Nightfall Chapter 653

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 653: Penebang Kayu, yang Kembali ke Danau Shubi

Penerjemah: Transn Editor: Transn

Jika Danau Shubi sudah dekat, akankah Kota Wei jauh?

Itu sangat tenang di gerbong. Sangsang memandang Ning Que tetapi tidak mendapat tanggapan. Dia telah membuat keputusan di Kuil Menara Putih. Dia tidak akan kembali ke Akademi, apalagi Kota Wei.

Terletak di antara Tujuh Desa Terikat di perbatasan Kekaisaran Tang dan Istana Emas, Danau Shubi adalah danau air tawar langka di Hutan Belantara. Karena erosi bertahun-tahun yang tak terhitung jumlahnya, beberapa celah muncul dan meluas ke barat di tepi danau berbatu. Celah itu terhubung dengan tubuh panjang danau, membuat danau itu terlihat seperti sisir. Itulah mengapa disebut “Danau Shubi” – danau hijau yang terlihat seperti sisir.

Kafilah dagang dulu sering singgah di danau, karena itu, gerombolan kuda juga muncul di sana. Pertempuran antara darah dan uang berlangsung bertahun-tahun. Karena waktu yang tidak ada yang yakin, karavan perdagangan secara bertahap dipaksa untuk memilih rute yang lebih terpencil dan sulit, sementara Danau Shubi menjadi tempat berkumpul dan bersembunyi bagi geng-geng kuda.

Saat senja, kereta hitam tiba di pinggiran danau. Awan di langit menghalangi sebagian besar sinar matahari, jadi hari sudah gelap seperti malam. Orang bisa melihat dari jauh api unggun di tepi danau, mendengar nyanyian samar, bahkan mencium aroma barbekyu dan minuman keras.

Roda berderit ketika mereka berguling-guling melalui jalan tanah sederhana di tengah hutan dekat danau. Gerbong berhasil menghindari penjaga yang disembunyikan oleh geng kuda dan tiba di tepi danau. Untuk Ning Que, yang telah ada ratusan kali, Danau Shubi adalah tempat yang familiar seperti rumahnya sendiri.

Selusin api unggun di tepi danau dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan jarak di antara mereka. Ratusan pencuri kuda, yang seharusnya menjadi bagian dari ketiga kelompok itu, makan dan minum di sekitar mereka.

Pencuri kuda di Wilderness adalah makhluk berdarah dingin dan paling licik. Mereka sangat rakus dan tidak pernah mempercayai orang lain, terutama rekan-rekan mereka. Jika mereka bertemu satu sama lain di Wilderness, mereka akan lama terlibat dalam perkelahian. Tapi itu tidak akan pernah terjadi di tepi danau, karena itu adalah aturan.

Kayu bakar yang sangat tebal diletakkan di bagian bawah setiap api unggun, sedikit berderak. Api itu seperti lidah raksasa menjilati domba panggang yang berputar. Minyak yang menetes dari domba panggang itu seperti air liur dari raksasa yang tak terlihat.

Bernyanyi, teriakan para lelaki dan suara-suara gerah para wanita bergema di sekitar danau. Pencuri kuda itu tampak begitu bersemangat, minum-minum dan bermain-main dengan wanita. Tetapi pisau dan panah mereka sudah dekat, sehingga mereka bisa mengambilnya kapan saja.

Kacamata mereka biasanya tidak dimasukkan ke dalam sarungnya. Di bawah cahaya nyala api, darah di kacamata terlihat jelas. Darah masih segar. Seharusnya kafilah dagang atau penjaga patroli soliter yang sekarat mati mengerikan di bawah pedang pendek.

Geng-geng kuda menjalani kehidupan yang bahagia di tahun-tahun ini. Istana Emas dan Kekaisaran Tang sudah lama menemui jalan buntu. Kedua belah pihak sangat berhati-hati, sehingga hanya sedikit pasukan yang dikirim untuk menekan geng-geng kuda di padang gurun. Karena itu, tekanan yang dihadapi pencuri kuda tiba-tiba menurun banyak. Terutama setelah kepergian orang itu, mereka merasa hidup itu begitu baik dan bahagia, dan berharap untuk menjalani kehidupan seperti ini selamanya.

Kehidupan yang lebih bahagia adalah, semakin seseorang akan menghargainya. Geng-geng kuda mengetahui kebenaran ini dengan baik. Jadi mereka jarang bertengkar satu sama lain. Tapi itu tidak berarti mereka tidak waspada lagi. Ketika kereta hitam muncul di tepi danau, itu menarik perhatian semua orang.

Sebuah kereta sendirian muncul di Danau Shubi – tepat di depan mata tiga ratus pencuri kuda yang kejam. Itu seperti kelinci putih kecil berjalan ke dalam serigala, yang telah kelaparan selama berhari-hari yang tak terhitung jumlahnya.

Namun, pencuri kuda itu tidak terburu-buru dengan teriakan yang aneh, melainkan terlihat agak waspada. Tiga pemimpin geng kuda saling memandang melalui api dan melihat kegelisahan di mata masing-masing.

Danau Shubi sudah lama terkenal, jadi karavan atau pelancong tidak akan memilih untuk tinggal di sini. Sangat aneh bahwa gerbong itu berani melakukan perjalanan sendirian melalui Wilderness dan bahkan datang ke sini.

Salah satu pemimpin melihat kereta hitam dan berseru, “Tamu saya yang terhormat, saya tidak menyangka Anda akan datang ke rumah kumuh orang miskin kita. Kamu siapa? Silakan keluar dan temui kami. ”

Tapi yang menjawabnya adalah panah. Sebuah anak panah bersiul dan menyerang tepat di antara kedua alisnya, meninggalkan lubang berdarah kecil. Pemimpin itu jatuh mati, matanya terbuka lebar.

Itu menyebabkan keributan di antara semua geng kuda sekaligus. Mereka mendorong perempuan-perempuan itu dalam pelukan mereka dan berdiri dengan pisau di tangan. Lusinan pencuri kuda, yang dipimpin oleh pemimpin itu berteriak dan bergegas ke kereta.

Dengan desahan panah tanpa henti, masing-masing dari tujuh atau delapan pencuri kuda yang bergegas di garis depan ditembak oleh panah tepat di antara kedua alis mereka. Mereka jatuh di tanah dengan suara besar seperti pohon ditebang satu demi satu.

Ning Que turun dari kereta dengan kotak panah di belakang punggungnya dan busur boxwood di tangannya. Melihat pencuri kuda yang ketakutan itu, dia bertanya, “Kapan Danau Shubi menjadi rumahmu?”

Dalam cahaya redup malam, api unggun bergoyang tertiup angin. Cahaya redup jatuh pada seragam hitamnya serta wajahnya yang tanpa ekspresi, membuat matanya sangat jernih.

Danau Shubi adalah tempat geng-geng kuda Wilderness. Bahkan militer Kekaisaran Tang tidak akan berani datang ke sini, kecuali dalam kelompok besar. Tetapi orang itu mengatakan bahwa danau itu adalah rumahnya?

Seorang pemimpin menatap wajahnya, dengan alisnya sedikit mengernyit, seolah-olah mengingat sesuatu dari masa lalu. Tiba-tiba, wajahnya menjadi pucat, ketika dia mengingat hari-hari yang gelap, bergejolak, dan menyedihkan itu beberapa tahun yang lalu. Dia berbalik dan bergegas menuju kudanya.

Saat dia berlari kembali, dia menendang bawahan yang masih linglung seperti orang gila. “Apakah kamu buta?” dia berteriak dengan suara bergetar, “Bangun dan ikuti aku, sekarang!”

Pencuri kuda di sekitar api unggun tidak mengerti mengapa pemimpin mereka tiba-tiba berperilaku seperti ini. Meskipun ia ahli dalam memanah, mereka ragu bahwa pendatang baru bisa membunuh lebih dari tiga ratus pencuri kuda sendirian. Dalam kehidupan sehari-hari, pemimpin mereka adalah yang paling berani dan paling kejam. Bagaimana dia bisa menjadi pengecut seperti wanita hari ini?

Pemimpin lain juga ingat siapa pendatang baru itu. Dia memandang pemuda di samping kereta hitam dengan wajah pucat. “Lari!” dia berteriak, “Penebang kayu sudah kembali.”

Keheningan menyelimuti Danau Shubi. Ekspresi wajah pencuri kuda menjadi sangat aneh. Dunia sepertinya membeku. Momen berikutnya, dengan suara serak, mereka datang, berserakan dan melarikan diri.

“Pemotong kayu! Pemotong kayu dari Wei! ”

“Pemotong kayu!”

…

…

Dalam sejarah Danau Shubi yang tidak tercatat, tokoh yang paling terkenal bukanlah mantan pemimpin geng kuda, yang menyembunyikan dua belas ribu tael emas di dasar danau dalam legenda, tetapi seorang pemuda dari Kota Wei.

Tentara Tang menyebut kegiatan menekan geng kuda – atau orang-orang yang berpura-pura menjadi geng kuda – memotong kayu. Mereka yang melakukan misi ini jelas merupakan kavaleri terbaik, yang disebut – pemotong kayu.

Karena pemuda dari Kota Wei bergabung, ‘penebang kayu’ di mulut pencuri kuda menyebutnya secara khusus. Pria muda itu adalah penebang kayu, terkenal di antara geng-geng kuda.

Dia bukan orang yang paling banyak mengambil perak, atau seseorang yang paling banyak membunuh pencuri kuda, tapi yang paling membuat semua geng kuda di Danau Shubi paling takut. Hari-hari yang mengerikan di masa lalu masih menjadi kenangan paling menyakitkan bagi mereka.

Baru setelah pemuda itu meninggalkan Kota Wei ke Kota Chang’an mereka mendapatkan kembali keberanian mereka, kesenangan mengayunkan pisau dalam angin dan kebahagiaan hidup.

Penebang Kayu Danau Shubi adalah mimpi buruk bagi semua pencuri kuda. Tidak ada pencuri kuda yang tidak takut padanya.

Ketika berita dari Chang’an datang ke Wilderness, pencuri kuda tahu bahwa pria itu telah menjadi murid lantai dua Akademi, serta bawahan Kaisar Tang Empire Kaisar yang paling tepercaya. Ketakutan, atau mungkin – semacam kekaguman yang tidak normal, memuncak di hati mereka. Pada saat yang sama, mereka berpikir bahwa dia telah menjadi manusia dari dunia lain dan tidak akan pernah kembali ke Danau Shubi untuk berurusan dengan pencuri kuda rendahan. Jadi mereka merasa lebih lega.

Namun malam ini, penebang kayu itu kembali ke Danau Shubi.

…

…

Teriakan yang tak terhitung jumlahnya terdengar dari Danau Shubi, baik dari wanita dan pencuri kuda, yang tidak berperasaan dan kejam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah adegan kekacauan di sekitar api unggun, ratusan pencuri kuda melarikan diri dengan wanita mereka dalam sekejap – seperti embusan angin. Itu menjadi sangat sunyi di samping danau.

Dalam seluruh proses, tidak ada yang berani mencoba menyerang Ning Que. Tidak ada yang berani menatapnya. Mereka tampak sangat ketakutan sehingga seluruh situasi tampak menggelikan.

Ning Que meletakkan busur boxwood kembali di bahunya dan memegang kendali untuk memimpin kereta ke api unggun di tepi danau. Kemudian dia membantu Sangsang turun dari kereta dan duduk di atas wol yang dirasakan oleh pencuri kuda.

Domba panggang di api unggun masih meneteskan minyak, menyebarkan aroma yang menarik.

Ning Que membuat dirinya di rumah. Dia mengambil pisau tajam dan memotong tiga piring besar daging dari bagian terbaik dari domba. Kemudian dia mengambil dua kantong minuman keras yang belum dibuka dari api unggun lain dan menyerahkan salah satunya pada Sangsang.

Sangsang makan daging dalam porsi kecil dan banyak minum, sementara Ning Que melakukan yang sebaliknya. Segera mereka menghabiskan semua daging dan minuman keras.

Ning Que berbalik untuk melihat Danau Shubi yang tidak pernah dilihatnya selama bertahun-tahun.

Sangsang melihat profilnya dan bertanya, “Apakah kamu tidak takut pencuri kuda akan membocorkan keberadaan kita?”

“Bagian selatan Danau Shubi berada di bawah pengaruh Tang. Baik Istana Emas, maupun kedua Sekte tidak akan berani masuk. Jika seseorang ingin membunuh kita – itu hanya Tangs. ”

Ning Que tiba-tiba memperhatikan bahwa ada tumpukan kayu hangus di tepi danau. Ada gigot di atasnya dan lingkaran batu di sekitarnya, membuatnya tampak seperti altar pengorbanan. Tetapi dia tidak tahu dari dewa mana dewa itu diciptakan.

Dalam ingatannya, baik orang barbar maupun geng kuda dari Istana Emas tidak memiliki upacara ibadah seperti itu.

Di dekat api unggun di kejauhan, ada seorang pencuri kuda mabuk, yang telah ditinggalkan tanpa ampun oleh teman-temannya. Dia tidak tahu apa yang terjadi sama sekali. Ning Que berjalan dan melemparkannya ke danau yang dingin.

…

…

Pencuri kuda segera sadar di air dingin. Ning Que menemukan apa yang ingin dia ketahui tanpa usaha, seperti situasi baru-baru ini di Kota Wei dan Istana Emas. Terlebih lagi, dia juga belajar bahwa altar sederhana di tepi danau adalah agama yang muncul di Wilderness dalam beberapa tahun terakhir.

Dewa agama itu disebut Tengri.

Ning Que belum pernah mendengar nama itu sebelumnya, atau agama ini. Setelah merenung sejenak, dia memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Dia mengeluarkan podao-nya dan memenggal pencuri kuda itu.

Tindakannya lancar – seolah-olah telah diulang berkali-kali. Bahkan, dia telah melakukannya berkali-kali sehingga menjadi semacam kebiasaan.

Setelah memotong kepala pencuri kuda, Ning Que menyadari bahwa dia bukan lagi seorang prajurit Kerajaan Tang, juga bukan seorang penebang kayu – dia tidak perlu membunuh pencuri kuda itu.

Namun, bagaimanapun juga dia telah membunuhnya dan dia tidak akan merasa bersalah.

Setiap pencuri kuda memiliki sepasang tangan yang berlumuran darah orang-orang yang tidak bersalah, sehingga setiap dari mereka harus mati. Dia telah membiarkan ketiga ratus pencuri kuda itu melarikan diri karena dia lelah dan tidak berminat untuk membunuh. Selain itu, memang sulit baginya untuk membunuh mereka semua.

Karena pencuri kuda itu berani minum sendiri sampai pingsan di dekat Danau Shubi, dia tidak punya pilihan selain mati.

Itu bisa saja dianggap sebagai pemujaan atau peringatan kayu untuk Danau Shubi.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–