Nightfall Chapter 929

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Bab 929: Mempertanyakan Surga dalam Moras, Mengumpulkan Berbagai Hal Di Bawah Pohon Giok

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Ning Que diam karena dia kecewa dan marah. Sangsang selalu diam. Dia menjadi lebih tenang karena sejak mereka meninggalkan tempat tinggal orang-orang liar, tidak ada yang lain selain hutan belantara di sepanjang jalan mereka. Mereka semakin jauh dari tempat tinggal manusia dan semakin jauh dari dunia manusia, meskipun dengan cara yang berbeda.

Mereka menyeberangi Hutan Belantara melalui rute yang sama yang biasa mereka ambil. Ketika musim panas tiba, kereta hitam tiba di Morass. Mereka merasakan bau busuk dan lembab dan melihat kabut. Jika itu di masa lalu, maka Ning Que akan khawatir tentang bahaya tak terlihat yang tersembunyi di rawa dan kabut. Namun, dia tidak peduli sekarang karena dia tahu bahwa Haotian ada di sini di kereta. Itu juga karena dia tahu siapa penguasa Morass.

Kereta hitam memasuki kabut, bersinar dengan kehangatan. Cahaya itu datang dari tubuh Sangsang. Itu tidak menyala tetapi sangat keras. Tidak peduli seberapa tebal dan lembab kabut itu, itu tidak akan pernah bisa menghentikan cahaya dari bercahaya dan menyebar. Dalam sekejap mata kabut di sekitar gerbong itu hilang. Langit biru muncul di atas dan segala sesuatu di Morass diresmikan.

Ada lumpur di mana-mana. Airnya tampak sangat dangkal dengan lumut hijau mengambang di atasnya. Banyak laguna yang dalam bersembunyi di bawahnya. Tidak ada manusia biasa yang bisa keluar hidup-hidup dari Morass.

Ini bukan apa-apa untuk Ning Que dan Sangsang. Kereta hitam itu seringan bulu. Roda berguling di atas air tanpa membuat riak atau menangkap sepotong lumut.

Ular beracun di kolam dan monster di hutan poplar mengintip kereta mereka dari jauh. Meskipun mereka tidak bisa merasakan Kekuatan Ilahi Haotian karena kurangnya kecerdasan mereka, mereka secara naluriah merasakan ketakutan dan tidak berani mendekat. Kuda hitam besar itu masih waspada karena tidak ingin digigit oleh makhluk apa pun.

Pisau Ning Que tiba-tiba mulai terbakar dan api merah kehabisan sarungnya. Itu berubah menjadi Vermillion Bird merah yang berpose di depan gerbong dan bersiul keras ke suatu tempat di kejauhan dalam kabut.

Burung Vermilion adalah jimat pembunuhan Array yang Mencengangkan oleh Dewa. Ular atau monster tidak akan pernah membangunkannya. Pasti ada musuh yang jauh lebih kuat. Itu terus bersiul ke sesuatu di kabut jauh dan tampak sangat cemas.

Setelah memasuki Morass, aman dan sunyi. Ning Que merasa seperti keledai di kulit singa, tapi sekarang dia tidak bisa menahan diri dari khawatir karena Burung Vermilion menjadi sangat cemas.

Sangsang sama sekali tidak cemas, tetapi dia mendapati si Burung Vermilion bersiul menjengkelkan dan menusuk. Dia mengulurkan melalui tirai biru dan memegang lehernya. Siulan berhenti tiba-tiba.

Burung Vermilion adalah Jimat Ilahi di atas Negara Tahu Takdir. Itu telah mengatasi ketakutannya dalam pertempuran di Chang’an dan menjadi lebih bangga dan percaya diri setelah menyerang Biara Dekan. Itu tidak akan pernah menyerah pada kekalahan seperti itu, tetapi ditahan di tangan Sangsang, itu tidak berani berjuang, dan tampak menyedihkan dengan matanya melirik ke sekeliling.

Suara gemerincing muncul dari jauh di dalam kabut. Hanya beberapa saat kemudian bunyi gemerincing menjadi lebih tajam dan mengguncang seluruh rawa seperti badai.

Ning Que melihat ke arah itu dengan letih tetapi tiba-tiba merasa santai setelah mendengar gemuruh gemuruh. Itu karena dia tahu siapa yang mendekat.

Tanpa kabut, semua yang ada di Morass terlihat jelas. Ketika kabut jauh membuyarkan bayang-bayang hitam, kerumunan kuda liar yang tak terhitung jumlahnya bergegas keluar dan berderak secara intensif ke arah mereka.

Di depan orang banyak, ada delapan kuda yang terlihat jarang menarik kereta yang sangat buruk. Di dalam kereta duduk keledai malas berkulit gelap dengan bibir seputih salju.

Datanglah Gaga.

Malas seperti itu, seharusnya berbaring diam di kereta kekaisaran dan datang setelah kerumunan. Dengan menjalankan tradisi Akademi sebagai rakus, ia seharusnya memanjakan diri dalam pesta buah-buahan kuning yang berair dan tidak memperhatikan apa pun yang terjadi di dunia.

Namun, Gaga terlihat sangat berbeda hari ini. Itu tidak memperhatikan keranjang buah di gerbongnya dan forehoofnya telah menghancurkan poros kayu busuk di depan gerbong. Dengan mata menyala, itu memimpin kerumunan kuda liar.

Sangsang mengangkat tirai dan melangkah ke depan gerbong dan memandangi sekelompok kuda liar yang mendekat. Kemudian dia meraih dan menangkap angin menderu sementara gaun birunya berayun di angin.

Lalu dia melambaikan tangannya. Itu tidak mengganggu awan tetapi membentuk badai di Morass. Air yang tergenang di laguna menciprat dan menyebarkan lumut di sekitarnya.

Kerumunan kuda liar dikejutkan oleh Kekuatan Surgawi Sublime dan tidak bisa lagi mendengarkan perintah. Mereka menjadi kacau. Delapan tunggangan diledakkan oleh angin dan jatuh di rawa, dengan lumpur di seluruh tubuh mereka.

Kereta lusuh terasa ke tanah dan hancur berkeping-keping. Keranjang buah-buahan kuning dihancurkan menjadi jus dan tumbuk dan keledai hitam dibuang ke udara.

Bunyi keledai! Bunyi keledai! Tangisan marahnya bergema di seluruh Surga dan Bumi. Dengan bayangannya yang menyusut dengan cepat, keledai hitam yang marah itu jatuh dari langit dan menuju kepala Sangsang.

Sangsang melihat ke atas dan mengulurkan tangan kanannya lagi.

Dia menemukan siulan Burung Vermilion menjengkelkan sehingga dia menghentikannya dengan menangkap lehernya. Sekarang dia mendapati heehaw keledai itu jelek dan mencoba melakukan hal yang sama padanya.

Keledai hitam telah menikmati hidupnya di Morass selama bertahun-tahun dan menjadi gemuk dan kuat. Lehernya cukup kekar sehingga sulit ditangkap dengan satu tangan. Jatuh dari ketinggian di atas, ia bahkan menjadi lebih marah dan telah bersiap untuk tendangan yang bagus ke Sangsang dengan forehoofnya. Bagaimana dia bisa mencapai lehernya lebih dulu?

Untuk Sangsang tidak perlu untuk alasan atau penjelasan. Dia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan, seperti mengambil sepotong kaleng dari langit dan mendapatkan serangan angin menderu. Dia pasti bisa menangkap keledai hitam itu.

Dia memegang keledai hitam di lehernya dan mengangkatnya di depannya. Tidak peduli seberapa marahnya Gaga, itu tidak bisa lagi membuat suara tunggal. Itu menatapnya dan terus menendang, yang terlihat sangat lucu.

“Kamu tidak cocok untuknya. Berhentilah mencoba. ”

Ning Que menatap keledai hitam dan mencoba menghiburnya. Dia tahu mengapa Gaga sangat marah. Itu keledai Paman Bungsunya. Bagaimana bisa menyukai Haotian?

Keledai hitam telah melakukan perjalanan keliling dunia dengan Ke Haoran dan membentuk karakter soliter, jujur, mudah tersinggung dan sombong. Itu sama sekali tidak seperti kuda hitam besar Ning Que yang mewarisi kecerobohannya. Penghiburannya tidak berhasil dan ia terus menendang kuku kakinya. Saya akan memberikan segalanya hari ini untuk menendang wajah Anda, Anda brengsek!

Meskipun tidak tahu apa yang dimaksud dengan wanita nakal, itu pasti kata yang kotor.

…

…

Terlepas dari kebanggaannya, ia tidak bisa melakukan apa pun kecuali menyerah kepada musuh yang kuat ini. Menjadi gubernur Morass, Gaga masih bukan tandingan Haotian. Meskipun ia mewarisi kebanggaan dari Paman Bungsu, ia juga ingat teknik kunci yang diajarkan Akademi – untuk menyerah ketika tidak ada kesempatan untuk menang dan berencana untuk membalas dendam nanti.

Kuda liar yang tak terhitung jumlahnya menempati rawa-rawa di sekitar mereka. Mereka belum pernah melihat matahari dan langit biru di Morass sebelumnya, jadi mereka semua melihat ke atas dan tetap tidak tergerak, membuat diri mereka menjadi pemandangan yang lucu.

Hanya keledai hitam yang tahu itu karena kuda-kuda liar tidak berani melihatnya begitu celaka. Entah bagaimana rasanya senang. Ketika Ning Que memberinya jus dari buah-buah yang jatuh dari keranjang, rasanya lebih senang. Ia bertanya-tanya bagaimana bisa menyia-nyiakan tahun-tahun sebelumnya tanpa mengetahui cara yang luar biasa untuk mengkonsumsi buah-buahan ini.

Ning Que berusaha keras untuk menyatukan gerbongnya yang lusuh dan datang ke keledai. Dia mengeluarkan plester dan mengoleskannya pada bulu pelada. Lalu dia menggumamkan sesuatu padanya dan Gaga mengangguk dengan tidak tulus. Namun, dia tampak puas dan tersenyum.

Ketika kembali ke kereta, dia melihat mata cerah Sangsang dan menyadari bahwa dia telah melihat semua rencananya. Namun, itu tidak mengganggunya karena dia pasti tahu segalanya dan rencananya tidak akan pernah bisa dilakukan kecuali dia bisa menaklukkannya.

Gaga duduk kembali ke kereta yang lusuh dan memimpin sekelompok kuda liar ke arah kabut di ujung Morass. Itu tidak bisa membalas tuannya, tetapi ia telah mencoba yang terbaik dan karenanya tidak menyesal.

Mengapa memilukan melihat keledai hitam tua di kereta itu? Melihat kerumunan kuda liar berlari dan keledai yang memilukan di debu, Ning Que merenung cukup lama dan bertanya, “Paman Bungsu, orang macam apa dia?”

Ke Haoran, Paman Termuda adalah legenda di Back Hill of Academy dan dunia manusia. Ning Que menerima warisannya tetapi tidak tahu banyak tentang dia meskipun dia telah mendengar banyak cerita tentangnya.

Apa yang membuatnya memutuskan untuk menghunus pedangnya melawan Surga? Bagaimana dia mati? Apa yang dia pikirkan pada saat terakhirnya? Apa yang terjadi di Wilderness saat itu?

Tidak seorang pun, bahkan Kepala Sekolah tidak tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, kecuali Paman Bungsu yang telah meninggal dan Haotian yang berdiri tepat di sisinya. Itu sebabnya Ning Que bertanya.

Sangsang berkata setelah jeda, “Dia adalah seorang maniak.”

Ke Haoran telah disebut sebagai Maniac Ke oleh rakyat jelata. Namun, jika bahkan Haotian setuju bahwa dia adalah seorang maniak, maka itu harus dianggap sebagai kehormatan dan kebanggaan terbesar bagi manusia.

…

…

Keluar dari Morass, mereka memasuki Wilderness Barat. Ning Que dan Sangsang terus berjalan ke barat. Mereka bepergian tanpa tergesa-gesa, jadi ketika mereka akhirnya tiba di jantung Wilderness Barat sudah musim gugur.

Musim gugur di Central Plains terasa segar, jelas, dan memesona. Namun, di Wilderness itu tidak lain hanyalah dingin. Hujan salju turun tepat setelah angin pagi.

Ada bukit-bukit di ladang yang sepi. Sebuah pohon mati berdiri di samping bukit dengan dahan-dahannya yang membeku dan itu tampak seperti patung batu giok yang dibuat oleh pengrajin yang terampil. Mereka menggigil dalam badai salju seolah-olah mereka mengangguk untuk menyambut beberapa teman yang berkunjung.

Ning Que dan Sangsang keluar dari kereta dan datang ke pohon mati. Cabang-cabang tiba-tiba menggigil lebih keras dan menyingkirkan salju dan salju. Kemudian sebuah lubang terbuka di tanah beku dan kokoh di depan pohon.

Dia membungkuk dan mengumpulkan barang-barang dari lubang, dan kembali ke kereta. Sangsang mengikuti. Lubang di depan pohon mati segera menghilang dan ranting-rantingnya tertutup salju dan salju. Segalanya tampak tidak berubah.

…

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–