan saja ini untuk hari ini. ”

Kuda Hitam Besar menggelengkan kepalanya dengan kesal, meskipun sebagian besar – pengunduran diri.

Bubur dalam pot sudah siap dan mengeluarkan sedikit aroma. Ning Que membantu Sangsang dan memberinya makan. Dia berkata, “Saya sudah memasukkan obat ke dalam bubur. Saya mencurinya dari si idiot, jangan biarkan itu tahu. ”

Sangsang memandang keluar dari kereta agak malu-malu, lalu, dia menelan tawa dan terus makan. Setelah setengah mangkuk bubur, dia merasa sedikit lebih baik. Memikirkan cedera Ning Que, dia berkata, “Kamu makan juga.”

Ning Que berkata, “Saya sudah makan.”

Sangsang menjawab, “Kamu punya air dingin dan barang kering, bagaimana mungkin itu baik.”

Ning Que berkata, “Kami hanya hidup sedikit lebih baik setelah kami sampai di Kota Wei. Memikirkan bahwa ketika kami tinggal di Gunung Min, bisa makan barang kering sudah mewah. Jangan khawatir, aku sudah terbiasa dengan itu. ”

Sangsang berpikir dalam hati bahwa mereka telah beralih dari berhemat menjadi hidup mewah, dan kemudian, dari hidup mewah kembali menjadi berhemat. Barang-barang kering pasti tidak terasa sama enaknya dengan ketika mereka masih muda. Namun, mengetahui bagaimana Ning Que, dia tidak mencoba membujuknya, tetapi sebaliknya, mengatakan pada dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik dengan cepat.

Bubur dalam pot masih mendidih, bermunculan sesekali. Masih mengepul dan hangat di kereta. Hanya Payung Hitam Besar dan papan catur di sudut yang mengeluarkan embun beku sedikit.

Papan catur yang tampaknya biasa adalah papan catur yang ditinggalkan Buddha. Ning Que tidak bisa mengerti: Kereta kuda seharusnya memasuki papan, tapi bagaimana papan berakhir di dalam kereta kuda?

“Kami tahu bahwa kami berada di Hutan Belantara Barat yang ekstrem. Kami telah menentukan lokasi kami, tetapi kami tidak tahu berapa hari telah berlalu sejak kejadian di Kuil Lanke. ”

Dia berkata, “Bhikkhu tua itu berkata bahwa dunia telah lama mencari kita. Sepertinya papan catur itu bermanfaat. Kami hanya melakukan perjalanan di jalur gunung selama beberapa detik, tetapi banyak waktu pasti telah berlalu di dunia luar. Meskipun ini masih musim dingin, saya kira lebih dari sepuluh hari pasti telah berlalu. ”

Sangsang merasa ekstrapolasi itu logis. Dia masih merasa ketakutan ketika dia memikirkan Cahaya Buddha di Kuil Lanke, dan kemudian, dia memikirkan apa yang terjadi sebelum mereka memasuki papan catur ketika kuil itu dibobol. Dia berkata, “Anda menduga bahwa Tuan Pertama dan Kedua yang masuk ke dalam kuil. Apa yang terjadi pada mereka? Saya ingin tahu apakah mereka mendapat masalah. ”

Ning Que berkata, “Jangan khawatir, ada, paling banyak, dua orang yang bisa melukai dua Kakak Senior saya secara bersamaan. Tetapi keduanya takut membuat marah Guru, jadi mereka pasti tidak berani bertindak. ”

Dua yang dia bicarakan adalah dekan Biara Zhishou dan Kepala Biksu Khotbah dari Kuil Xuankong.

“Saya lebih khawatir untuk Master Qishan.”

Ning Que memikirkan biksu tinggi Buddha yang baik hati dan bagaimana ia mengaktifkan papan catur untuk mengirim keduanya pergi. Dia mengerutkan kening dan berkata, “Tuan selalu sakit, dan dia menggunakan mantra untuk membantu saya dalam pertempuran saya dengan Qi Nian. Setelah itu, dia dengan paksa membalik papan catur. Aku ingin tahu apakah dia masih bisa bertahan. ”

Sangsang sangat khawatir setelah mendengar itu. Dia mengeluarkan bidak catur hitam dari pinggangnya dan menatapnya dengan bingung.

Ning Que tahu bahwa ini adalah bidak catur yang digunakan Sangsang dalam tiga pertandingan catur terakhir di Tile Mountain. Dia berkata dengan lembut, “Saya punya firasat buruk. Simpan bidak catur ini sebagai momen. ”

Sangsang mengangguk dan mengepalkan tangannya, mencengkeram bidak catur dengan erat. Dia melihat papan catur dan bertanya, “Aura Buddha telah meninggalkan papan catur. Apakah itu hancur? ”

Ning Que berkata, “Bagaimanapun, ini adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh Buddha. Bahkan jika kita tidak bisa memasuki dunia di papan catur lagi, kita masih bisa menyimpannya untuk dijual. Masih lebih baik daripada mencari tempat untuk menguburkannya. ”

Malam semakin dalam, dan Kuda Hitam Besar telah tertidur.

Kulitnya tebal – tidak terganggu oleh angin menusuk di padang gurun. Itu tidak tidur seperti kuda normal, karena tidak mendukung berat penuh dengan keempat kakinya. Itu tidak berbaring di tanah seperti kuda tua yang lemah juga. Alih-alih, ia bersandar pada kereta sembarangan seperti pemabuk. Lubang hidungnya sedikit melebar ketika mencium aroma bubur yang melayang dari lapisan jendela, tidur nyenyak.

Uap dari bubur berputar-putar di sekitar kereta. Bersama-sama dengan kertas jimat yang memancarkan kehangatan di baskom tembaga, itu agak menyesakkan. Ning Que mengulurkan tangan dan membuka celah di langit di atas kereta.

Cahaya bintang perak masuk melalui celah, menyinari dia dan Sangsang. Itu mendarat di segalanya, mengubah kereta menjadi warna favorit mereka dari tael perak.

Sangsang menyusut ke pelukannya dan mencengkeram kemejanya dengan tangan kanannya. Dia melihat langit malam melalui celah dan menyadari bahwa langit malam di padang belantara masih seterang sebelumnya. Namun, dia merasa ada seseorang yang mengawasinya dari antara bintang-bintang dan mulai merasa takut. Dia mencengkeram kemeja Ning Que lebih erat.

Ning Que tidak tahu apa yang dia pikirkan. Dia menundukkan kepalanya untuk menciumnya dan menemukan bahwa dahinya agak dingin, tetapi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan ketika dia sakit.

Dia menatap langit berbintang dan tiba-tiba merasa emosional. Dia mengulurkan jari ke langit malam yang dilihatnya melalui celah. Dia perlahan menggerakkan jarinya dan tumbuh khusyuk.

Sangsang memperhatikan ketika dia menelusuri jarinya dan menyadari bahwa dia tidak sedang menggambar Jimat Dua-Horisontal. Dia bertanya dengan cemas, “Apakah ini jimat baru?”

Ning Que berkata dengan puas, “Ini bukan jimat. Saya hanya menulis beberapa kata, ini bagian kaligrafi cepat. Paling tidak itu bisa masuk dalam sepuluh besar karya saya. Menurut Anda berapa nilainya? ”

Semua yang ada di kereta bersinar perak, tetapi semuanya sia-sia. Bagian kaligrafi yang ditulis Ning Que dengan jarinya juga salah. Itu tidak bisa disimpan dan tidak berharga.

Sangsang menggelengkan kepalanya dengan sedikit penyesalan. Dia berkata, “Jika kita benar-benar ingin kembali ke Akademi, kita akan menghadapi banyak bahaya di sepanjang jalan. Kami tidak bisa menjual kaligrafi ini, jadi sebaiknya Anda menciptakan beberapa jimat baru. ”

“Meskipun aku sudah memasuki Negara Takdir Yang Mengetahui, tetapi tuan kita telah memasuki surga. Tidak ada yang membantu saya. Saya hanya dapat dianggap sebagai setengah dari seorang Master Jimat Ilahi paling banyak. Saya sudah dianggap jenius di Talisman Taoism sekarang sehingga saya bisa menulis Talisman Infinitif. Tidak mudah menemukan jimat baru. ”

Ning Que memikirkan apa yang Sangsang katakan sebelumnya dan mengingat masalah yang sangat penting. Dia memandangnya dan berkata, “Tidak peduli betapa berbahayanya jalan kita, Anda tidak diizinkan untuk menggunakan Divine Skill atau memegang Payung Hitam Besar.”

Sangsang mengerti apa yang dia maksud dan mengangguk pelan.

Jika dia menggunakan Keterampilan Ilahi West-Hill, dia mungkin kambuh, mati, atau menarik perhatian Yama. Jika dia membuka Payung Hitam Besar, hal-hal lain mungkin terjadi. Dia mungkin menarik perhatian Yama, sekte Budha dan Taoisme. Semua situasi di atas sangat berbahaya.

Sangsang masih tertidur saat fajar, sementara Ning Que sudah bangun. Dia melihat langit, memeriksa arah angin dan memutuskan bahwa itu adalah hari yang baik untuk bepergian. Dia membangkitkan Kuda Hitam Besar dengan tinjunya dan membuatnya bergerak.

Namun, kereta kuda hitam belum melakukan perjalanan jauh sebelum bertemu musuh. Ini adalah kedalaman Wilderness, di mana populasinya langka. Sulit bahkan bertemu satu orang, apalagi musuh.

Satu-satunya penjelasan yang mungkin untuk ini adalah bahwa Haotian telah menemukan keberadaan Putri Yama. Heaven’s Way, yang tidak terlihat dan tak tersentuh, tetapi selalu aktif, telah mulai mencoba memusnahkannya.

Ini adalah padang rumput dengan bukit-bukit. Rumput kuning di padang rumput sudah ditebang oleh angin. Mereka mungkin telah mati, atau mungkin, sedang menunggu musim semi berikutnya untuk tumbuh lagi.

Lusinan kavaleri padang rumput mengenakan baju kulit berdiri diam-diam di atas padang rumput. Mereka kadang-kadang akan menjangkau untuk menenangkan kuda-kuda mereka yang lelah. Sepertinya mereka telah menempuh perjalanan jauh sebelum tiba di sini.

Ning Que melirik kavaleri padang rumput, tetapi tidak memperhatikan detail pada baju besi mereka. Dia sudah menebak dari mana mereka berasal. Di Wilderness Barat, hanya Istana Raja Kanan yang memiliki hak untuk memiliki kavaleri elit.

Kereta kuda hitam itu masih sekitar dua ratus kaki jauhnya dari kavaleri padang rumput Istana Raja Kanan. Itu masih di luar jangkauan tembak anak panah mereka. Dia bisa mendapatkan Kuda Hitam Besar untuk melepaskan keunggulan kecepatannya dan menyerbu ke belukar. Tidak peduli seberapa bagus kavaleri itu, mereka tidak akan bisa mengejar ketinggalan.

Namun, kavaleri padang rumput tersebar di padang rumput – garis depan mereka sangat panjang. Mereka tampak jarang dan lemah, tetapi ada di sana untuk mencegah kereta kuda hitam melarikan diri. Jika Ning Que ingin pergi tanpa pertempuran, maka ia harus membuat jalan memutar di sekitar barisan pasukan sebelum ia bisa meninggalkan padang rumput. Namun, itu akan membuang-buang waktu.

Inti dari masalah ini adalah: Ning Que, Geng Kuda dan kavaleri Wilderness telah bertahun-tahun berinteraksi. Dia yakin bahwa kavaleri, yang ada di sana untuk menghentikannya, akan datang dalam banjir. Jika dia menemukan orang-orang ini menghalangi dia dan berbalik, para penunggang dan pemburu oposisi hanya perlu mengulangi apa yang telah mereka lakukan beberapa kali dan menggunakan sejumlah besar kavaleri untuk mengelilingi kereta kuda hitam di kedalaman Wilderness. Itu sangat berbahaya.

Itu sebabnya Ning Que tidak berbalik. Kereta kuda hitam terus menaiki padang rumput. Pada awalnya, itu bergerak lambat, tetapi segera menjadi lebih cepat dan lebih cepat. Roda baja dari kereta terguling, meratakan rumput yang beku dan menyebabkan lumpur beterbangan ke segala arah.

Seorang pemimpin kavaleri di padang rumput menyadari bahwa kereta kuda hitam sedang bergegas ke arah mereka. Dia tidak terlihat bahagia atau bodoh, tetapi ekspresinya berubah sangat serius. Kemudian, dia perlahan menarik pedangnya dari pinggangnya.

Tidak peduli Tenda Kiri, Tenda Kanan atau Istana Emas, kavaleri padang rumput dan pedang Geng Kuda semuanya melengkung. Beberapa tahun yang lalu, ketika Ning Que adalah pemotong kayu profesional di Kota Wei, ia menggunakan jenis pedang melengkung ini juga.

Karena pedang seperti ini dapat dengan mudah memotong kepala manusia.

Beberapa kavaleri padang rumput menarik pedang melengkung dari sarungnya secara serentak. Suara logam yang saling beradu menusuk telinga semua orang.

Kereta kuda hitam menuju ke bagian bawah padang rumput dengan kecepatan tinggi. Sama seperti itu tidak lagi bisa berbalik, beberapa pasukan kavaleri muncul diam-diam dari belakang pemimpin, mengeluarkan busur mereka dan mengarahkan kereta kuda!

The Wilderness membosankan untuk Ning Que.

Dia lebih akrab dengan taktik perang kavaleri padang rumput dan Geng Kuda daripada buku ketiga dan bab 14 militer Kekaisaran Tang. Karena itu, dia tidak terkejut ketika melihat bahwa mereka yang bersembunyi di bawah padang rumput sebelumnya baru saja mengeluarkan busur mereka. Sebaliknya, dia merasa sedikit bosan – itu terlalu akrab.

Tali busur berdengung dan panah merobek udara. Lusinan anak panah melengkung di langit ketika mereka terbang dari padang rumput beberapa ratus kaki jauhnya menuju kereta kuda hitam.

“Mereka berani bermain jarak jauh, menembak hanya dengan beberapa busur Huang Yang? Kereta kuda mungkin menjadi target besar, tetapi mereka tidak bisa melakukan itu. ”

Ning Que berbalik. Sangsang masih tidur nyenyak, tangannya mencengkeram erat ke sudut selimut. Alisnya terjalin erat, seolah dia sedang memimpikan sesuatu.

Dia melompat keluar dari kereta dan mendarat di punggung Kuda Hitam Besar, mengayunkan kakinya di atas perut kuda.

Kuda Hitam Besar meringkik dan menyerbu ke depan!

Beberapa saat sebelumnya, Ning Que telah membatalkan ikatan yang menghubungkan poros ke kereta. Kuda Hitam Besar menyerbu ke depan, terpisah dari kereta. Kereta terus bergerak maju karena inersia, semakin lambat.

Dalam proses melambat, ada suara mendengung di kereta hitam. Langit-langit di langit-langit dan dua jendela di samping serta pintu kereta dikunci oleh pegas.

Panah yang ditembakkan kavaleri padang rumput akhirnya jatuh, bersiul dengan tajam.

Ada lima atau enam panah yang mengarah ke kereta yang melambat. Namun, untuk kereta, yang terbuat dari baja murni murni, ditembak oleh panah yang tampaknya menakutkan hanyalah goresan.

Anak panah menabrak kereta kuda dan patah di tengah, mendarat di tanah seperti potongan jerami yang mencoba menembus batu, tampak konyol dan menyedihkan.

Kereta kuda hitam itu sangat tebal. Setelah disegel sepenuhnya, sulit untuk mendengar apa yang terjadi di luar. Panah yang menabrak kereta terdengar lemah dan lembut, seperti mematuk burung.

Di dalam kereta, Sangsang masih tidur nyenyak. Dia pasti mendengar suara panah jatuh, karena dia melambaikan tangannya dengan sedih, seolah ingin mengusir suara itu di telinganya. Kemudian, dia berbalik dan terus tidur.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–