Nightfall Chapter 915

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 915: Aku Ingin Melihat Laut

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Malam terus berlalu dan hanya beberapa suara klip-clop bisa didengar. Ning Que dan Sangsang berjalan menuruni gunung. Pohon menjadi lebih subur di sepanjang jalan mereka. Cahaya bulan berserakan redup pada mereka.

Sangsang berkata, “Dulu saya berpikir bahwa dia adalah salah satu manusia paling berani dan akan membuat Anda tetap di sana. Anehnya, dia membiarkanmu kabur. ”

Ning Que menemukan kata-katanya canggung dan berkata, “Saya tahu Anda ingin saya tetap tinggal. Kalau tidak, Anda tidak akan memberitahunya hal itu sebelumnya. ”

Sangsang berkata, “Saya tidak punya preferensi.”

Ning Que berhenti dan melemparkan kendali di belakang kuda hitam besar. Dia menatapnya diam-diam dan melanjutkan setelah jeda yang panjang, “Saya pikir kamu agak takut padaku sekarang.”

Sangsang menyipitkan matanya yang melengkung dan menjawab, “Aku pikir kamu sakit.”

Ning Que bertanya-tanya dan bertanya, “Apakah kamu menjadi takut?”

Sangsang menjawab tanpa emosi, “Kamu manusia kasar …”

Ning Que melambaikan tangan untuk menghentikannya dan berkata, “Bahkan jika Anda mengulangi kalimat itu tiga puluh ribu kali, itu tidak akan mengubah fakta bahwa Anda menjadi takut pada saya, disimpan di dunia manusia karena saya.”

Sangsang berpikir sejenak dan berkata, “Aku kesal.”

Ning Que berpikir dia mengatakan bahwa kepercayaannya mengecewakannya, dan mencoba menjelaskan, “Itu tidak berarti bahwa aku lebih kuat darimu. Itu hanya menunjukkan bahwa kamu sekarang dapat melihat bahwa aku peduli padamu. ”

Sangsang menatap titik wajahnya dan tidak mengatakan apa-apa.

Ning Que kemudian mengerti apa yang dia maksud dan merasa malu. Dia berpikir, Mengapa kamu tidak marah padaku sebelumnya ketika kamu melihatnya? Apa gunanya menjadi sarkastik sekarang? Apakah kamu tidak tahu itu menjengkelkan?

Meskipun dia memiliki keluhan seperti itu, dia tidak berani mengatakannya dengan keras. Sekalipun Sangsang dapat membaca pikirannya, bagaimanapun juga adalah berbeda antara berpikir mencuri dan bertindak padanya.

Ada aliran jernih di jalan setapak. Dia berjongkok di tepi sungai dan membasuh wajahnya dengan sangat hati-hati, terutama tempat di mana Shanshan mencium sampai wajah ini menjadi jengkel dan merah.

Ning Que kembali padanya, menunjuk wajahnya yang memerah dan berkata, “Sekarang, apakah Anda puas?”

Sangsang mengerutkan kening dan menggelengkan kepalanya. Rupanya dia masih kesal.

Ning Que berkata dengan tak berdaya, “Kulitku akan terkelupas jika aku terus mencucinya.”

Mata melengkung Sangsang menjadi cerah pada kata-katanya. Itu mengingatkannya pada ide yang sangat bagus. Tiba-tiba angin dingin bertiup di jalan dan menyapu pipinya.

Ning Que berteriak kesakitan. Menutupi pipinya, dia terkejut dan tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi.

Tidak ada darah keluar dari antara jari-jarinya. Karena Sangsang sangat cepat. Saat pipinya tersapu oleh angin, lukanya segera sembuh.

Ning Que tidak bisa merasakan luka atau darah di pipinya, tapi dia tahu dengan jelas apa yang terjadi sekarang karena rasa sakit dan ketakutan yang tersisa.

“Kamu wanita gila!” Dia tidak tahan lagi dan berteriak padanya, “Kamu wanita jahat! Saya adalah laki-laki Anda! Bukan sepotong daging untuk barbekyu! ”

Sangsang tidak memiliki pengalaman sakit langsung tetapi hanya mengetahuinya dari data dan analisis. Dia pikir Ning Que akan terbiasa setelah irisan lambat di Divine Hall of Light dan Paviliun yang Terpencil. Mengejutkan baginya melihat Reaksi bereaksi secara dramatis.

Dia tidak akan pernah tahu betapa memalukannya hal itu bagi seorang pria. Selain itu, itu mengingatkan Ning Que tentang luka paling memalukan yang masih belum disembuhkan. Yang paling penting, sebelumnya di Aula Ilahi West-Hill mereka adalah musuh yang fatal. Tapi sekarang hubungan mereka sedikit berubah.

Itu sebabnya Ning Que sangat marah.

Sangsang tidak bisa mengerti mengapa tetapi dia tahu bahwa Ning Que sangat marah. Setelah jeda singkat dia berkata, “Lain kali aku akan memberimu informasi.”

Untuk memberitahunya sebelum memotong dagingnya, itu akan terdengar tidak masuk akal bagi orang lain. Mereka akan berpikir bahwa Sangsang hanya mengolok-olok Ning Que.

Namun, Ning Que tahu bahwa itu bukan lelucon. Bagi Haotian, sangat berbelas kasihan jika dia mau memberi tahu Anda sebelum melakukan sesuatu. Itu bahkan bisa berarti dia menyesal.

Haotian tidak akan pernah meminta maaf kepada manusia. Bahkan jika dia merasa itu tidak pantas, dia tidak akan mengakuinya. Ning Que menemukan kenyamanan dalam alasan seperti itu kemudian membenci dirinya sendiri karena begitu terdegradasi.

“Lebih baik tidak ada waktu berikutnya,” katanya.

Sangsang tidak menjawab dan terus berjalan, masih memegangi tangannya di belakang.

Kuda hitam besar itu melirik Ning Que dengan jijik dan mengikuti Sangsang, meluncur turun.

Ning Que merasa malu. Dia mondar-mandir padanya dan berkata dengan sungguh-sungguh, “Tidak ada gunanya membuang Kekuatan Ilahi Anda pada hal-hal seperti memotong daging saya dan membuatnya tumbuh kembali.”

Sangsang menjawab, “Saya menemukan itu menarik.”

Ning Que menegur, “Milikmu adalah milikku. Kekuatan Ilahi Anda adalah Kekuatan Ilahi saya. Siapa yang tahu di mana kita akan membutuhkannya di masa depan? Bagaimana Anda bisa mewah seperti ini? Anda wanita tamak! ”

Sangsang berhenti dan menoleh padanya. “Kamu ingin mencobanya lagi?”

Atas kata-kata ini. Ning Que menemukannya seperti rekan sewenang-wenang di Chang’an yang akan bertengkar karena omong kosong. Karena itu ia berkata lagi dengan tulus, “kataku, sesuai keinginanmu.”

Ketika mereka tiba di pinggiran kota Jingdu, kegelapan surut dan fajar muncul. Rumah-rumah dengan atap hitam di dalam kota tampak menawan dalam cahaya redup, tetapi banyak obor telah menambah ketegangan padanya.

Kaisar terpaksa menyerahkan tahtanya dan dua ribu pasukan kavaleri dari Aula Ilahi Bukit Barat sedang menyeberangi sungai dan datang ke Kerajaan Sungai Besar. Beberapa badai yang belum pernah terjadi sebelumnya akan terjadi. Tidak ada yang bisa tidur nyenyak malam ini.

Sebelum mereka meninggalkan Gunung Mogan, Ning Que telah membicarakan hal ini dengan Mo Shanshan. Dia tahu bahwa badai dan kekacauan akan berakhir besok, tetapi dia masih memiliki pertanyaan.

“Kamu pasti tahu bahwa Shanshan akan menjadi gubernur berikutnya. Namun, saya tidak mengerti mengapa Anda bersikeras saya mengambil alih tahta sebagai transisi. Apa gunanya? ”

“Tidak ada gunanya, tapi ini menarik.”

Secara misterius, Sangsang sangat menyukai gagasan menjadi penting dan menarik belakangan ini. Sepertinya dia mencoba mencemooh filosofi kehidupan Akademi.

“Seperti?”

Sangsang berkata, “Tetangga kita, Old Wu dan istrinya biasa mengatakan hal-hal seperti itu.”

Ning Que menggelengkan kepalanya, “Mereka bertengkar setiap hari. Bagaimana saya bisa mengingat apa yang mereka katakan? ”

Sangsang berkata, “Wanita itu mengatakan Wu Tua tidak akan pernah bisa mengambil selir kecuali dia menjadi seorang kaisar.”

Ning Que ingat itu tetapi merasa konyol. “Hanya untuk alasan itu kamu ingin aku menjadi seorang kaisar, bahkan hanya untuk satu malam?”

Sangsang berkata, “Seorang kaisar yang bermalam masih seorang kaisar.”

Ning Que mendapati dirinya hampir tak bisa berkata-kata. “Kamu memang orang Haotian yang usil.”

Sangsang mengabaikan ejekannya dan melanjutkan, “Kamu bilang aku berutang banyak orang sehingga aku tidak bisa memotong ikatan saya dengan dunia manusia. Pasangan ini adalah salah satu dari yang Anda sebutkan. ”

Ning Que bertanya-tanya. “Jadi, kamu berusaha membayarnya kembali?”

Sangsang setuju. “Benar. Sekarang saya telah membayar kembali Wu Tua. ”

Ning Que bertanya, “Dalam hal ini, bukankah Anda berutang bibi Wu lebih banyak?”

Sangsang berpikir sejenak dan menemukan itu masuk akal, dan berkata, “Aku akan menemukan cara untuk membayarnya kembali nanti.”

Ning Que bertanya, “Bagaimana? Untuk memberikan keabadiannya? Hati-hati jangan sampai membuatnya takut sampai mati! Keabadian … Saya ingin tahu apa yang Anda pikirkan. ”

Sangsang tidak marah dan berkata, “Kalian manusia kasar tidak akan pernah tahu apa yang saya pikirkan.”

Ning Que kesal dan berkata, “Anda tahu, setiap kali Anda tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan saya, Anda melemparkan kata itu kepada saya. Tidak bisakah kamu memikirkan sesuatu yang berbeda? ”

Sangsang menjawab dengan tenang, “Kamu hangdog.”

Ning Que tidak bisa berdebat dengannya dan terus berjalan ke timur dengan depresi.

Sangsang mengikutinya dan bertanya, “Mengapa kamu marah?”

Ning Que menjawab tanpa berbalik padanya, “Kamu memaksa mantan kaisar untuk menyerahkan tahtanya hanya untuk membiarkan Old Wu mendapatkan selir. Anda berutang banyak pada saya juga. Bagaimana kalau Anda memikirkan cara untuk membiarkan saya mengambil selir juga? ”

Sangsang menjawab, “Karena aku tidak mau. Kalau begitu, jangan berani-berani memikirkannya. ”

Dia terus mengobrol dengan Sangsang dan berjalan lebih jauh dari Jingdu. Waktu berlalu dan sinar fajar menjadi lebih cerah. Akhirnya matahari pagi bersinar di atas cakrawala.

Ada warung sarapan di tepi jalan. Penjaga kios tidak tahu apa yang terjadi di dalam Jingdu. Terlepas dari persiapan yang cemas untuk perang di Kerajaan Sungai Besar, ia terus merebus air dan menyiapkan mie seperti biasa.

Sangsang berhenti di dekat kiosnya dan memesan, “Tolong, semangkuk mie.”

Ning Que bergabung dengannya dan berkata, “Dua tolong.” Dia melihat matahari terbit di timur dan berkata, “Bukankah itu terlihat seperti kuning telur asin?”

Penjaga warung memiliki selera humor dan mengandalkan, “Kami tidak memiliki kuning telur asin, tetapi kami memang memiliki telur goreng.”

Ning Que tenggelam dalam pikirannya sejenak setelah mendengar tentang telur goreng.

Sangsang berkata, “Kami ingin satu di setiap mangkuk.”

Di bawah sinar matahari pagi yang cerah, mereka berdua berjongkok di dekat pohon willow di sebelah jalan dan mulai memakan sup mie telur goreng mereka. Ning Que sudah lapar untuk sementara waktu sehingga dia makan dengan keras tanpa sopan santun sama sekali.

Sangsang makan diam-diam tetapi tidak lebih lambat dari Ning Que.

Dia masih tanpa ekspresi, tetapi Ning Que tahu bahwa dia bahagia. Sejak mereka meninggalkan Ruang Ilahi, Sangsang tertawa sesekali tetapi tetap tanpa ekspresi sebagian besar waktu. Namun dia telah belajar bagaimana memperhatikan emosinya dengan indikator lain, seperti seberapa cepat dia makan atau minum, atau bagaimana dia melihat marshmallow.

Ning Que menghabiskan sup mie dan meninggalkan telur goreng di mangkuk.

Sejak dia masih kecil, dia akan menghabiskan sup mie di depan telur. Itu karena mereka telah melalui bertahun-tahun kemiskinan.

Dia mengambil telur goreng. Alih-alih memasukkannya ke mulutnya sendiri, ia memasukkannya ke mangkuk Sangsang.

Sangsang meliriknya dan memakannya tanpa mengatakan apa-apa.

Sejak dia masih kecil, dia akan menyimpan makanan terbaik untuknya. Dia sudah terbiasa dengan itu.

Kuda hitam besar berdiri di samping mereka dan mengunyah bunga-bunga di pagi hari. Dia mengisap jus dan meludahkan ampas. Dia tampak jernih dan cerah, bahkan agak transenden.

Pada kenyataannya, dia merasa sangat rendah karena sudah berhari-hari sejak dia memiliki sup mie atau buah kuning favoritnya. Yang paling menjengkelkan baginya adalah bahwa Ning Que dan Sangsang benar-benar melupakannya.

Dia membenci dan berpikir, Terus memamerkan, Anda suka burung. Masalahmu akan segera datang!

Kuda hitam besar tidak tahu bahwa dia adalah seorang nabi mengenai hal ini.

Meninggalkan Jingdu, mereka berjalan di jalan selama lebih dari setengah hari. Tiba-tiba, debu menderu ditendang dari jauh dan bumi mulai bergetar. Banyak pasukan kavaleri dengan baju besi hitam menyembur keluar dari debu dengan luar biasa.

Dua ribu kavaleri dari Aula Ilahi telah menyeberangi sungai, menerobos Prefektur Utara dan akhirnya tiba.

Ning Que mengerutkan kening dan merasa sedikit terganggu oleh pasukan kavaleri Divine Hall yang ternoda perjalanan.

Karena dia dan Sangsang melompat ke dalam jurang dan meninggalkan Peach Mountain, Divine Hall telah merahasiakannya dari dunia. Bahkan Sage of Kaligrafi tidak tahu ini sebelumnya.

Jika dunia tahu bahwa Haotian telah meninggalkan West Hill, bagaimana bisa Taoisme mempertahankan ketenaran mereka?

Sementara itu, West Hill terus-menerus melacak Sangsang dan berusaha untuk mengawalnya kembali ke Ruang Ilahi.

Ning Que dan Sangsang tidak menyamar. Karena itu, tidak sulit bagi West Hill untuk menemukan mereka.

Untuk menjaga rahasia serta menghormati rencana Haotian, West Hill hanya mengirim dua ribu pasukan kavaleri untuk mengikuti mereka dari kejauhan. Setelah Ning Que dan Sangsang mengunjungi istana kekaisaran Kerajaan Sungai Besar dan meluncurkan Manifestasi Ilahi Haotian, tidak perlu lagi bagi mereka untuk menjaga rahasia. Balai Divine harus mengambil tindakan.

Dua ribu kavaleri bepergian siang dan malam, menyeberangi sungai dan akhirnya tiba di Ning Que dan Sangsang.

Debu jatuh. Pasukan kavaleri telah berhenti beberapa mil jauhnya dan tidak berani mendekat.

Seseorang naik dari debu di senja. Mungkin dia ingin menyapa Haotian tetapi mereka tidak tahu siapa itu.

Ning Que melirik Sangsang dan khawatir.

Dia khawatir dia akan memilih untuk kembali ke West Hill bersama pasukan kavaleri.

Seperti bagaimana dia khawatir bahwa dia akan tinggal di Ink Fountain.

Sangsang memandangi orang-orang saleh itu dan berbicara dengannya setelah beberapa saat. “Apakah ada tempat lain yang ingin kamu kunjungi?”

Ning Que berpikir sejenak dan bertanya, “Di mana Anda ingin pergi?”

Sangsang berkata, “Aku ingin melihat laut.”

Mereka berbelok ke selatan karena laut ada di selatan.

Ada keributan di antara pasukan kavaleri. Orang yang perlahan naik sudah berhenti. Tampaknya orang itu berpakaian merah.

Setelah beberapa saat, pasukan kavaleri juga bergerak ke selatan.

Di antara ladang Kerajaan Sungai Besar, debu tebal ditendang dan suara penjepit terdengar tanpa henti.

Para prajurit kavaleri tampak tenang tetapi tegas. Mereka tidak peduli apakah Kerajaan Sungai Besar akan mengirim pasukan untuk mencegat atau menyerang.

Mereka tampak diam namun rendah hati. Mereka mengikuti kelompok dua dan seekor kuda dari jarak beberapa mil. Mereka tidak berani mendekat atau pergi.

Adegan di ladang Kerajaan Sungai Besar ini sangat menakjubkan dan juga aneh. Debu menderu mengikuti sosok tinggi di bawah matahari terbenam. Kemana mereka pergi?

Ning Que dan Sangsang pergi ke laut.

Laut di selatan berbeda dari laut yang ganas di Kerajaan Song. Itu tenang.

Angin sepoi-sepoi bertiup di atas laut. Di langit, awan berbagai bentuk dan gelombang tipis mencerminkan berbagai tingkat biru di laut.

Kuda hitam besar itu berlari ke laut biru yang dalam dan meringkik dengan gembira.

Ning Que dan Sangsang berjalan ke pantai dan menyaksikan laut yang tenang.

Badai datang dari laut.

…

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–