Nightfall Chapter 976

Website sudah kembali normal seperti semula, happy reading 🙂👍

Babak 976: Menumbuhkan Buddhisme (Bagian II)

Penerjemah: Larbre Studio Editor: Larbre Studio

Kitab suci Buddhis menyatakan bahwa membuat patung Buddha atau melukis Buddha tidak sopan. Tetapi kenyataannya, ada banyak kuil kuno di dunia manusia dengan patung-patung Buddha di dinding. Patung-patung Buddha batu di puncak Gunung Wa di belakang Kuil Lanke menjulang tinggi ke langit, dan Puncak Prajna yang diubah oleh Buddha setelah kematiannya juga merupakan patung Buddha. Dan dunia papan catur memiliki banyak status Buddha juga. Tetapi Taoisme sebenarnya mengendalikan dunia manusia tidak pernah membentuk status untuk Haotian, yang mengungkapkan beberapa masalah dengan samar.

Agama Buddha membentuk status Buddha yang tak terhitung jumlahnya. Ning Que ingin memutuskan hubungan antara Buddha dan semua makhluk hidup melalui status. Ini adalah kultivasinya pada Buddhisme.

Orang dapat memikirkan hal-hal tertentu dan membicarakannya dengan bangga tetapi sulit dilakukan. Jika gunung salju yang agung itu memang merupakan koordinat asli Buddha di dunia ini atau koleksi dari sifat Buddha-nya, maka halaman tebing liar tempat ia berdiri hanyalah salah satu jari kaki Buddha. Yang lebih buruk adalah bahwa batu hitam itu sangat keras, dan dia berjuang untuk menghancurkannya bahkan dengan Haoran Qi-nya.

Cutlass besi gelap terus jatuh di batu tebing hitam, membuat suara gemuruh. Batu-batu yang pecah terus terbang, tetapi batu-batu tebing tetap hampir sama, hanya kehilangan lapisan tipis kulit batu. Jika kecepatan saat ini diterapkan, maka akan memakan waktu yang cukup lama bagi Ning Que untuk memotong kuku jari kaki Buddha.

“Orang lain akan memeluk kaki Buddha dan berdoa meminta bantuan pada saat darurat jika diperlukan, tetapi Anda ingin memberi pedikur pada Buddha.” Sangsang merasa bahwa pendekatannya tidak dapat dipahami. Dia berpikir bahwa itu tidak akan mengubah situasi saat ini bahkan jika Ning Que telah merenovasi seluruh gunung.

Ning Que terus memotong batu tebing dengan pedang besi dan berkata, “Saya tidak bisa menjelaskannya kepada Anda. Anda akan mengerti ketika saya menyelesaikannya. Mengolah agama Budha berarti memperbaiki agama Budha. ”

Mengolah agama Budha berarti memperbaiki agama Budha. Sangsang mengejek, “Meski begitu, apa yang kamu ketahui tentang perbaikan? Akademi hanya tahu cara menghancurkan. Kapan Anda tahu cara membangun? ”

Patung Buddha di puncak Gunung Wa ditebang langsung oleh Jun Mo dengan pedang besinya, dan dia juga sedang memotong Puncak Prajna. Dari sudut pandang ini, Akademi memang lebih baik dalam menghancurkan patung-patung Buddha dan tidak memiliki pengalaman dalam memperbaikinya.

Ning Que memasukkan potongan besi ke celah batu tebing dan merenggutnya dengan keras, menghilangkan batu seukuran semangka. Dia menyeka keringat di dahinya dan menjawab, “Kamu memiliki prasangka terhadap Akademi. Siapa bilang kita tidak bisa membangun? Kami membangun Chang’an. Betapa sulitnya memperbaiki patung-patung Buddha? ”

Sangsang berkata, “Berhenti menyombongkan diri! Anda bahkan tidak bisa menenun cabang willow. ”

Ning Que menjawab, “Saya sudah katakan sebelumnya, saya sudah memikirkan semuanya. Apakah Anda masih ingat bahwa saya membuat perahu dengan kayu merah? Ini adalah latihan saya. ”

“Kedengarannya tidak bisa diandalkan untuk membandingkan perahu kayu dengan patung-patung Buddha.”

“Bagaimana kamu bisa mengatakan ini? Patung-patung Buddha yang telah saya perbaiki mungkin jelek, tetapi penampilan seharusnya tidak masalah. ”

Sangsang sedikit lelah dan terdiam karena dia tidak memiliki sesuatu untuk dikatakan atau dia hanya tidak ingin berbicara dengannya.

Tetapi berbicara kadang-kadang bisa sepihak. Ning Que sama sekali tidak peduli dengan kesunyian Sangsang, dan dia hanya terus mengomel sambil memotong batu tebing dengan pedang besi. Batu-batu hitam itu terbang, dan auman itu bertahan lama.

Meskipun banyak Buddha dan Bodhisattva di lapangan di luar kolam emas tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Ning Que, mereka bisa melihat dengan jelas apa yang dia lakukan dan menjadi lebih dan lebih serius.

Singa nila di garis depan sangat marah dan gelisah, dengan keras mengayunkan kepalanya dan berteriak ke langit yang gelap. Surai di lehernya, yang setebal hutan, bersinar dengan Cahaya Buddha, dan didirikan ketika binatang itu mengayunkan kepalanya. Surainya tampak seperti terbuat dari banyak pedang.

Ning Que sedang beristirahat pada saat ini. Melihat perubahan singa nila itu, dia sedikit terkejut pada awalnya, lalu tertawa dan menunjuk ke sana, “Lihat! Kucing besar itu marah! ”

Sangsang mengabaikannya.

Mendengar tawa itu, singa nila itu semakin marah dan tindakannya menjadi semakin liar. Aliran udara yang keras itu mengaduk bahkan merobek awan di langit yang tinggi menjadi berkeping-keping!

Dalam turbulensi yang mengerikan dan bersiul, surai di leher singa, yang bersinar dengan Cahaya Buddha, habis, menembus awan dan bergegas ke gunung, seperti ratusan bayangan hitam!

Singa nila itu tidak bisa menghentikan larangan yang ditetapkan Sang Buddha untuk memasuki ribuan kolam emas di luar gunung. Tapi surainya tidak bernyawa, sehingga bisa meluncurkan serangan jarak jauh.

Surai itu langsung datang ke tebing dan jatuh seperti hujan. Kecelakaan hebat itu terdengar dan kerikil yang tak terhitung jumlahnya tersebar di mana-mana. Setiap bulu seperti tombak yang tak terkalahkan!

Ada tiga helai bulu yang menusuk ke Sangsang. Ning Que tiba-tiba menjadi pucat dan berguling ke arahnya. Dia membuka payung hitam besar dan mendorong pegangannya ke tebing.

Sangsang tidak terluka serius, dan hanya ada sayatan tipis di pipinya. Tubuhnya ilahi, jadi jelas bulu singa nila mengandung kekuatan yang mengerikan!

“Lihat, mereka benar-benar takut. Metode saya berhasil, ”bisik Ning Que, memegangi pegangan payung dengan erat.

Serangan jarak jauh dari singa nila berlanjut, dan ada suara tabrakan tumpul di mana-mana di tebing. Dua helai bulu besar jatuh di payung hitam besar, membuat telapak tangan Ning Que sakit.

Kemudian, banyak Buddha dan Bodhisattva di lapangan juga mengeluarkan alat ritual mereka dan melemparkan ke puncak gunung pada jarak yang sangat jauh, tetapi para Buddha dan Bodhisattva ini jelas tidak sekuat singa nila. Hanya beberapa alat ritual yang dimiliki oleh beberapa Bodhisattva Agung jatuh di tepi tebing, membawa ledakan getaran. Alat ritual tambahan tidak bisa mencapai tebing dan jatuh dari langit di atas kolam emas.

Tampaknya penutup yang tak terlihat melindungi kolam emas, dan alat ritual ini hancur saat mereka jatuh di atasnya, menjadi sinar cahaya keemasan yang tak terhitung dan terbang ke mana-mana. Semua alat ritual ini mengandung Cahaya Buddha, sehingga kolam menjadi lebih terang dan bahkan langit yang gelap tampak diterangi.

Ning Que menyipitkan matanya menatap lapangan diam-diam. Dia merasakan bahwa Sangsang kesakitan.

Setelah waktu yang lama, serangan mengerikan dari lapangan akhirnya berhenti. Banyak Buddha dan Bodhisattva terdiam. Tapi singa nila itu mengayunkan kepalanya dan menangis ke udara.

Ning Que menutup payung hitam besar dan memandang lapangan di kejauhan. Dia marah dan juga tidak berdaya, karena dia tidak bisa melawan Kekuatan Buddha dari para Bodhisattva Besar ini dan singa nila.

Kemudian dia membuka payung hitam ke arah lapangan, yang merupakan postur menghina. Ning Que tidak peduli apakah para Buddha dan Bodhisattva itu bisa memahaminya atau tidak.

Kemudian dia menoleh ke singa nila dan mengutuk, “Jangan berhenti! Terus menggelengkan kepalamu! Akan sempurna jika Anda menjadi botak! Akademi terspesialisasi dalam membunuh hal-hal botak! ”

Singa nila kembali dengan raungan marah, tetapi tidak bisa membahayakan Ning Que.

Ning Que bahkan lebih marah, karena Sangsang hampir terluka dan Cahaya Buddha dari bulu dan alat ritual membuat Sangsang lebih lemah dan kesakitan. Dia tidak tahan melihat Sangsang menderita.

Cahaya Buddha di antara gunung dan kolam sangat terang. Dia membawa Sangsang di punggungnya dan mengikat pegangan payung di depannya, memastikan bahwa seluruh tubuhnya tertutupi oleh payung hitam. Kemudian dia berjalan ke posisi semula dengan pedang besi di tangannya.

Gunung itu sangat kokoh. Bahkan surai singa dan peralatan ritual Bodhisattva hanya menghancurkan lapisan tipis permukaan tebing, yang tidak membantunya.

Membawa Sangsang di punggungnya dan memegang payung hitam besar, Ning Que membungkuk dan menebas tebing batu keras tanpa henti, seperti petani tua yang bekerja. Dia memegang payung hitam besar, berjongkok, dan mengayunkan pedang besi ke tebing keras, seperti petani tua yang bertani di bawah terik matahari.

Bertani adalah kegiatan yang paling sulit bagi umat manusia. Tetesan keringat terus muncul di dahinya, jatuh di tangan dan tanahnya, dan kemudian bercampur dengan batu tebing yang hancur.

“Aku benar-benar lelah.” Dia menyeka keringatnya dan tersentak. “Bagaimana bisa begitu melelahkan?”

Sangsang berkata, “Saya telah menanam paprika di halaman Kota Wei. Itu tidak melelahkan. ”

Ning Que merasa bahwa harga dirinya terluka dan berpendapat, “Itu karena tubuh Anda terlalu lemah untuk berkeringat. Jika Anda seperti saya dan terus berkeringat, Anda akan merasa lelah juga. Tetesan keringat sangat mengganggu dan tangan saya tergelincir. ”

Suara Sangsang terdengar agak lemah, “Kamu tidak bisa melakukannya.”

Satu hal yang paling dibenci Ning Que adalah orang-orang, terutama wanita, berpikir dia tidak bisa melakukan sesuatu. Tentu saja dia tidak tahan dengan Sangsang, istrinya sendiri, mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukannya.

“Itu karena kamu gemuk! Tentu saja aku akan lelah membawa wanita gemuk di punggungku! Kenapa kau tidak menggendongku di punggungmu saat merawat tanamanmu? Anda harus memikul tanggung jawab utama! ” Dia berteriak dengan marah, “Mengapa kamu tidak memilih tubuh langsing ketika kamu menjadi Haotian?”

Sangsang bertanya, “Kamu lebih suka gadis langsing?”

Ning Que menjawab, “Itu tidak ada hubungannya dengan preferensi saya. Saya hanya berbicara tentang berat badan. ”

Sangsang berkata, “Jadi kamu lebih suka gadis langsing.”

Ning Que melempar pedang pendek besi ke tanah dan berkata, “Itu tidak ada hubungannya dengan preferensi saya!”

Sangsang berkata, “Tubuh yang saya pilih sempurna. Aku menjadi gemuk karena gurumu mencurahkan ke dalam tubuh yang kuambil dari dunia manusia di depan gerbang Kerajaan Ilahi. Anda harus menyalahkannya. ”

Ning Que diam-diam mengambil pedang besi dan terus memotong gunung.

Sangsang berkata, “Katakan sesuatu.”

Ning Que terdiam beberapa saat dan kemudian berkata, “Siswa tidak bisa berbicara buruk tentang gurunya.”

Sangsang bertanya, “Bagaimana cara memperbaiki patung Buddha menghilangkan racun yang ada di dalam saya?”

Ning Que menjawab, “Pria dan istri adalah satu daging. Jika saya menjadi Buddha, Anda juga menjadi Buddha. Dengan mengeluarkan racun di dalam dirimu akan menjadi sepotong kue. Dan yang lebih lucu adalah para Buddha dan Bodhisattva ini akan menjadi penolong kita. ”

Sangsang bertanya, “Bagaimana pendapat Anda tentang metode ini?”

Ning Que menjawab, “Jangan banyak bertanya. Percaya saja pada suamimu. Siapa kita? Saya adalah pahlawan dari kisah kami, dan Anda adalah pahlawannya. Saat bahaya menyerang, sang pahlawan harus berdiri di depan sang pahlawan dan membantunya. Lalu, mereka bisa hidup bahagia selamanya. ”

“Hidup yang bahagia? Saya sedikit lelah. Saya ingin tidur dulu, ”kata Sangsang.

Ning Que merasa suaranya sangat manis, seolah-olah dia hanya minum air gula. Kemudian tenggorokan keringnya menjadi lembab dan manis juga dan dia sangat senang.

Sangsang mulai tidur, dan dia tidur selama tiga tahun.

Ketika dia terbangun, kaki kanan Buddha telah diperbaiki dan berubah menjadi kaki kecil yang sangat halus, yang tampak agak akrab. Jika kaki lebih putih, itu akan terlihat lebih akrab.

Ning Que akhirnya mendapatkan sesuatu setelah tiga tahun kerja keras.

Dia mengubah kaki Buddha menjadi kaki Sangsang.

…

Jika Anda menemukan kesalahan (tautan rusak, konten non-standar, dll.), Harap beri tahu kami sehingga kami dapat memperbaikinya sesegera mungkin.

–> Baca Novel di Baca Komik Dan Novel Gratis <–