Nightfall Chapter 962

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Babak 962: Mereka Membuka Payung Hitam Tapi Tidak Bisa Pergi

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Dalam catatan-catatan Kitab Suci Buddha, ada seorang biarawan tampan dengan kebajikan besar yang sangat mirip dengan Buddha. Banyak pengikut yang secara keliru percaya bahwa ia adalah Buddha dan menyembahnya. Bhikkhu dengan kebajikan yang besar merasa malu dan memotong wajahnya sendiri dengan pedang pendek yang tajam, karena dia pikir keliru karena Buddha akan menyesatkan para pengikut. Setelah dia menjadi jelek, dia menutupi wajahnya dengan tangannya setiap kali dia keluar. Ketika terlihat di depan umum, anak-anak akan melemparkan batu kecil ke arahnya dan anjing akan mengejarnya. Dia dulu disembah oleh dunia, tetapi sekarang dia dibenci. Namun, dia tidak pernah mengatakan kata-kata kasar atau menunjukkan ekspresi kejam. Dia hanya menanggung semua penderitaan dan tidak pernah melawan. Akhirnya, dia menguasai Kemampuan Ilahi dan menjadi Phra Pidta.

Ning Que tidak mengerti mengapa Biksu Qingban menjadi Phra Pidta yang legendaris hanya dengan menyeka wajahnya dengan lengan baju. Setelah beberapa saat hening, Ning Que berkata, “Kamu sudah mati. Meskipun Anda telah menjadi Phra Pidta di sini, Anda masih mati. Bagaimana bisa orang mati membuat kita tetap di sini? ”

“Berpikir adalah niat, dan niat adalah kekuatan. Jika saya tidak ingin Anda pergi, maka Anda harus tetap tinggal. ” Biksu Qingban menutupi wajahnya dengan lengan bajunya. Dia dapat berbicara meskipun dia tidak memiliki mata dan bibir di wajahnya. Kata-katanya mengungkapkan kesedihan dan kasih sayang, dan Cahaya Buddha bersinar melalui lengan bajunya dan itu tampak luar biasa.

Sebelum suara Qingban menghilang, lengan bajunya jatuh ke wajah Ning Que, penuh dengan Kekuatan Buddha.

Ning Que siap untuk serangannya. Dia mengeluarkan pedang besi dan mengayunkannya dengan penuh semangat.

Lengan dan pedang besi bertemu diam-diam. Ditiup angin kencang, pohon-pohon di tepi danau semuanya bengkok. Pohon-pohon yang tak terhitung jumlahnya pecah, menampakkan tunggul putih.

Ada selongsong mengambang di angin.

Cutlass besi pecah dari lengan dan jatuh di leher Biksu Qingban. Bilah hitam sudah menjadi merah.

Biksu Qingban tidak memiliki fitur wajah, jadi sulit baginya untuk mengekspresikan emosi. Tapi dia jelas terkejut saat ini.

Dia tidak bisa mengerti mengapa pedang besi Ning Que mampu mematahkan Kekuatan Buddha-nya dengan mudah.

“Aku membunuhmu sekali di Chang’an. Saya telah membuktikan bahwa saya tidak menyembah Buddha di samudera kesadaran saya. Meskipun saya telah mempraktikkan agama Buddha selama bertahun-tahun, situasinya tetap sama. ” Ning Que menyelipkan pisau melalui leher Biksu Qingban dan berkata, “Jadi aku bisa membunuhmu lagi.”

Saat bilah ditarik, kepala Biksu Qingban jatuh dari bahunya seperti buah mellow, mendarat di lantai dan kemudian berguling ke depan ke pohon yang patah di tepi danau.

Biksu Qingban masih berdiri, dan ada banyak cairan emas mengalir keluar dari lehernya, perlahan menguap ke udara.

Di bawah pohon, Biksu Qingban mendapatkan kembali wajahnya.

Dia berhasil mengedipkan mata dan mengingat semua tahun yang dia habiskan di Kuil Menara Putih membaca tulisan suci Buddha dan mempraktikkan agama Buddha, hanya untuk mengetahui bahwa semua usahanya sia-sia.

Melihat ke timur, dia dilanda kesedihan dan kesedihan, lalu menutup matanya. Mungkin dia tidak akan pernah membuka matanya lagi.

Hanya sampai saat itulah Biksu Qingban atau Daoshi benar-benar bangun dan akhirnya mati.

Banyak retakan tiba-tiba muncul di permukaan tubuh tanpa kepala Biksu Qingban dan perlahan-lahan melebar, dan cairan emas terus mengalir keluar dari retakan, berubah menjadi Cahaya Buddha yang paling murni setelah menghadapi angin.

Melihat apa yang terjadi dalam keheningan, Ning Que tidak memperhatikan bahwa Sangsang yang duduk di tepi danau di belakangnya mengerutkan kening dan menjadi pucat ketika dia melihat Cahaya keemasan Buddha.

Selain alasan yang dia katakan sebelumnya, alasan paling penting mengapa dia membunuh Phra Pidta adalah bahwa dia menjadi sangat kuat sehingga itu bahkan di luar imajinasinya sendiri.

Di Aula Ilahi West-Hill, Sangsang memotong daging dan anggota tubuhnya, dan kemudian ia dibangkitkan dengan Kekuatan Ilahi Haotian. Setelah mengalami banyak kelahiran kembali, dia sangat murni, tanpa kotoran di tubuhnya.

Di gua tebing Kuil Xuankong, ia menyelesaikan tugas yang diatur oleh Master Lian Sheng, yaitu mengolah agama Buddha sebelum mengolah Doktrin Setan. Ajaran Buddha dan Setan semuanya berasal dari sumber yang sama dan dapat dihubungkan. Orang yang menghubungkan mereka akan sangat kuat.

Lian Sheng pernah berkata bahwa menghubungkan agama Buddha dan doktrin iblis akan mengarah pada keadaan Tuhan. Pada titik ini, Ning Que telah menghubungkan agama Buddha dan Doktrin Setan, dan dia telah menguasai Haoran Qi dengan bantuan Kepala Sekolah Akademi. Dia sudah mencapai Knowing Destiny Zenith, dan bahkan mendekati ambang pintu!

Pada titik ini, Ning Que bisa membunuh orang dengan pedang pendeknya atau bahkan melalui meditasi. Dia bahkan bisa membunuh orang sekuat Penatua Commandment Hall dari Kuil Xuankong dengan pedang pendeknya, apalagi Biksu Qingban yang hanya seorang Buddha palsu.

Sangsang bergumam, “Oh, begitulah.”

Dia sudah melihat melalui langit dan semua hal di dunia ini. Kota Chaoyang palsu, Kuil Menara Putih palsu, pohon dan gagak hitam di halaman kecil itu palsu, sayuran di pasar, dan toples acar di dapur juga palsu. Jika ini semua palsu, lalu apa yang sebenarnya?

Ini adalah dunia di dalam papan catur.

Di halaman tebing Kuil Xuankong, ia memasuki papan catur dengan Ning Que untuk menemukan Buddha, yang merupakan kesalahan yang menghabiskan ribuan tahun waktunya, seperti saat ia memasuki papan catur di Kuil Lanke saat itu.

Dia terbawa dalam mimpi.

Ketika dia berada di gunung itu saat itu, dia melihat kebenaran dan ilusi, dan mengalami kesepian tanpa akhir. Tidak ada yang menemaninya dan tidak ada yang berbicara dengannya.

Dibandingkan dengan masa lalu, dia tampak kurang kesepian karena dia memiliki Ning Que di sampingnya. Tapi dia mengerti bahwa Buddha tidak bisa menjebaknya di papan catur selama bertahun-tahun jika bukan karena Ning Que.

Dia berdiri dan menatap Ning Que, “Setelah makan pir hijau itu, kita telah membuang ribuan tahun di sini. Anda telah menghabiskan ribuan tahun waktu saya di sini. ”

Ning Que mengabaikannya dan berpikir tentang berapa tahun mereka telah hidup di dunia papan catur ini. Dia merasa gelisah, karena dia tidak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya setelah bertahun-tahun. “Master Qishan pernah berkata bahwa saat di dalam adalah tahun di luar jika kita memasuki papan catur dari depan, dan setahun di dalam hanya saat di luar jika kita memasuki papan catur dari belakang. Apakah Anda ingat dari sisi mana kita masuk? Berapa tahun telah berlalu di luar? ”

Sangsang hendak marah tetapi tiba-tiba menyadari bahwa Ning Que tidak akan peduli tentang amarahnya setelah dia mendengar pertanyaannya. Setelah hening sejenak, dia menjawab, “Buddha tidak akan mendapatkan jalannya dengan mudah.”

Ning Que bertanya, “Bisakah Anda menghitung berapa tahun telah berlalu?”

Sangsang berpikir sejenak dan berkata, “Paling tidak beberapa tahun.”

Meskipun Ning Que telah mencapai Knowing Destiny Zenith, dia masih tidak bisa memahami konsep waktu. Tetapi bagi Haotian, itu tidak terlalu sulit.

“Itu sangat berbahaya.”

Sangsang memandang ke timur dan berkata, “Kami hampir kehilangan waktu.”

“Untungnya, kita bangun sekarang.”

Melihat langit, Ning Que memikirkan suara kapak dan bingung.

Tetapi pada titik ini, dia mengerti bahwa sangat berbahaya untuk mempraktikkan agama Buddha di Kuil Menara Putih. Ketika seseorang secara bertahap terpesona oleh Buddha Dharma, akan sulit untuk bangun dari dunia yang penuh kedamaian dan sukacita meskipun ia telah mencapai tingkat yang sangat tinggi. Jika Ning Que tidak bangun, dia tidak akan pernah melihat melalui dunia papan catur, apalagi kembali ke dunia nyata.

Untungnya, samudra kesadarannya mengandung fragmen kesadaran yang ditinggalkan oleh Lian Sheng.

Lian Sheng adalah seorang biksu yang hebat, tetapi juga iblis yang berdarah. Dia dulu terobsesi dengan agama Buddha, tetapi juga membenci agama Buddha. Menjadi seorang pria yang begitu kompleks membantu dirinya mempertahankan kesadaran dalam Buddha Dharma yang luas dan mengubah pecahan kesadarannya menjadi kapak yang tajam untuk menyerang kepala Ning Que, berusaha membangunkannya dengan rasa sakit. Tapi siapa yang memukul Ning Que dengan kapak dari langit? Siapa lagi yang ingin memperingatkan Ning Que?

Sangsang berkata, “Jika kamu tidak bangun, maka aku mungkin tidak akan pernah bangun. Dalam hal ini, Anda tidak berutang apa-apa kepada saya, dan saya tidak akan menghukum Anda. ”

Ning Que tahu apa maksudnya. Jika bukan karena dia, dia tidak akan terikat dengan dunia manusia, dan dia tidak akan pernah terjebak oleh papan catur seperti ini.

Dia tersenyum, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

Pada saat ini, beberapa sinar cahaya tiba-tiba muncul di langit yang gelap.

Ning Que tampak serius. Dia telah melihat cahaya murni di papan catur terakhir kali di Kuil Lanke, jadi dia tahu bahwa setiap sinar cahaya mewakili aturan dunia papan catur.

Pemerintahan dunia runtuh, yang mengungkapkan kekuatan paling mengerikan.

Dia tidak takut, karena dia memiliki pengalaman dalam menghadapi situasi semacam ini.

Dia mengeluarkan payung hitam besar dan berkata kepada Sangang, “Bagaimana kalau kita pergi?”

Dia meminta pendapatnya tentang apakah mereka harus pergi atau tidak, karena dia gelisah dan khawatir bahwa dia mungkin ingin tinggal di papan catur dan terus mencari Buddha dan membunuhnya yang sepertinya merupakan tugas yang mustahil pada saat ini. Selain itu, dia juga khawatir bahwa dia akan kembali ke Kerajaan Ilahi setelah meninggalkan papan catur.

Sangsang tua pasti akan memilih untuk tinggal di dunia papan catur dan terus mencari Buddha yang telah menjebaknya selama ratusan atau bahkan ribuan tahun tanpa sepengetahuannya. Dia ingin membunuh Buddha, karena dia adalah Great Haotian.

Tapi yang mengejutkan Ning Que, dia berjalan ke arahnya dan berkata dengan tenang, “Ayo pergi.”

Ning Que tertegun, dan kemudian menyerahkan payung itu.

Dengan suara lembut, Sangsang membuka payung hitam besar.

Cahaya redup malam itu menutupi Sangsang dan Ning Que.

Sesaat berlalu, seperempat jam berlalu, satu jam berlalu, dan kemudian satu hari dan malam berlalu.

Tetapi tidak ada yang terjadi. Payung hitam masih di tepi danau, dan Ning Que dan Sangsang masih di bawah payung. Mereka tidak bisa meninggalkan papan catur.

Ning Que ingat apa yang Biksu Qingban katakan sebelum kematiannya: “Saya tidak ingin Anda pergi.”

Dunia tidak ingin mereka pergi.

Dia menjadi pucat, dan tangannya yang memegang Sangsang sedikit gemetar.

Tapi kenapa?

Ketika mereka memasuki papan catur kembali di Kuil Lanke dan penguasa dunia mengejar Sangsang, mereka membuka payung hitam dan kemudian menghilang begitu saja. Aturan dunia tidak dapat menemukan mereka saat itu.

Tapi mengapa payung hitam besar itu tidak membawanya?

Melihat langit yang gelap, Sangsang terdiam selama beberapa saat dan kemudian berkata, “Aku tidak bisa merasakan dunia luar.”

Dia adalah aturannya. Selama dia bisa berkomunikasi dengan aturan dunia di luar papan catur, dia bisa kembali ke dunia manusia, sama seperti dia bisa kembali ke Kerajaan Ilahi bahkan jika dia sudah mati.

Payung hitam besar bisa membuat mereka tidak terlihat dari aturan dunia, dan juga bisa membantunya berkomunikasi dengan aturan dunia luar. Jika dia tidak bisa merasakan dunia luar, maka hanya ada dua kemungkinan.

Entah itu payungnya rusak atau ada sesuatu yang salah dengannya.

Payung hitam besar itu tidak rusak, jadi pasti ada yang salah dengan Sangsang.

Sebelum Ning Que mengatakan sesuatu, dia menjelaskan, “Aku tidak sekuat sebelumnya.” Dia sedikit bingung.

Meskipun dia menjadi semakin lemah karena dia masih diresapi dengan kekuatan dunia manusia oleh Kepala Sekolah Akademi dan memiliki banyak koneksi dengan dunia karena hubungannya dengan Ning Que. Dia masih tenang dan percaya diri. Itu karena dia masih memiliki kekuatan yang tak terbayangkan bahkan jika dia lebih lemah dari sebelumnya.

Tapi sekarang dia menemukan bahwa dia jauh lebih lemah daripada yang dia pikirkan.

Dia menutup matanya dan mulai mencari tahu alasannya.

…

…

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–