Nightfall Chapter 629

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 629: Gagak Hitam dan Priest in Red

Penerjemah: Transn Editor: Transn

Sebelumnya di jembatan, podao Ning Que telah bertemu dengan staf besi di tangan para biarawan pertapa. Ada tabrakan keras sebelum staf terlempar ke udara. Kemudian, Ning Que membunuh pria itu dengan pedangnya.

Di biara, podao Ning Que dan staf yang merobek udara bertemu. Namun, hanya ada klik ringan yang terdengar seperti pembakaran sikat kaligrafi oleh nyala lampu minyak.

Ini karena orang yang memegang tongkat memiliki kondisi kultivasi yang lebih tinggi daripada bhikkhu pertapa di ujung jembatan. Staf logam diresapi dengan Qi Surga dan Bumi dan sangat cepat dan stabil. Dibandingkan dengan itu, cara Ning Que melambaikan pedangnya juga lebih tajam. Ketika keduanya bertemu, staf logam tidak terlempar ke udara tetapi dipotong tepat di tengah!

Ada poof cahaya dan staf besi dipotong menjadi dua! Setengah bagian atas staf menyapu bahu Ning Que saat terbang, memecahkan lubang besar melalui atap biara yang berwarna. Setengah bagian bawah, yang sedikit tajam, dipegang oleh orang yang mengarahkannya ke perut Ning Que. Ada teriakan marah saat orang itu bergegas menuju Ning Que!

Ning Que jelas bisa merasakan aura Budha yang tebal di tangan kiri pria itu. Dia juga merasakan bahwa bagian atas dari staf besi yang menerobos atap terbang kembali dengan kecepatan tinggi. Saat ini, ada tongkat besi yang tajam menuju ke perutnya dan ada bagian tongkat besi yang bergegas di punggungnya. Dia berada dalam situasi yang sangat berbahaya karena dia diserang di ketiga sisi, termasuk telapak tua yang layu.

Namun, dia tidak panik sama sekali. Master Yan Se pernah menggambarkan apa yang Sage of Sword, Liu Bai katakan, “Pedang itu bisa terbang selusin mil, tapi itu tidak sepenting kaki jarak sebelum Anda.” Ning Que, yang sudah mulai berkultivasi di akhir kehidupan seperti Ye Hongyu. Dia tahu bagaimana cara menang dalam pertempuran melawan para pembudidaya yang tampaknya kuat. Dia tahu arti dari pertempuran yang sebenarnya.

Stroke podao belum berakhir dan tidak bisa kembali ke depan Ning Que. Ning Que tidak ragu untuk melepaskan gagang dari tangan kanannya ketika dua bagian staf menyerangnya dari belakang dan depan dan tangan yang layu mendekat. Tangan kirinya mengulurkan tangan bagaikan sambaran petir dan menangkis tongkat yang mendekati perutnya. Kemudian, dia menginjak maju dan meninju wajah orang itu.

Ada dua tamparan keras dan Ning Que mundur. Tangan kanannya terayun di udara dan memegang podao yang belum sempat turun. Mengikuti dengan dekat itu adalah dua tepuk tangan gemilang lainnya. Dua bagian staf logam telah jatuh ke tanah. Orang itu terengah-engah, mundur dengan tangan menutupi wajahnya. Tangannya sudah lama ditarik.

Tidak peduli seberapa misterius kultivasi itu, masih tergantung pada manusia untuk mengendalikannya. Begitu lawannya telah diserang, bagaimana mereka bisa menggunakan kekuatan kultivasi mereka?

Namun, pertempuran belum berakhir.

Pakaian tebal di luar jendela biara tiba-tiba melayang dan jatuh berkeping-keping. Mereka terbelah menjadi beberapa bunga polos. Karena ketebalan kain, kelopak bunga ini tampak agak tebal. Namun, mereka merasa sesak napas dan mengesankan. Jika bunga-bunga ini menutupi wajah seseorang, akan sulit untuk bernapas.

Podao di tangan kanan Ning Que bergetar kuat di udara di sekitarnya seperti beberapa sambaran petir. Memotong bunga menjadi compang-camping tanpa kesulitan. Kemudian, dia berbalik dan menghilang ke kedalaman biara.

Ada sebuah patung Buddha jauh di dalam biara. Ada pot dupa, bel, dan dua futon di depannya. Seorang gadis duduk di salah satu futon, punggungnya menghadap ke pintu biara. Di kasur lain, duduk seorang wanita tua yang muntah darah. Dia adalah orang yang telah mencoba untuk diam-diam menyerang Ning Que dengan tongkat besi tetapi malah dipukul olehnya.

Bilahnya melayang di udara dan mendarat dengan lembut di leher gadis itu. Ning Que menatap punggung gadis itu tanpa emosi dan berkata, “Wanita, lama tidak bertemu.”

Wanita tua itu bangkit dari tanah dan duduk di atas futon. Dia memelototi Ning Que dengan berbisa dan berkata, “Jika kita harus bertemu lagi, mengapa itu tidak ada di dunia bawah?”

Wajah wanita tua itu penuh keriput dan ekspresinya mengancam. Meskipun tatapannya berbisa, jauh di matanya, orang bisa samar-samar melihat keinginan untuk mati. Dia adalah Bibi Quni Madi.

Gadis di atas kasur berbalik. Wajah pucatnya seindah dulu. Namun, ekspresinya acuh tak acuh dan mati rasa. Rambutnya ditutupi oleh topi dan dia tampak seperti seorang biarawati yang berniat untuk berkultivasi. Dia adalah Pecandu Bunga, Lu Chenjia.

Di akhir musim dingin tahun ke-16 era Tianqi, terjadi pertempuran besar di Kuil Lanke. Presiden Commandment Yard, Kuil Xuankong, Master Boshu meninggal. Quni Madi sangat marah dan dia bahkan lebih letih dengan kematian Daoshi. Ketika dia kembali ke Kerajaan Yuelun, dia meminta untuk berkultivasi di biara di Kuil Menara Putih dan akhirnya menjadi acuh tak acuh.

Pecandu Bunga, Lu Chenjia telah mengalami banyak hal dan merasa putus asa. Dia secara bertahap jatuh cinta dan mengikuti Bibi ke biara ini dan mereka hidup dalam pengasingan, mempraktikkan vegetarianisme dan membaca kitab suci di depan patung Buddha.

Jadi, dua wanita paling terkenal dan sangat dihormati dari Kerajaan Yuelun meninggalkan dunia fana. Mereka tidak peduli dengan dunia sekuler, dan hanya mencari kedamaian di biara. Mereka hidup dengan damai selama setahun dan tidak berinteraksi dengan dunia.

Mereka tidak tahu bahwa Ning Que dan Sangsang masih hidup, dan tidak tahu bahwa keduanya telah tiba di Kota Chaoyang. Keduanya, yang acuh tak acuh terhadap dunia sama sekali tidak bereaksi terhadap dering bel di seluruh kota. Mereka hanya bereaksi ketika Ning Que datang ke Kuil Menara Putih dan menyeberangi jembatan sempit, membunuh dua Biksu Pertapa.

“Aku tidak menyangka kamu masih hidup dan datang ke Yuelun.”

Quni Madi menghapus darah dari bibirnya dan memelototi Ning Que dengan berbisa. Dia tiba-tiba menyadari apa yang terjadi dan tertawa gila. “Sepertinya kau dan Putri Yama terus dikejar. Alangkah bahagianya hal itu. ”

Bibi yang sangat dihormati dalam Sekte Buddhisme telah hidup dengan tenang selama setahun terakhir. Dia tidak bergerak. Namun, kebencian adalah kekuatan terkuat di dunia. Ketika dia melihat Ning Que, yang paling dia benci, muncul di hadapannya, wajahnya bersemangat, kebencian yang intens menyebar di wajahnya.

Lu Chenjia tidak menyangka Ning Que dan Sangsang masih hidup. Dia menatap Sangsang, yang dipegang Ning Que di punggungnya, dan ekspresinya, yang seperti kelopak di es, berkedip. Emosi di matanya bertambah rumit, dan dia tampak bingung.

Ning Que memandang keduanya dan tidak berbicara karena tidak perlu baginya.

Aura mengerikan di luar gerbang kota Barat telah membuatnya berbalik. Dia tidak punya tempat untuk lari karena ada pembangkit tenaga listrik budidaya baik dari sekte Budha dan Tao serta penduduk kota Chaoyang aktif mengejar mereka. Itulah sebabnya dia pergi ke biara untuk beristirahat dan menunggu perubahan yang telah dia tunggu. Quni Madi dan Lu Chenjia hanyalah sandera.

Dia diam-diam mempelajari lingkungan kuil ketika mereka datang untuk belajar agama Buddha di musim dingin. Dia telah memperhatikan beberapa masalah dengan eyot di aula belakang. Sementara dia tidak bisa mendekatinya, dia memperhatikan seorang bhikkhu pertapa dengan tongkat besi yang sering mengunjungi kacamata. Dia juga telah melihat bhikkhu yang sama di padang gurun dan tahu bahwa dia adalah penjaga Quni Madi dan Lu Chenjia. Dia mengamati mereka beberapa kali dan yakin bahwa Quni Madi dan Lu Chenjia ada di biara.

Suara gagak gagak yang jelek berdering di luar biara. Ning Que mengeluarkan dua tali kulit kaku dan mengikat Quni Madi dan Lu Chenjia. Kemudian, dia berjalan ke tirai dan melihat melalui lubang berbentuk kelopak dan melihat gagak hitam mengelilingi udara.

Pada akhir musim gugur lalu, ketika Ning Que dan Sangsang pindah ke halaman, seekor burung gagak hitam terbang masuk. Burung itu mendarat di sebuah cabang. Setelah itu, seekor gagak hitam akan terbang setiap hari selama sepuluh hari ke depan. Itu sangat menyeramkan dan membuat orang gelisah. Namun, tidak ada yang terjadi pada gagak atau pada mereka, jadi dia akhirnya melupakannya.

Namun, siapa yang mengira bahwa gagak hitam ini akan menjadi musuh terbesarnya dan Sangsang? Kembali di Kota Chaoyang, jika bukan karena gagak hitam ini, ia mungkin bisa bersembunyi dengan Sangsang atau bahkan melarikan diri dari kota.

Ning Que tidak mengerti mengapa gagak hitam akan muncul di halaman dan mengapa mereka masih mengikutinya. Sangat mungkin karena aura Yama di Sangsang. Tetapi jika gagak adalah simbol kemalangan, bukankah seharusnya mereka membantu Sangsang? Mengapa mereka menggunakan cara ini untuk mengungkapkan di mana Sangsang berada?

Tidak peduli alasannya, Ning Que harus membunuh gagak hitam. Kalau tidak, tidak peduli sekuat apa dia, dia dan Sangsang akan mati bahkan jika mereka bisa menunggu perubahan akhirnya datang. Dia sudah ingin membunuh burung gagak saat mereka melarikan diri tetapi tidak punya waktu atau sumber daya untuk melakukannya.

Tangan kanannya mendarat di jendela saat dia menarik sepotong kayu dari sana tanpa mengerahkan banyak kekuatan. Kemudian, dia menghancurkan mereka menjadi puluhan bit dan menggunakan Roh Besar untuk melemparkan mereka ke gagak hitam di langit.

Pecahan kayu ringan diilhami oleh Roh Besar, menjadi kerikil yang kuat. Mereka terbang melintasi udara dalam suatu hal yang mengesankan. Gagak hitam tidak punya waktu untuk mengelak dan dipukul. Mereka berkokok dengan menyakitkan ketika bulu hitam jatuh dan gagak jatuh ke tanah.

Ning Que merasa sedikit lebih tenang. Namun, yang membuatnya terkejut dan gelisah adalah beberapa saat kemudian, gagak gagak yang jelek bergema di sekitar biara. Sekali lagi gagak hitam muncul di langit di bawah awan!

Mungkinkah gagak hitam tidak bisa dibunuh?

Semakin banyak orang berkumpul di Kuil Menara Putih. Kerumunan berkumpul di tepi danau, dan beberapa orang bahkan didorong masuk karena semakin banyak yang berkumpul. Beberapa pemanah muncul di jembatan sempit dengan tali busur mereka direntangkan. Ratusan murid Buddha dan lusinan penjaga ilahi menyaksikan biara dengan mata waspada.

Ning Que bisa melihat bahwa ada ratusan orang di pantai dari jendela biara. Dia tahu bahwa ada lebih banyak orang dan ada ribuan, atau bahkan sepuluh ribu orang di belakang. Orang-orang ini ingin bergegas ke biara dan menggigit darah dan darah dari dia dan Sangsang. Kemudian, mereka akan membakar mereka tanpa mengedipkan kelopak mata.

“Aku tidak mengerti, mengapa kamu begitu bodoh untuk bersembunyi di sini.” Quni Madi memandang punggungnya dengan ekspresi mengancam dan sarkastik. Dia melanjutkan, dengan suara serak jelek, “Mungkinkah kamu berpikir untuk menggunakan kami sebagai sandera sehingga mereka akan membiarkan Putri Yama pergi? Kamu terlalu naif. ”

Ning Que tidak berbalik, tetapi berkata, “Suaramu sangat jelek, kedengarannya seperti burung gagak di langit. Jika Anda ingin melihat bagaimana Sangsang dan saya akan tercabik-cabik oleh orang-orang itu, maka saya sarankan Anda tutup mulut sekarang. ”

Quni Madi tersenyum senang. Dia ingin melihat bagaimana Ning Que dan Sangsang akan mati, jadi dia memilih untuk diam.

Di istana tidak jauh dari Kuil Menara Putih.

Raja Kerajaan Yuelun menatap pria yang berlumuran darah di hadapannya yang sedang berbaring di atas tandu. Dia melambaikan tangannya dan berkata dengan lantang, “Komandan, apakah Anda mengerti apa artinya keputusan Anda? Dua kerabat terdekat saya berada di biara. Jika Anda ingin menyerang mereka dengan paksa, mereka mungkin mati karenanya! ”

Komandan Luo Kedi dari Istana Ilahi Istana Ilahi-Bukit meletakkan di atas tandu dengan lemah. Tenggorokannya ditutupi oleh lapisan kasa yang tebal dan dia tidak bisa berbicara sama sekali. Namun, matanya masih kokoh dan dingin.

Master Qi Mei berdiri di samping tandu. Dia meletakkan tangannya bersama dan membungkuk pada raja dan berkata, “Yang Mulia, tolong mengerti situasi saat ini dan mengapa sekte Buddha dan Tao akan membayar harga yang sangat besar untuk itu. Karena Ning Que telah membawa Putri Yama ke perangkap kematian, kita harus memanfaatkan kesempatan ini. ”

Luo Kedi tidak bisa mengatakan apa-apa, jadi dia mendengus dari hidungnya.

Qi Mei berkata dengan lembut, “Saya tidak berpikir bahwa ada orang yang akan menolak untuk mengorbankan hidup mereka untuk menyelamatkan dunia. Penduduk Kota Chaoyang sangat berani, mengapa Bibi dan Putri Chen Jia takut mati? ”

Wajah raja Kerajaan Yuelun tumpul dan dia mengepalkan tinjunya dengan erat. Namun, matanya bersinar dengan gelisah, dan dia tampak seperti berada dalam pergulatan ekstrem dan ragu-ragu. Kerajaan Yuelun adalah negara Buddhis dan dipengaruhi dan bahkan dikendalikan oleh Sekte Buddhisme. Istana Ilahi West-Hill tidak diragukan lagi keberadaannya yang paling menakutkan. Baik Taois dan Sekte Buddha telah membuat sikap mereka jelas. Tidak peduli seberapa mendesaknya dia, dia tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan insiden mengerikan itu terjadi.

Raja Kerajaan Yuelun menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan lembut, “Karena memang begitu …”

“Kenapa kita tidak menunggu lebih lama lagi?”

Semua terdiam di istana. Tiba-tiba, seseorang mengatakan sesuatu.

Tidak ada yang akan berpikir bahwa orang ini akan tiba-tiba berbicara untuk mencegah raja membuat keputusan dengan segera. Bukan perdana menteri Kerajaan Yuelun, atau Ratu yang mencintai putrinya. Itu adalah imam tua berwarna merah. Pria ini adalah satu dari tiga pendeta berbaju merah yang telah meninggalkan istana sebelumnya tetapi telah kembali tanpa ada yang memperhatikan.

Pendeta berbaju merah berkata dengan tenang, “Surga mencintai semua kehidupan. Ning Que dan … Putri Yama telah memasuki perangkap kematian, jadi mengapa kita harus bergegas? ”

Luo Kedi, yang sedang berbaring di tandu, marah ketika mendengar itu. Dia menunjuk ke arah pendeta dengan warna merah dan gemetar karena marah. Namun, dia tidak bisa mengatakan apa-apa.

Dua pastor lainnya yang berpakaian merah dari West-Hill berjalan dan mengabaikan tatapan curiga Luo Kedi. Mereka memandang kerumunan dan berkata tanpa ekspresi, “Kami setuju. Surga mencintai semua kehidupan. ”

Ekspresi Qi Mei berubah liar. Dia tidak mengerti mengapa para imam dari West-Hill Divine Palace akan mengatakan itu. Surga mencintai semua kehidupan? Kapan Taoisme Haotian menjadi begitu lembut dan penuh kasih sayang?

Para pendeta berbaju merah dari Istana Ilahi-Bukit Barat telah bergegas ke Gunung Peach beberapa hari sebelumnya dengan pemberitahuan dari Hierarch Lord dan Great Divine Priest of Revelation. Karena itu, tidak ada yang mencurigai mereka. Dikatakan bahwa ketiga pastor berbaju merah semuanya berpengalaman dalam Keterampilan Ilahi, dan Istana Ilahi-Bukit Barat telah mengirim mereka secara khusus karena mereka khawatir bahwa banyak warga sipil di Kota Chaoyang akan terluka dan mati.

Murid Luo Kedi tiba-tiba menyusut ketika dia memikirkan kemungkinan tertentu. Qi Mei memikirkannya hampir pada saat yang sama dan dia sedikit mengernyit. Dia memandangi tiga pastor berbaju merah dan bertanya, “Aula Ilahi yang manakah Anda?”

Imam terkemuka berbaju merah berkata dengan tenang, “Aula Cahaya Ilahi.”

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–