Nightfall Chapter 926

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 926: Hidup adalah Kultivasi

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Pemabuk itu memandangi Biara Dekan seolah-olah dia sedang melihat seorang idiot, dan berkata dengan suara bergetar, “Kamu sudah gila.”

Biara Dean menjawab sambil tersenyum, “Sebaliknya, aku tidak pernah sadar.”

Pemabuk itu mengerutkan alisnya lebih jauh dan bertanya, “Jika, dan maksudku jika, dia tidak akan pernah bisa kembali ke Kerajaan Ilahi Haotian dan kamu telah memilih untuk melanjutkan atas namanya, apa yang akan terjadi pada dunia ini?”

Pintu pondok batu itu masih terbuka.

Biara Dean menatap langit biru di atas dataran tinggi dan berkata, “Surat wasiat itu akan tetap tidak berubah karena semua orang, termasuk Anda, tampaknya telah melupakan satu hal.”

Pemabuk itu bertanya dengan serius, “Apa itu?”

Biara Dean mengangkat tangan kanannya dan menunjuk ke langit, “Haotian ada di dunia manusia, tapi Haotian juga ada di atas di Surga.”

Pemabuk itu akhirnya mengerti dan diam.

“Aku tahu kamu akan menyetujui saran saya.” Biara Dean melanjutkan dengan tenang, “Jika dia tinggal di dunia manusia selamanya, lalu bagaimana bisa kau abadi?”

Pemabuk itu bingung dan bertanya, “Kamu baru saja mengatakan untuk melihat dunia ini untuk mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan semua orang. Jika yang saya inginkan adalah keabadian, lalu apa yang Anda inginkan? ”

“Aku ingin keabadian,” kata Biara Dean.

Pemabuk itu merenungkan kata-katanya dan merasakan keinginannya yang tak terbatas.

Biara Dean melanjutkan, “Keabadian berarti tidak ada perubahan. Setiap perubahan akan berakhir. ”

Itu adalah konflik mendasar antara Akademi dan Taoisme. Bagi seseorang seperti Pemabuk, itu adalah fakta yang jelas. Dia mengerutkan kening dan bertanya, “Bahkan jika itu menjadi seperti genangan air yang tergenang?”

Dekan Biara berkata, “Kamu dan aku tinggal di sini. Banyak pendahulu dan keturunan kita telah hidup dan akan tinggal di sini. Ada pohon yang rimbun dan bunga persik yang mekar. Siapa yang akan mengatakan itu seperti genangan air yang tergenang? ”

Pemabuk itu meragukan. “Itu mungkin tidak akan meyakinkan Kepala Sekolah.”

Biara Dean berkata, “Bahkan jika itu menjadi genangan air yang tergenang, itu adalah keabadian.”

Pemabuk itu bertanya, “Aku ingin keabadian karena aku ingin hidup. Apakah keabadian benar-benar penting bagi Anda? ”

Biara Dean berkata setelah jeda yang lama, “Sejak saya tercerahkan, saya memikirkan pertanyaan itu. Saya telah menemukan bahwa saya tidak dapat menerima dunia tanpa kekekalan. ”

Suasana sunyi kembali di dalam pondok batu. Suaranya bergema terus-menerus seolah berusaha membangunkan setiap burung di Peach Mountain dan setiap bunga di sekitar Divine Hall.

“Jika akan ada akhir segalanya, lalu apa arti penting dari setiap keberadaan sepanjang waktu? Setiap kali saya menemukan kemungkinan itu, saya merasakan keputusasaan yang paling mendalam. Tidakkah kamu menemukan hal buruk itu? ” Biara Dean bertanya kepada si pemabuk dengan serius. Sementara itu, dia juga meminta muridnya dan Long Qing serta semua orang di dunia, termasuk Kepala Sekolah dan mereka yang dari Akademi.

Pemabuk itu merasa pahit. Dia tidak tahu bagaimana menjawab karena ketika dia berpikir dengan hati-hati, dia merasakan kengerian paling dalam yang tersembunyi dalam pertanyaan ini, yang mencegahnya untuk berpikir lebih jauh. Dia malah bertanya, “Bagaimana dengan dirimu sendiri? Bagaimana jika Anda tidak dapat menemukan keabadian bersama dengan Surga dan Bumi? ”

Biara Dean menjawab, “Setiap orang adalah bagian dari Surga dan Bumi ini. Jika Surga dan Bumi adalah abadi, kita pasti akan abadi. ”

Pemabuk itu bertanya, “Bahkan tanpa kesadaranmu sendiri?”

Biara Dean berkata, “Sudah cukup menghibur untuk mengetahui bahwa kekekalan ada.”

Pemabuk itu menggelengkan kepalanya karena ketidaksetujuan. “Pemikiranmu telah menyimpang dari makna hidup yang sebenarnya.”

Biara Dean tersenyum dan bertanya, “Bukankah itu alasan mengapa kita berkultivasi?”

…

…

Hidup adalah kultivasi.

Ning Que tidak bisa mengingat di mana dia melihat kalimat itu, tetapi dia mengingatnya karena dia menemukannya sangat canggih dan luar biasa.

Ketika ia melakukan perjalanan keliling dunia dengan Sangsang, mereka menyeberangi banyak sungai dan gunung dan bertemu banyak orang asing serta kenalan. Tiba-tiba dia menyadari perkataan ini sangat penting. Kemudian dia tahu dia mungkin salah mengartikannya dengan pepatah lain – hidup adalah sebuah perjalanan.

Pemandangan berubah secara konstan dalam perjalanan mereka, demikian pula sentimen mereka. Meninggalkan Linkang, mereka melintasi Rawa Besar, melakukan perjalanan di sepanjang bagian selatan Kerajaan Yan dan memasuki wilayah Kekaisaran Tang. Ning Que tiba-tiba mendapatkan kembali suasana hatinya yang baik – mereka akhirnya kembali ke rumah. Ladang-ladang hijau tampak begitu menawan dan bahkan aroma kotoran angin tidak begitu menjijikkan.

Orang-orang tampil berbeda ketika suasana hati mereka sangat baik. Adapun Ning Que, dia akan berulang kali melakukan tugas yang sangat sederhana. Itu satu-satunya cara dia bisa sepenuhnya mengungkapkan kebahagiaannya.

Dia kadang-kadang menulis di tanah dengan tongkat, dan kadang-kadang menajamkan pedang ke batu, atau menyanyikan bagian dari lagu berulang kali.

Dia duduk di punggung kuda hitam besar dan menjaga Sangsang di tangannya. Agak sulit untuk memeluknya erat karena sosoknya yang tinggi, tetapi itu tidak mempengaruhi suasana hatinya yang baik sama sekali.

“Hei Jude, lalalalalalala …”

Tampaknya itu adalah lagu dari kehidupan sebelumnya. Dia hanya bisa mengingat kalimat pertama dan terus mengulanginya. Mungkin ada beberapa alasan lain untuk suasana hatinya yang baik. Dia terus bernyanyi dan menjadi sangat bahagia sehingga alisnya menari.

Sangsang acuh tak acuh sampai dia hanya menyanyikan lagu itu. Dia menjadi semakin kesal dan tampak muram. Dia tampak murung untuk waktu yang lama sebelum Ning Que akhirnya menyadari bahwa dia tidak bahagia. Dia mendekat, menatap matanya dan bertanya, “Ada apa?”

Sangsang berkata, “Saya tidak suka disebut babi hitam.” *(Lihat Catatan)

Ning Que akhirnya mengerti mengapa dia tidak bahagia dan berusaha keras untuk menjaga dirinya agar tidak tertawa. Dia berkata, “Kamu memiliki kulit yang adil sekarang. Siapa yang bisa menyebut Anda hitam? Jangan terlalu sensitif, oke?

Sangsang berkata, “Itu hanya karena kamu terus memikirkan aku menjadi gelap di masa lalu. Itu sebabnya saya tidak bahagia. ”

Masalah seperti lirik lagu kesalahpahaman hanyalah beberapa episode di sepanjang jalan mereka. Mereka menunggang kuda hitam besar dan terus ke timur. Mereka melihat bunga-bunga perkosaan emas di ladang dan pondok-pondok petani dengan warna-warna cerah. Mereka akhirnya datang ke Kota Chang’an.

Kota langit yang runtuh tak tertandingi dan megah.

Mereka dulu sarat dengan emosi setiap kali mereka melihat kota yang luar biasa. Sekarang mereka sangat tenang karena sudah lama tinggal di sini.

Ning Que masih sedikit bersemangat karena dia akhirnya membawa Haotian pulang.

“Aku tidak bilang aku ingin pergi ke Chang’an.” Kata-kata Sangsang seperti membuang air beku padanya. Dia merasa dingin dari dalam ke luar.

Dia berkata setelah beberapa saat, “Memang tidak ada alasan bagi Anda untuk pergi ke Chang’an.”

Di seluruh dunia manusia, satu-satunya hal yang bisa menimbulkan ancaman bagi Haotian adalah Array yang Mencengangkan oleh Tuhan di Chang’an. Meskipun itu adalah Array yang Mencengangkan oleh Tuhan yang cacat, dia masih berada di ujung tanduk.

Mereka datang ke Paviliun Perpisahan di tepi jalan dan memandang kota yang megah dari kejauhan. Dia bertanya setelah beberapa lama, “Jika ini bukan akhir dari perjalanan kita, lalu ke mana kita harus pergi?”

Sangsang menjawab, “Jika ini adalah akhir dari perjalanan Anda, Anda bisa pergi sekarang.”

Ning Que tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak menyadari sampai mereka datang ke Kota Chang’an, bahwa pertempuran antara Haotian dan manusia masih jauh dari berakhir. Perjalanan mereka harus dilanjutkan.

Dia bisa mengancamnya dengan mencoba bunuh diri dan memaksanya masuk ke Chang’an. Namun, dia tidak mau karena itu tidak masuk akal dan tidak bisa diklaim sebagai kemenangan.

Hari ketika Sangsang akan memasuki Kota Chang’an secara sukarela akan menjadi hari kemenangannya.

Paviliun Perpisahan terletak beberapa mil jauhnya dari kota.

Ning Que memandang mil jauhnya, seolah-olah dia bisa melihat tembok kota yang terbuat dari batu bata hitam. Lalu dia melihat gerbang kota perlahan dibuka. Seorang lelaki berpenampilan cendekiawan berjalan keluar dari kota sambil memegang seorang anak lelaki di tangannya.

Pria ini masih mengenakan gaun berlapis kapas di musim semi. Itu pasti kakak sulungnya.

Akademi menjaga Kekaisaran Tang. Oleh karena itu, anak laki-laki di tangannya jelas kaisar muda Kekaisaran Tang.

Kaisar muda itu tampan dan bermartabat, tetapi dia tampak agak bingung saat ini.

“Tuan, mengapa kita harus keluar dari istana kekaisaran hari ini?”

Saudara Sulung menjawab, “Karena aku ingin kamu bertemu dua orang.”

Kaisar muda itu memandang jauh tetapi tidak dapat menemukan siapa pun. Dia tahu bahwa sejak sepuluh hari yang lalu, Kota Chang’an telah dijaga lebih ketat. Sejak tadi malam, mereka bahkan menutup gerbang dan tidak mengizinkan siapa pun masuk atau keluar.

“Tuan, dengan siapa kita bertemu? Apakah itu ada hubungannya dengan ketegangan di istana kekaisaran? Apakah mereka musuh kita? Apakah mereka dari Taoisme atau itu penguasa nasional Suku Emas? ”

Kakak Sulung menjawab sambil tersenyum, “Mereka adalah dua orang yang menarik. Wanita itu belajar bagaimana menjadi manusia, atau tidak menjadi manusia. Sementara lelaki itu sedang dalam tugas yang lebih sulit. Tugasnya adalah membuat dia jatuh cinta pada manusia dan mengajarnya untuk menjadi manusia. ”

Mengingat desas-desus yang dia dengar di istana kekaisaran, kaisar muda itu tampaknya mengerti dan menjadi cemas. Dia secara naluriah memegang Tuannya lebih erat dan bertanya, “Apakah Paman Bungsu kembali?”

Saudara Sulung menjawab, “Ya. Paman Bungsu Anda kembali. Ayah dan ibumu telah mempercayakan Kota Chang’an dan Kekaisaran Tang kepadanya. Dia tidak pernah mengecewakan siapa pun. Dia bahkan meninggalkan hidupnya sendiri dan orang-orang yang dia hargai, hanya untuk berusaha lebih keras untuk memenuhi tugasnya. ”

Kaisar muda itu menarik tangannya dari tangan tuannya dan memberi hormat serius ke kejauhan.

Kakak Sulung memandang ke Paviliun Perpisahan dan berpikir, Kakak Bungsu, aku membawa Yang Mulia ke sini untukmu. Chang’an aman seperti biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Anda hanya perlu mencoba yang terbaik tetapi tidak pernah mendorongnya terlalu keras atau melupakan aspirasi awal Anda.

Dia memegang kaisar muda di tangannya dan berjalan kembali ke kota.

Gerbang itu tidak ditutup. Lusinan pria kuat yang mengenakan pakaian hitam menarik kereta hitam dari kota. Mereka harus menggunakan tali yang sangat kuat dan menarik sangat keras untuk mengeluarkannya.

Butuh waktu lama bagi mereka untuk mendapatkan kereta hitam ke Paviliun Perpisahan.

Master Qi Keempat memimpin lusinan klannya dari Geng Ikan Naga ke paviliun dan bersujud ke Sangsang. Lalu dia tersenyum pada Ning Que dan kembali ke Chang’an.

Sekretaris Besar, Zeng Jing, dan istrinya juga datang bersama orang banyak.

Istri Zeng Jing datang ke Paviliun Perpisahan. Dia merasa rumit ketika menatap Sangsang dan bertanya-tanya bagaimana putrinya menjadi wanita yang sangat tinggi.

Ning Que berkata kepada Sangsang, “Anda harus membayar kembali obligasi duniawi.”

Sangsang menoleh ke istri Zeng Jing dan berkata tanpa emosi, “Aku memberimu keabadian.”

Ning Que terdiam. Dia mengejek dengan diam-diam, Menurutmu apa keabadian itu? Kubis?

Istri Zeng Jing tidak mendapatkan kata-katanya dengan jelas tetapi merasa sedih setelah mendengar suara yang dikenalnya. Dia mengambil beberapa langkah ke depan dan merasakan aroma yang sudah dikenalnya.

Dia memegang lengan baju Sangsang dan memegangnya erat-erat. Dia menangis dengan suara gemetar, “Anakku, apa yang terjadi padamu?”

Sangsang mengerutkan kening dan merasa kesal.

Ning Que menatapnya dan berpikir, Jika Anda datang ke dunia manusia untuk berkultivasi, maka dipeluk di Paviliun Perpisahan dan melihatnya menangis adalah bagian tak terhindarkan dari perjalanan Anda.

Sangsang tahu apa yang dia pikirkan, bukan dengan menebak atau berpikir, dia hanya tahu. Dia mendengar suaranya yang tenang lalu menjadi tenang.

Dia membiarkan dirinya dipegang oleh istri Zeng Jing dan air matanya yang hangat jatuh ke gaun hijau berbunga-bunga itu. Namun, dia masih terlihat acuh tak acuh. Tidak ada yang tahu jika dia merasakan sesuatu.

…

…

* Catatan: Pengucapan “Hei Jude” terdengar seperti “babi hitam” dalam bahasa Cina. / hei / – hitam; / dʒu / – babi.

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–