Nightfall Chapter 634

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 634: Biksu Kepala Khotbah

Penerjemah: Transn Editor: Transn

Quni Madi, seorang master dari puncak Seethrough Realm telah bertahun-tahun berkultivasi mendalam dan keterampilan yang sangat praktis. Dia menikmati reputasi yang kuat di dunia kultivasi. Namun, jika dibandingkan dengan Ning Que, dia bukan siapa-siapa. Selain itu, saat tongkat natalnya dipotong oleh Ning Que di biara, bisakah dia melakukan apa pun kecuali menggunakan tangannya yang telanjang?

Merasakan aura yang tiba-tiba berubah di belakangnya, Ning Que dengan cepat mengangkat tangan kanannya untuk mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan kemudian dia menusukkannya ke perut Quni Madi di bawah ketiaknya seperti seberkas kilat.

Tampak pucat, Quni Madi perlahan-lahan duduk di tanah dengan tangan memegang podao dengan erat. Dia tersenyum liar, sepertinya dia tidak peduli dengan mata pisau yang memotong jarinya.

Dalam pikiran Ning Que, Bibi yang sangat berpengaruh ini dalam Sekte Buddhisme bertindak ganas dan takut-takut. Dia bingung tentang mengapa dia akan menyelinap menyerang setelah dia memberinya istirahat, jadi dia bertanya padanya, “Mengapa?”

Sambil batuk darah, Quni Madi tersenyum. “Karena aku ingin kamu mati.”

Setelah berpikir sejenak, Ning Que tahu niat wanita tua ini, jadi dia mendorong podao di tangan kanannya ke depan. Bilah memotong jari-jarinya dan menembus tubuhnya membuat darah bertunas seperti bunga.

Dia telah membunuh terlalu banyak orang hari ini, membuat dirinya tidak sensitif, kelelahan, dan bahkan sedikit jijik. Dia tidak ingin membunuh orang lagi, tetapi itu tidak berarti dia takut melakukannya atau tidak berani melakukannya.

Quni Madi berteriak kesakitan dan perlahan menutup matanya. Dia meninggal dengan pisau masih di dalam tubuhnya.

Pertama kali Ning Que bertemu dengan wanita tua ini di istana Wilderness bertahun-tahun yang lalu. Dan saat itulah kisah kebencian di antara mereka telah dimulai. Meskipun dia tidak pernah tertinggal di belakangnya dalam hal status di dunia kultivasi atau kekuatan yang meningkat dengan cepat, dia tidak pernah berpikir bahwa dia bisa membunuhnya begitu mudah hanya dengan pedang suatu hari.

Selama bertahun-tahun, dia sesekali berharap bisa mempermalukan Quni Madi dengan menggunakan namanya dan mengutuknya jika dia bertemu dan bertengkar dengannya. Namun, setelah hari ini, dia tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melakukannya apakah dia menyesal atau tidak.

Menarik podao-nya, Ning Que menatap mayatnya. Setelah mengingat bahwa dia telah membunuh setiap anggota keluarganya, dia diam-diam berharap bahwa mereka dapat bersatu kembali di Dunia Bawah atau di tanah suci yang diciptakan oleh Buddha.

Qi Mei berjalan keluar dari kerumunan dan menatap Quni Madi yang terbaring dalam genangan darah. Menyatukan kedua telapak tangannya, dia berkata dengan suara bergetar, “Buddha Yang Maha Pemurah.”

Perlahan Lu Chenjia datang ke sana, berlutut di samping Quni Madi, dan memeluknya. Dia sedikit menundukkan kepalanya, terlihat sangat sedih. Terkena kesedihan, dia gagal mengucapkan sepatah kata pun atau meneteskan air mata.

Berbalik dan melihat bagian belakang kerumunan, Ning Que merasakan aura yang mendekat. Mengetahui bahwa dia tidak akan bisa pergi, dia mulai membuat beberapa persiapan. Dia meletakkan tangan kanannya yang gemetaran di belakangnya.

Sebuah kereta kuda perlahan-lahan didorong ke Kuil Menara Putih dan datang ke belakang kerumunan. Keenam belas kuda yang bagus menyeret kereta begitu lelah sampai berbusa di mulut dan hampir mati karena kelelahan.

Seorang bhikkhu tua mengenakan topi bambu dan memegang tongkat biksu berjalan keluar dari kereta. Tidak lama kemudian dia menginjak tanah dengan kaki kanannya ketika kereta yang terbuat dari baja tahan karat melambung dari tanah sekitar setengah kaki.

Ditemani oleh puluhan Biksu Pertapa, bhikkhu tua itu berjalan perlahan menuju Kuil Pagoda Putih.

Ada banyak orang di kuil itu, dan mereka dengan penasaran menonton pemandangan itu, menebak identitas biksu tua itu. Perlahan-lahan, berita menyebar di antara kerumunan.

Kerajaan Yuelun adalah negara Buddha, dan semua orang di Kota Chaoyang adalah penganut aliran Buddha. Mereka terlalu terkejut untuk berbicara ketika mereka tiba-tiba menemukan bahwa Kepala Biksu Khotbah Kuil Xuankong, seorang Buddha sejati dari zaman sekarang sedang mengunjungi alam manusia. Mereka semua berlutut di kedua sisi jalan dan bersujud untuk memberi hormat kepada pria itu dengan ekstasi dan kegembiraan. Tanah ditutupi dengan noda darah setelah beberapa saat.

Di mana pun bhikkhu tua itu berjalan, kerumunan itu berangsur-angsur berpisah dan berjalan ke kedua sisi jalan, yang seperti ombak yang mengungkapkan permukaan berpasir di dasar laut. Angin yang bertiup dari danau membuat kasaya biksu tua itu menari di udara, membuatnya seolah-olah bhikkhu itu sedang berjalan di tengah laut.

Di ujung lain dari kerumunan, Ning Que memegang pedangnya dan membunuh, membuat jalan berdarah untuk dirinya sendiri. Kedua jalan dengan makna yang sangat berbeda membentang satu sama lain di mana mereka akhirnya akan bertemu.

Saat kerumunan dibagi menjadi dua sisi, kedua jalan yang akhirnya bertemu terhubung dengan baik. Tidak ada halangan bagi biksu dan Ning Que untuk saling memandang.

Biksu tua itu melihat seorang pria muda berlumuran darah dengan Putri Yama di punggungnya, dan melihatnya memegang busurnya.

Ning Que melihat seorang biksu tua dengan kasaya-nya menari dengan lembut ditiup angin dan tongkat seorang bhikkhu di tangannya.

Melihat Ning Que, biksu tua itu tersenyum, dan perlahan meletakkan tongkatnya.

Ning Que sedikit melonggarkan jarinya dari mana tali busur memantul kembali.

Setelah membunuh Quni Madi, Ning Que tahu bahwa dia tidak akan bisa menghindari aura yang kuat ini. Jadi ketika dia meletakkan tangannya di belakang; Daripada menghibur Sangsang, dia berniat untuk mengambil busur besi darinya.

Ketika kerumunan itu secara bertahap dibagi menjadi dua sisi, dia sudah merentangkan busur sampai batas penuh, mengarah ke ujung jalan.

Tangan Ning Que sangat mantap, seperti juga pikirannya.

Dia tahu bahwa dia menghadapi musuh terkuat yang pernah dia temui dalam hidupnya, dan dia tidak pernah berharap untuk menggunakan taktik apa pun. Karena itu, dia jarang bertemu dengan bhikkhu itu ketika dia menggunakan senjata terkuatnya melawannya tanpa ragu-ragu.

Tali busur bergetar berat, dan ekor panah tiba-tiba menghilang seperti air deras.

Dan saat berikutnya, panah besi muncul di hadapan biksu tua itu sekitar puluhan kaki jauhnya dari Ning Que.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tanpa mengubah ekspresi wajahnya, tanpa bertanya siapa dia dan mengapa dia datang, tanpa berteriak marah, dan tanpa menyebutkan Akademi atau Sekte Buddhisme, Ning Que hanya menembakkan satu panah terlebih dahulu.

Termasuk puluhan ribu orang di Kuil Menara Putih, Biksu Pertapa dari Kuil Xuankong, orang-orang dari Istana Ilahi West-Hill di kejauhan, dan para pejabat dari Kerajaan Yuelun, tidak ada yang mengira pertempuran akan dimulai begitu tiba-tiba.

Itu membuat orang benar-benar ketakutan.

Ning Que sangat menyadari bahwa ketika dia melonggarkan tali busur, biksu tua yang mengenakan topi bambu tidak menanggapi sama sekali. Dia tidak bisa menahan perasaan agak bingung.

Tidak peduli seberapa kuat kultivator itu, dia tidak akan berani mengabaikan Primordial Thirteen Arrows yang mengandung kebijaksanaan Akademi dan bahan-bahan Kekaisaran Tang dengan cara seperti itu. Dalam pertempuran sebelumnya, orang-orang kuat yang mengambil panah besi dari Ning Que selalu menjawab di muka begitu mereka samar-samar merasakan bahaya sebelum Ning Que menembak.

Termasuk Ye Hongyu, Long Qing, atau Luo Kedi, mereka semua melakukannya untuk mengalahkan Primordial Thirteen Arrows yang mewakili kecepatan absolut.

Namun, bhikkhu tua itu tidak melakukan apa-apa.

Ning Que merasa sedikit bersemangat, karena ia percaya bahwa bahkan Liu Bai, Sage of Sword tidak bisa berdiri diam di hadapan panahnya. Bahkan Kakak Sulung harus bergerak terlebih dahulu jika dia bermaksud mengambil panahnya.

Sementara itu, dia merasa agak waspada, karena dia percaya bahwa bhikkhu tua itu pastilah musuh terkuat yang pernah dia temui, dan mustahil bhikkhu tua itu tidak akan melakukan apa-apa dan membiarkan dirinya ditembak mati.

Kegembiraan, kewaspadaan, dan ketidaksenangan muncul di benaknya, dan dia akhirnya merasa bingung. Namun, tidak peduli perasaan macam apa yang dia miliki, itu hanya masalah saat yang tak terhitung jumlahnya lebih pendek dari yang Ksana ceritakan oleh Sekte Buddhisme.

Apa yang terjadi dalam momen sesingkat itu membuat Ning Que tidak merasakan apa-apa selain sangat terkejut.

Panah besi itu mengenai jantung biarawan tua itu.

Tetapi panah yang tajam gagal menembus tubuh biksu tua itu.

Panah besi yang keras tiba-tiba membungkuk, seolah-olah itu mengenai pelat baja.

Suara membosankan di tubuh biksu tua itu bisa terdengar, dan angin kencang bisa dirasakan. Kasaya biksu tua itu menari dalam angin.

Panah besi yang menembak biksu tua itu sama lemahnya dengan sedotan yang ingin menembus es. Itu jatuh di depan kaki biarawan tua itu, membuat suara berderak.

Angin berhenti, dan kasaya pada biksu tua itu tidak lagi menari.

Sepotong kain jatuh dari dada biksu tua itu seperti daun mati.

Itu adalah satu-satunya kerusakan yang dibuat oleh Primordial Thirteen Arrows.

Tiga Belas Panah Primordial begitu kuat sehingga mereka bahkan bisa menembus batu dan gunung, dan bahkan jika mereka benar-benar telah menembakkan pelat baja, mereka dapat menusuknya dengan mudah. Tetapi sekarang, mereka bahkan tidak bisa menembus tubuh biksu tua itu.

Setelah melihat adegan yang luar biasa, Ning Que tidak bisa lagi mengendalikan tangan kirinya yang sedikit gemetar yang memegang busur besi.

Sebelumnya, ketika dia membawa Sangsang di punggungnya dan melarikan diri ke gerbang barat, dia merasakan aura yang sangat kuat. Dia sudah menebak-nebak siapa pendatang baru itu, tetapi dia tidak ingin tebakan itu menggoyahkan tekadnya untuk bertarung. Karena itu, dia telah menembakkan Panah Tiga Belas Primordial ketika kerumunan berpisah dan dia pertama kali melihat biksu tua itu.

Namun, hasil akhir membuktikan bahwa tidak peduli seberapa kuat tekadnya untuk bertarung, seberapa teguhnya dia, dan bahkan seberapa keras dia berusaha untuk tidak memikirkan siapa pendatang baru itu, mereka tidak akan masuk akal dalam menghadapi kekuatan absolut.

Semua orang di Kuil Menara Putih berlutut dan bersujud kepada bhikkhu tua itu terus-menerus, seperti dalam pikiran mereka, dia adalah seorang Buddha. Dan pemandangan di mana biksu tua itu mengenakan panah menggunakan dagingnya membuat mereka bersemangat dan kagum padanya.

Melihat bhikkhu tua itu dan tetap diam untuk sementara waktu, Ning Que berkata dengan suara serak, “Kuil Xuankong adalah Tempat yang Tidak Diketahui, dan Biksu Kepala Khotbah adalah Buddha dari zaman sekarang. Sungguh di luar dugaan saya bahwa Anda akan melangkah ke dunia fana. ”

Kepala Biksu Khotbah dari Kuil Xuankong jelas menjadi orang terkuat dari Sekte Buddhisme, menikmati posisi yang setara dengan dekan biara di Biara Zhishou dan Kepala Akademi di dunia budidaya, sehingga tidak mungkin bagi Ning Que untuk mengalahkannya.

Setelah melihat Sangsang di punggung Ning Que, Kepala Khotbah Khotbah berkata perlahan, “Karena Putri Yama telah mengunjungi dunia fana, bagaimana saya tidak dapat melakukannya? Pertanyaannya adalah mengapa Anda masih di sini. ”

Setelah diam sejenak, Ning Que tersenyum dan berkata, “Mengapa saya harus pergi?”

Melihat mayat-mayat dan darah tak berujung di tanah di belakang Ning Que, Kepala Khotbah Biksu mengajukan dua pertanyaan dengan ekspresi penuh belas kasihan.

“Karena orang-orang sangat polos, mengapa mereka harus menderita begitu banyak rasa sakit?”

“Karena tindakanmu akan sia-sia, mengapa kamu harus begitu jahat?”

Melihat biksu tua yang kuat ini, Ning Que mengalahkan rasa takutnya dengan kemauan yang kuat dan berkata, “Tuan, Anda salah. Jika saya cukup jahat, saya dapat menemukan sebab dan akibat saya sendiri. Dan ketika saya membunuh orang sebelumnya, saya ragu-ragu untuk membunuh anak-anak setelah membunuh yang tua dan wanita, yang memakan waktu lama bagi saya, atau saya tidak akan berada di sini sekarang. ”

Pemimpin Khotbah Biksu menandatangani, “Dikatakan bahwa kamu telah bergabung dengan Iblis. Dari apa yang telah Anda lakukan hari ini, tidak hanya kultivasi Anda bergabung dengan Iblis, tetapi pikiran Anda juga. Kalau begitu, aku ingin mengakhiri hidupmu. ”

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–